Amara gadis berusia dua puluh satu tahun ini terpaksa harus menikah dengan seorang pria yang bernama Aska sebagai penebus hutang ayahnya.
Ayahnya kabur begitu saja meninggalkan banyak hutang tanpa Amara ketahui.
Setelah menjadi istri, Aska memerintahkan Amara untuk merawat sang ibu yang sedang terbaring sakit.
Namun suatu saat Aska menikah lagi dengan seorang wanita yang ia cintai bernama Davina.
Jangan lupa Like,coment,vote dan favoritkan🥰🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ༂𝑾𝒊𝒚𝒐𝒍𝒂❦ˢQ͜͡ᵘⁱᵈ༂, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 31
Keesokan harinya, seperti biasa di jam segini sarapan pagi sudah tertata rapi di meja makan. Aska datang dengan Davina untuk sarapan bersama, tapi Aska tidak melihat adanya Amara.
Sampai selesai makan pun, ia belum juga melihat Amara. Dalam pikiran Aska pasti Amara sedang ada di kamar ibunya, ia pun lalu bergegas menuju kamar ibunya.
"Davina.....kau tunggu disini dulu ya, aku mau ke kamar ibu sebentar!" Ucap Aska.
"Ya, jangan lama-lama!"
Amara terperanjat kaget, dirinya yang baru saja selesai menyuapi ibu mertua dan hendak keluar untuk menaruh piring bekas makan, terkejut saat melihat Aska yang sudah berdiri di depan pintu.
"Bagaimana dengan keadaan, ibu?" Tanya Aska sedikit gugup menatap Amara.
"Kondisi ibu melemah, tapi aku sudah memberinya obat!" Jawab Amara singkat, wanita itu segera menundukkan kepala lalu cepat-cepat pergi tanpa berucap apapun.
Aska sedikit bingung melihat tingkah Amara yang tak seperti biasanya itu.
"Ibu......" Aska melangkah masuk dan mendekat ke tempat tidur Marta.
"Ibu....ibu tidak apa-apakan?" Tanya Aska. Tangannya terulur menggenggam jemari sang ibu.
"Katakan, apa yang ibu inginkan?" Tanya Aska.
"Aska, ibu semakin hari semakin tua dan umur ibu seperti nya sudah tidak panjang. Sepertinya waktu ibu sudah tidak lama lagi!"
"Ibu, ibu jangan berbicara seperti itu, Bu!" Ucap Aska mencium tangan sang ibu.
"Ibu tidak minta apa-apa, tapi bisakah kau berjanji satu hal pada ibu untuk terakhir kalinya?"
"Apa itu ibu? katakanlah, Aska janji pasti akan menuruti semuanya," Aska menatap nanar sang ibu.
"Berjanjilah untuk tidak menceraikan Amara walau ibu telah tiada, dan berjanjilah untuk tidak mengusirnya atau bersikap kasar padanya!"
Aska menghembuskan nafas, ia dengan pelan menganggukkan kepala. "Iya Bu, Aska janji!"
Marta tersenyum mengambang mendengar jawaban dari Aska
"Sayang.....kenapa lama sekali!" Gerutu Davina tiba-tiba datang menghampiri. "Sudah hampir segini, aku bisa telat!" Ucap Davina sambil melirik ke jam yang melingkar di tangan.
Senyum Marta memudar ketika Davina datang.
"Ibu sudah sangat lelah, biarkan ibu istirahat dulu, Aska!" Ujar Marta.
"Baiklah, Aska tinggal dulu ya Bu. Nanti sepulang kerja Aska akan kesini lagi!" Ucap Aska sambil membenarkan selimut ibunya.
Aska bersama Davina kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar sang ibu.
Di dalam ruangan kerjanya, Aska tampak terganggu dengan ucapan ibunya tadi pagi. Apalagi melihat kondisi sang ibu, membuat ia semakin tak tenang.
"Ferdi? keuanganku sekarang!" Ucap Aska, dari sebuah telpon kabel di atas meja kerjanya.
Tak butuh waktu lama, Ferdi pun tiba.
"Ada apa?" Tanya Ferdi.
"Kosongkan semua jadwal sore nanti, ibuku sedang sakit, aku akan pulang lebih cepat." Titah Aska. Entah kenapa firasatnya tidak enak sejak melihat ibunya tadi pagi.
Tiba-tiba ponsel milik Aska berdering.
"Hah, Amara? ada apa dia menghubungiku?" Tanya Aska sedikit heran. Ia pun langsung mengangkatnya.
Ternyata Amara mengabarkan bahwa ia baru saja melarikan ibunya ke rumah sakit karena kondisi nya yang semakin memburuk.
Aska langsung menutup telpon, dengan sigap ia pun langsung pergi menuju ke rumah sakit.
Sebelumnya Aska memang berniat untuk pulang, namun siapa sangka, beberapa menit yang lalu ia baru saja menerima telpon dari Amara yang mengabari bahwa keadaan ibunya semakin memburuk.
Perasaannya saat ini sangat lah gelisah dan khawatir, Aska berusaha menerobos macet, beberapa kali ia menyalakan klakson agar pengendara lain memberi ia jalan.
Angin menghembus dan berlalu begitu saja.
Beberapa saat kemudian, sedan hitam milik Aska sudah terparkir sempura di halaman rumah sakit.
Pria itu buru-buru turun dan melangkah cepat menuju ruangan di mana sang ibu berada.
Hanya ada Amara saja yang berdiri di samping ranjang sambil menggenggam erat tangan ibu mertuanya. Nampak jelas sekali raut sedih dan gelisah di wajah Amara.
"Minggir kau!" Seru Aska. Amara pun segera minggir.
"Bagaimana dengan keadaan, ibu?" Tanya Aska melirik ke arah ibunya yang sudah mengenakan infus dan alat pernapasan.
Marta yang memang kondisinya sudah melemah, membuat ia sudah tidak kuat lagi untuk membuka suara. Wanita itu pun hanya bisa menatap sayu Aska.
"Ibu harus kuat, ibu pasti bisa sembuh!" Aska menggenggam dan mencium kedua tangan lemah dari perempuan yang telah melahirkannya. "Ibu bertahanlah Bu,......." Pinta Aska memohon.
Terlihat air mata mengalir dari sudut mata Marta.
Aska benar-benar tak sanggup melihat keadaan ibunya yang semakin melemah. Aska lalu memeluk tubuh sang ibu.
Tangan Marta meraih tangan Aska dan Amara, kemudian menyatukannya kedua tangan tersebut.
"Aska, ja-jagalah Amara, cintai dia seperti kau mencintai ibu!" Lirih Marta terbata-bata.
Aska mengangguk pelan. "Aska janji Bu, Aska akan menuruti permintaan ibu. Tapi tolong bu, bertahanlah!" Ucap Aska.
Dengan mata berair Marta hanya tersenyum menatap anak dan menantunya itu. Lalu kelopak mata wanita itu perlahan mulai tertutup. Marta menghembuskan nafas terakhirnya.
Aska dan Amara sangat terkejut ketika melihat Marta menutup matanya.
"Ibu....ibu....! Dokter ibu saya dok!"
Dokter yang sedari tadi berdiri di belakang Aska pun segera mengambil tindakan.
"Bagaimana dengan keadaan ibu saya, Dok?" Tanya Aska cemas.
"Maaf, saya sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi takdir tuhan berkata lain!" Jawab sang Dokter menggeleng pelan seolah memberi isyarat, bahwa ibunya sudah tidak ada lagi.
"Maksud Dokter, ibu saya......?"
Dokter itu kembali mengangguk pelan.
Aska terdiam, ia jadi paham maksud dari jawaban Dokter. Pria itu menatap ke atas dengan kedua tangan terpejam. Tubuhnya seketika menjadi lemas, ia benar-benar tak menyangka bahwa ibunya akan pergi untuk selama-lamanya.
Aska membuang nafas kasar mengeluarkan sesak di dadanya, meski begitu tak terasa air mata mengalir membanjiri kedua belah pipinya.
Pria itu melangkah maju mendekati ranjang sang ibu. Seketika tangis nya semakin pecah ketika melihat wajah sang ibu sudah pucat pasi.
"Maafkan aku, ibu!" Aska menangis sambil memeluk jasad ibunya.
Ia sungguh tidak menyangka kalau hari ini adalah pertemuan terakhir dengan ibunya.
Disisi lain, Amara tak kalah sedihnya atas kepergian ibu mertuanya, ibu mertua yang sudah dianggap seperti ibu kandung sendiri.
Andai Amara tahu ibu akan pergi hari ini, pasti Amara akan menemani ibu sepanjang hari. Wanita ini merasa sedikit menyesal karena tidak berada di dekat ibu mertuanya saat-saat terakhirnya.
"Apa yang terjadi?" Tanya Davina yang tiba-tiba datang.
Davina terheran saat melihat Amara yang sedang menangis. Ia lalu melihat ke arah Aska yang juga sedang menangis sambil memeluk Marta.
"Hah,...." Davina menutup mulutnya dengan satu tangan. Tak percaya bahwa ibu mertuanya itu sudah meninggal.
_________________Happy Reading___________________
Jangan lupa dukungannya, Like , komen dan Vote. Thanks you❤️✨
khadiran davina tk kn mmpu mngisi kekosongan hatimu.... dan sosok amara perempuan tulus... tk akn prnh trgntikan...
btw aku dari tahun 2025/Grin/