NovelToon NovelToon
Rahasia Di Balik Kandungan

Rahasia Di Balik Kandungan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Hamil di luar nikah / Cinta Terlarang / Pengantin Pengganti / Romansa
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Leel K

Semua orang melihat Claire Hayes sebagai wanita yang mengandung anak mendiang Benjamin Silvan. Namun, di balik mata hijaunya yang menyimpan kesedihan, tersembunyi obsesi bertahun-tahun pada sang adik, Aaron. Pernikahan terpaksa ini adalah bagian dari rencana rumitnya. Tapi, rahasia terbesar Claire bukanlah cintanya yang terlarang, melainkan kebenaran tentang ayah dari bayi yang dikandungnya—sebuah bom waktu yang siap menghancurkan segalanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leel K, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31. Jangan Tinggalkan Kami

Suara tawa renyah Claire mengalir dari dapur—nada yang dulu mampu menghangatkan dadanya, kini terasa asing. Celotehan Ethan bersahutan dengan bisikan lembut Susan, menciptakan simfoni keluarga yang utuh. Aaron pernah mengimpikan suara-suara seperti ini, mendambakan kedamaian yang mereka bawa ke dalam penthouse yang dulunya hampa.

Sekarang, setiap nada terasa seperti lelucon yang tak ia mengerti, Sebuah sandiwara yang ia benci.

Aaron berdiri di ambang pintu kamar tidur. Buku harian Claire—kulit cokelat yang sudah lusuh, kini terasa seperti batu yang berat di tangannya. Berat karena rahasia-rahasia busuk yang tertulis di dalamnya, rahasia yang mengubah segalanya, menghancurkan setiap jengkal kepercayaan yang baru saja ia bangun.

Ethan. Putraku. Darah daging Aaron. Dia bukan milik Benjamin, dia milikku dan Aaron.

Kalimat itu berputar-putar di kepalanya, seperti mantra mengerikan yang terus menghantam. Setiap kata seperti potongan puzzle yang akhirnya jatuh ke tempatnya, Membentuk gambar yang tak pernah ingin ia lihat, sebuah kebenaran yang keji.

Langkahnya keluar dari kamar terasa seperti berjalan menuju eksekusi—entah siapa yang akan dieksekusi, ia atau Claire. Koridor yang biasanya terasa hangat kini seperti lorong menuju pengadilan. Suara-suara dari dapur semakin jelas. Semakin menyakitkan.

Saat tiba di ambang pintu dapur, Aaron berhenti. Claire sedang membelakangi Aaron, menggendong Ethan yang sedang mengoceh, sambil tertawa bersama Susan. Pemandangan itu, yang biasanya menenangkan hatinya, kini terasa seperti pemandangan paling menjijikkan yang pernah ia lihat, Sebuah ilusi sempurna yang kini hancur berkeping-keping.

"Claire Hayes."

Nama itu diucapkan dengan nada yang begitu dingin, begitu tajam, seolah udara di dapur membeku seketika. Tawa di dapur berhenti. Claire menoleh, senyum masih setengah tergantung di bibirnya sebelum matanya menemukan sosok Aaron di ambang pintu.

Buku harian kulit cokelat itu tergenggam di tangan Aaron.

Senyum Claire mati. Wajahnya memucat, darah seolah mengering dari wajahnya saat melihat buku itu. Ia tahu. Susan mengalihkan pandangan antara keduanya, instingnya mulai Berbisik bahwa ada yang salah. Ethan, merasakan perubahan atmosfer yang mencekik, berhenti mengoceh, matanya yang bulat menatap bingung.

Aaron melangkah masuk. Setiap langkahnya terukur, terkontrol. Terlalu terkontrol, seperti singa yang baru saja menemukan mangsanya. Ia meletakkan buku itu di meja dapur—tidak melempar, tapi dengan gerakan yang sangat penuh pertimbangan dan penuh ancaman. Halaman-halamannya terbuka, memperlihatkan tulisan tangan Claire yang familiar, namun kini terlihat seperti tulisan tangan seorang penipu.

Bukan teriakan. Bukan amarah yang meledak-ledak. Hanya sebuah permintaan yang disampaikan dengan suara setenang permukaan danau sebelum badai paling dahsyat menerjang. Namun, ketenangan itu jauh lebih menakutkan daripada teriakan apa pun.

Claire menelan ludah, tenggorokannya terasa kering. "Aaron, aku—"

"Jelaskan. Ini," ulang Aaron, setiap suku kata diucapkan dengan penekanan dingin yang membuat Claire gemetar.

Ethan, yang merasakan ketegangan yang kian memuncak, mulai merengek pelan di gendongan Claire. Susan, yang memahami situasi, segera mendekat. "Nyonya, biar saya saja yang menggendong Ethan." Susan dengan sigap mengambil Ethan dari gendongan Claire, lalu bergegas menjauh, menuju ruang keluarga, meninggalkan Aaron dan Claire dalam ketegangan yang menyesakkan dan nyaris tak tertahankan.

Claire tidak melawan saat Ethan diambil. Seluruh perhatiannya terpusat pada Aaron, tatapan mata pria itu adalah satu-satunya hal yang ia lihat. "Aaron... aku... aku bisa menjelaskan!"

Aaron membuka halaman lain buku harian itu. Matanya memindai tulisan di sana, lalu membaca dengan suara pelan, hampir seperti sedang berdoa, namun setiap kata dipenuhi racun.

"Tapi setidaknya, rencanaku berjalan lancar. Aku semakin dekat dengan Aaron."

Napas Claire tertahan. Tidak ada cara untuk mengelak dari kata-kata yang ditulis dengan tangannya sendiri.

"Kau ingat hari itu?" Claire berbisik, suaranya parau, hampir putus. Air mata mulai menggenang di matanya, membuat pandangannya kabur. "Di koridor sekolah. Bukuku berserakan di mana-mana, dan kau..." Ia mengusap matanya yang mulai berair, mengingat detail yang Aaron mungkin tak pernah sadari. "Kau membantuku mengumpulkannya. Hanya kau yang berhenti. Yang peduli." Suara Claire bergetar, mengungkapkan rasa sakit yang tersembunyi selama bertahun-tahun. "Aku bErumur tujuh belas tahun, Aaron. Dan untuk pertama kalinya, seseorang melihatku. Benar-benar melihatku." Ia menatap Aaron dengan tatapan memohon, berharap Aaron bisa memahami. "Bagaimana aku bisa melupakanmu setelah itu?"

Aaron menatapnya, matanya menyipit. "Itu... alasanmu?" Nada suaranya dingin, tak ada simpati. Ia menggelengkan kepalanya perlahan, ekspresinya dipenuhi rasa jijik yang tulus. "Jadi kau menggunakan Benjamin, hanya karena itu."

Bukan pertanyaan namun pernyataan yang dingin dan final, menghancurkan setiap alasan Claire. Aaron membalik halaman lain buku harian itu. Jari-jarinya berhenti di satu entri, tanggal yang ia ingat kini memiliki makna yang mengerikan.

"Ethan," ia membaca pelan, setiap kata seperti palu yang menghantam. "Putraku. Darah daging Aaron. Dia bukan milik Benjamin, dia milikku dan Aaron."

Keheningan yang mencekik. Bahkan Ethan di ruang sebelah sudah diam, seolah dunia ikut menahan napas.

"Malam itu," Aaron melanjutkan, suaranya hampir tak terdengar, namun menusuk tajam ke jantung Claire. "Ketika aku... ketika aku terlalu mabuk untuk ingat apa-apa." Ia mengangkat tatapan, menatap Claire. "Kau merencanakan itu?"

Claire menggelengkan kepala keras, air mata membanjiri wajahnya. "Tidak! Tidak seperti itu, Aaron. Aku... aku hanya..." Ia tersedak, kata-kata tercekat di tenggorokannya. "Aku hanya ingin merawatmu. Kau hampir pingsan di pinggir jalan, dan aku—"

"Dan kau melihat kesempatan." Aaron memotongnya, nadanya datar namun mematikan.

"Bukan kesempatan!" Claire berteriak, frustrasi dan putus asa bercampur aduk. Ia tidak peduli lagi jika suaranya pecah, jika ia terlihat gila. "Aku mencintaimu! Aku telah mencintaimu selama bertahun-tahun dan kau tak pernah—"

"Jadi kau mengambil apa yang kau inginkan ketika aku tak bisa berkata tidak."

Kata-kata itu menggantung di udara seperti hukuman mati, mematikan setiap argumen Claire. Aaron menatapnya, tatapannya kini kosong, seolah jiwanya telah ditarik keluar dari tubuhnya.

Aaron menutup buku harian itu. Gerakan yang sangat final, mengakhiri semua harapan yang tersisa.

"Aku perlu... aku perlu keluar dari sini." Suaranya bukan lagi dipenuhi amarah, tapi kelelahan yang mendalam, seolah berat dunia baru saja ditaruh di pundaknya, mengikis semua kekuatan dan ketenangannya.

Ia berjalan menuju pintu, langkahnya sedikit gontai.

"Aaron." Claire berdiri, kakinya gemetar, tangannya teracung seolah ingin meraih sesuatu yang sudah terlalu jauh, yang tidak akan pernah bisa ia gapai lagi. "Ke mana kau akan pergi?"

Aaron berhenti tanpa menoleh. "Aku tidak tahu."

"Ethan—"

"Ethan membutuhkan stabilitas. Dia membutuhkan rumah." Bahu Aaron merosot. "Aku... aku yang harus pergi."

"Tidak." Suara Claire bergetar, parau, penuh keputusasaan. "Kau tidak bisa melakukan itu. Jangan tinggalkan kami."

Aaron akhirnya menoleh. Mata mereka bertemu untuk terakhir kalinya—mata yang dulu penuh dengan kemungkinan, yang baru saja menemukan kehangatan, kini hanya tersisa puing-puing kepercayaan yang hancur, dan kekecewaan yang mendalam.

"Kau yang meninggalkan kami, Claire Hayes. Bertahun-tahun yang lalu."

Pintu tertutup dengan lembut. Bukan bantingan yang keras, melainkan bunyi klik pelan yang jauh lebih final, lebih mematikan. Itu adalah suara akhir dari sebuah ilusi.

Aaron pergi.

Claire roboh di lantai dapur, buku hariannya berserakan di sekelilingnya, kata-kata kejinya terpampang jelas. Air mata deras mengalir tanpa henti, membasahi pipinya yang dingin.

Di ruang keluarga, tangisan Ethan yang kini terdengar lebih nyaring memecah keheningan yang menyakitkan, seolah ikut merasakan kehancuran yang baru saja terjadi. Claire terisak, sendirian, di tengah reruntuhan ilusi yang ia bangun sendiri.

Ia telah kehilangan segalanya.

1
Novie Achadini
agK sakit jiwa nih claire
Novie Achadini
claire lemah caper. udh bagus dinikahi aeron banyak bgt nuntut.
Leel K: Aduh, keselnya sampai sini 😌
total 1 replies
Ezy Aje
lanjur
Aura Cantika
Kepalang suka deh!
Leel K: Aaah... makasih 🤗
total 1 replies
Coke Bunny🎀
Cerita yang bikin baper, deh!
ナディン(nadin)
Nggak bisa move on.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!