Axel sedang menata hidupnya usai patah hati karena wanita yang selama ini diam-diam ia cintai menikah dengan orang lain. Ia bahkan menolak dijodohkan oleh orang tuanya dan memilih hidup sendiri di apartemen.
Namun, semuanya berubah saat ia secara tidak sengaja bertemu dengan Elsa, seorang gadis SMA yang salah paham dan menganggap dirinya hendak bunuh diri karena hutang.
Axel mulai tertarik dan menikmati kesalahpahaman itu agar bisa dekat dengan Elsa. Tapi, ia tahu perbedaan usia dan status mereka cukup jauh, belum lagi Elsa sudah memiliki kekasih. Tapi ada sesuatu dalam diri Elsa yang membuat Axel tidak bisa berpaling. Untuk pertama kalinya sejak patah hati, Axel merasakan debaran cinta lagi. Dan ia bertekad, selama janur belum melengkung, ia akan tetap mengejar cinta gadis SMA itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Axel baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Ia melirik jam tangan di pergelangan tangannya, jarumnya tepat menunjukkan waktu pulang kerja Elsa.
Tanpa pikir panjang, Axel segera mengganti jas kerjanya dengan pakaian kasual. Lalu, ia bergegas keluar dan menunggangi motor butut milik Roy yang sudah disiapkan sebelumnya oleh bodyguard nya.
Wajah Axel tampak berseri. Hatinya sangat senang, terutama setelah mengetahui bahwa hubungan Elsa dan Irfan telah berakhir. Kini, ia merasa mempunyai peluang lebih besar untuk mendekati gadis itu tanpa bayang-bayang siapa pun.
Namun, harapannya runtuh seketika.
Saat hampir tiba di cafe, tempat Elsa bekerja, matanya menangkap pemandangan yang membuat darahnya mendidih. Elsa tengah berada di pelukan seorang pria dalam keadaan tidak sadarkan diri.
"ELSA!" teriak Axel.
Irfan terkejut, lalu, ia buru-buru memakai maskernya. Namun, dari arah belakang, Axel turun dari motor dan melangkah cepat ke arah mereka. Amarah membuncah dalam dadanya, dan saat jaraknya cukup dekat, satu pukulan telak mendarat di wajah irfan
BUGH!
"Brengsek! Apa yang kau lakukan pada Elsa, hah?" hardik Axel geram.
Irfan terjatuh ke aspal, meringis kesakitan, dengan kedua tangan yang menutupi wajahnya.
"Sial! Kenapa dia bisa berada di sini?" batin Irfan geram.
Axel mencengkeram kerah baju Irfan dengan tangan terangkat, bersiap menghantamnya lagi. Namun, suara lirih dari arah Elsa menghentikan amarahnya.
"Kak Axel," lirih Elsa lemah.
Spontan Axel melepas cengkeramannya dan berbalik menatap Elsa. Ia melepaskan cengkeramannya dengan kasar, dan segera berjongkok di sisi Elsa. "Elsa, kau baik-baik saja?" tanyanya penuh kekhawatiran.
Gadis itu mengangguk pelan. "Aku ingin pulang," ucapnya nyaris tidak terdengar.
"B-baik, kita pulang sekarang," sahut Axel lembut, tanga
Sementara itu, Irfan memanfaatkan kelengahan Axel untuk bangkit dan kabur terburu-buru, masih menahan rasa sakit di wajahnya.
Axel menggendong Elsa ala bridal, dengan kening yang mengerut tajam setelah menyadari jika pria itu sudah tidak ada di sana.
"Kemana dia?" gumam Axel.
"Kak, ayo kita pulang," lirih Elsa.
"I-iya." Axel membantu Elsa duduk di jok belakang motornya. Dengan hati-hati, ia melingkarkan kedua tangan Elsa ke pinggangnya, lalu mengunci posisi itu dengan satu tangan agar gadis itu tidak terjatuh sepanjang perjalanan.
Namun, belum lama motor melaju, Axel merasakan sesuatu yang aneh. Sentuhan lembut tangan Elsa perlahan menyusup masuk dan mengusap perutnya.
Axel menelan ludah. Jantungnya berdetak tidak karuan. Dengan cepat, ia menangkap tangan Elsa, menahannya tetap di tempat.
"El, apa yang kau lakukan?" tanyanya, dengan suara sedikit bergetar.
"Rasanya ... tidak nyaman, Kak," bisik Elsa lembut, tepat di telinga Axel, membuat bulu kuduk pria itu meremang.
Axel mengencangkan genggaman pada kemudi motor dan mempercepat laju kendaraan. Ia berusaha meredam gejolak di dadanya, menahan agar pikirannya tidak melayang ke mana-mana.
Sesampainya di rumah, Axel langsung mematikan mesin dan turun. Tanpa menunggu Elsa meminta bantuan, ia menggandeng gadis itu masuk, kemudian mendorongnya duduk di sofa dengan lembut.
Axel menatapnya dengan cemas wajah Elsa yang memerah, dan napasnya sedikit tersengal.
"Kau sakit?" tanyanya khawatir. Telapak tangannya menyentuh kening Elsa untuk memeriksa suhu tubuhnya.
Namun, alih-alih menjawab, Elsa justru melenguh pelan saat kulit mereka bersentuhan, seolah tersentuh sesuatu yang menyakitkan, namun terlalu sensitif.
"El, Ada apa denganmu?" Axel semakin panik. Ia buru-buru mengeluarkan ponsel dari saku, hendak menghubungi dokter.
Namun, sebelum ia sempat menekan nomor, tangan Elsa menahan lengannya. Dan, dengan satu gerakan, gadis itu menarik Axel hingga jatuh duduk di sampingnya. Wajah mereka begitu dekat, hanya berjarak beberapa centi saja.
Axel terdiam, napasnya tercekat. Ia bisa melihat dengan jelas binar aneh di mata Elsa, campuran antara rasa lelah, emosi, dan sesuatu yang tidak bisa ia pahami sepenuhnya.
Jari-jari Elsa menyentuh wajah Axel, mengusap lembut pipinya, lalu menarik wajah itu mendekat. Tanpa aba-aba, bibir Elsa menyentuh bibir Axel, lembut namun menuntut.
Seketika dunia Axel seperti berhenti berputar. Axel memejamkan mata, membiarkan dirinya larut sejenak dalam ciuman itu. Bibir mereka saling bersentuhan, saling mencari, hingga akhirnya Axel mengambil alih, membimbing ritme yang semula ragu menjadi lebih dalam dan mengalir.
Namun, tidak lama kemudian, ia merasa ada yang tidak beres. Ia membuka mata perlahan, lalu menghentikan ciuman itu. Tatapannya jatuh pada tangan Elsa yang kini bergerak masuk ke balik bajunya.
Axel buru-buru menarik tangan Elsa. "El, apa yang kau lakukan?" tanyanya dengan nada terkejut, berusaha tetap tenang meski jantungnya berdegup keras.
"Rasanya ... panas, Kak," bisik Elsa lemah, suaranya seperti merintih. Matanya setengah terpejam, dan wajahnya memerah.
Dan, saat itu juga, Axel menyadari apa yang sedang terjadi. "Sial!" umpatnya. Tanpa pikir panjang, Axel mengangkat tubuh Elsa dalam pelukan bridal style, lalu membawanya cepat ke kamar mandi.
Setibanya di sana, ia menurunkan Elsa dengan hati-hati ke dalam bathtub, lalu menyalakan air dingin. Cipratan air membasahi tubuh gadis itu, membuatnya sedikit tersentak.
"Akh! Kak ... apa yang kau lakukan?" protes Elsa, suaranya terdengar lemah dan bingung.
"Maaf, El. Aku tidak ingin mengambil keuntungan dari mu," ucap Axel.
Tanpa ragu, Axel ikut masuk ke dalam bathtub, membiarkan air dingin membasahi tubuhnya. Ia menarik Elsa ke dalam dekapannya, menahan tubuh mungil itu agar tetap hangat dalam pelukannya, meski air dingin terus mengalir di sekeliling mereka.
*Dingin, Kak!".lirih Elsa, menggigil.
Axel menatap wajah Elsa yang mulai pucat, lalu memegang kedua bahunya dengan lembut, mencoba menenangkan. Namun, sebelum ia bisa berkata apa pun, tiba-tiba tubuh Elsa melemas di pelukannya.
"El?"
Axel panik. Ia segera menepuk lembut pipi Elsa, memanggil namanya berulang-ulang, berharap gadis itu segera membuka matanya kembali.
...****************...
Axel duduk di sofa, kedua siku bertumpu pada lutut, dan jemarinya saling bertaut di depan wajah. Sorot matanya tajam, penuh amarah yang tertahan. Udara di dalam ruangan terasa berat, seakan menyesuaikan dengan suasana hatinya.
Tidak lama kemudian, seorang wanita keluar dari kamar Elsa. Ia membungkuk sopan ke arah Axel. "Saya sudah selesai mengganti pakaian Nona, tuan," ucapnya pelan.
Axel hanya mengangguk sekilas. Ia menggerakkan jari telunjuknya, memberi isyarat agar wanita itu pergi.
Beberapa detik kemudian, suara langkah tergesa terdengar dari arah pintu. Martin masuk dengan wajah serius, diikuti dua bodyguard yang menyeret seorang pria dengan kondisi wajah lebam, baju kusut, dan darah mengering di sudut bibirnya.
"Ax, ini dia orangnya," seru Martin. "Dia yang memberikan minuman itu pada Elsa."
Axel berdiri. Tatapannya langsung tertuju pada pria yang kini berlutut di depannya. "Kau ..." Axel melangkah mendekat. Suaranya serak, penuh amarah yang terpendam. "Berani-beraninya kau meracuni Elsa dengan obat perangsang!" bentaknya, tangan mengepal kuat di sisi tubuh.
Pria itu buru-buru menggeleng cepat, matanya membelalak penuh ketakutan.
"Bu-bukan saya, Tuan! Sa-saya berani bersumpah, saya hanya disuruh memberikan minuman itu. Saya tidak tahu ada masalah di dalam minuman itu. Sungguh!." ucapnya terbata, suaranya nyaris tercekat.
"Siapa yang menyuruhmu?" tanyanya dingin.
"A-aku tidak tahu. Tapi, dia bilang, dia sedang bertengkar dengan Elsa. Dia terlihat khawatir dan tidak tega melihat Elsa kelelahan. Jadi, dia minta saya membantu memberikan minuman itu. Saya pikir.... dia kekasih Elsa … makanya, saya tidak curiga, Tuan."
Axel terdiam sejenak. Kepalanya menunduk, rahangnya mengeras, dan napasnya mulai memburu. Semua informasi yang didapat saling menyatu, dan hanya satu nama yang kini terngiang jelas di benaknya, nama yang membuat darahnya mendidih.
"Irfan!" gumamnya, penuh tekanan.
👍❤🌹🙏
thor bikin glenzy gk berkutik donk..aq takut dia nyakitin elsa lagi😏😏😏