NovelToon NovelToon
Blood & Oath

Blood & Oath

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Tentara / Perperangan / Fantasi Timur / Action / Fantasi / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:671
Nilai: 5
Nama Author: Ryan Dee

Tharion, sebuah benua besar yang memiliki berbagai macam ekosistem yang dipisahkan menjadi 4 region besar.

Heartstone, Duskrealm, Iron coast, dan Sunspire.

4 region ini masing masing dipimpin oleh keluarga- yang berpengaruh dalam pembentukan pemerintahan di Tharion.

Akankah 4 region ini tetap hidup berdampingan dalam harmoni atau malah akan berakhir dalam pertempuran berdarah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ryan Dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Act 4 - A new path

Tiga hari setelah ditahan, akhirnya komandan memanggilku lagi. Namun kali ini bukan ke ruangannya, melainkan ke lapangan tempat para knight berlatih.

Ketika sampai, aku melihat Erick sudah ada di sana. Dalam hati aku mengira inilah akhir hidupku, hari eksekusi. Tapi tanpa diduga, Sir Garrick berkata lain.

"Tenanglah. Hari ini bukan hari eksekusi," ucapnya dengan suara berat.

"Hari ini aku ingin memperkenalkan seseorang kepada kalian."

Dari balik kerumunan knight, muncullah seorang pria berpakaian rapi, jelas seorang bangsawan.

"Perkenalkan, aku Lord Celdric dari Heartstone. Komandan Garrick mengirimkan surat kepadaku untuk datang ke sini... sebagai saksi," ucapnya datar.

"Saksi?" tanyaku heran.

"Ya, saksi," timpal Garrick.

"Lord Celdric di sini akan menyaksikan bahwa selama ada aku di sisimu, kau bukanlah ancaman. Dan untuk membuktikannya, kau akan bertarung melawan aku."

"Bertarung?" tanyaku lagi, tidak percaya.

"Dengan pedang kayu," jawab Garrick sambil mengambil dua batang kayu panjang. Matanya menyipit. "Jangan menahan diri. Karena aku pun tidak akan menahan diri."

Sebelum sempat bertanya lebih jauh, borgol di tanganku dilepaskan, dan sebuah pedang kayu diberikan padaku. Aku menatap Garrick. Dia tidak bercanda.

"Baiklah... kalau begitu," balasku.

---

Duel

Aku maju dan langsung menyerang dengan sekuat tenaga. Garrick menahan tebasanku dengan mudah, membelokkan pedangku, lalu melayangkan tendangan. Aku berhasil menghindar, tapi dia segera membalas dengan ayunan cepat ke arah kepalaku.

Aku menunduk, hampir saja terkena, namun saat itu Garrick menyusul dengan tinju lurus ke wajahku. Refleksku menahan pukulan itu tepat di detik terakhir, lalu aku melompat mundur.

Erick yang menonton tampak terkejut. "Dia bisa menahan pukulan itu...?" bisiknya, nyaris tidak percaya.

Aku kembali menyerang, membidik kakinya, tapi Garrick terlalu cepat. Pedangnya menangkis seranganku dengan keras. Tubuhku bergetar menahan benturan. Dia lalu bergerak lebih agresif, melompat dan menebas dari atas.

Aku menahan serangan itu dengan kedua tangan, gigi terkatup rapat. Tekanannya luar biasa. Sebelum aku bisa mendorong balik, kakinya menghantam kakiku. Aku kehilangan keseimbangan.

Dalam sekejap, aku sudah terjatuh. Pedangku terlepas saat Garrick menginjak tanganku, dan ujung pedang kayunya kini menempel di leherku.

"Cukup," ucap Garrick.

Semua berakhir hanya dalam hitungan detik.

---

Setelah Duel

Erick terdiam, wajahnya pucat dan berkeringat. Seakan yang ia lihat bukanlah duel biasa, melainkan seekor monster mengerikan yang sedang bermain-main dengan mangsanya.

Lord Celdric, yang sejak tadi memperhatikan dengan tangan terlipat, melangkah maju. Tatapannya menusuk, seolah menelanjangi rahasia dalam diriku.

"Menarik," ucapnya pelan. "Gerakanmu... bukan gerakan seorang petani biasa."

Aku hanya terdiam, napas memburu. Kata-kata itu bergema di kepalaku.

Tanah lapangan masih bergetar di bawah kakiku. Napasku berat, keringat menetes, tapi bukan hanya karena duel-melainkan karena tatapan semua orang yang kini tertuju padaku.

Sir Garrick melepaskan kakinya dari tanganku, lalu menyarungkan pedang kayu.

"Lemah... tapi berbahaya," ucapnya singkat.

Aku menatapnya, bingung. "Berbahaya?"

Lord Celdric maju perlahan, jubahnya berkibar tertiup angin. "Ya. Karena kau tidak pernah berlatih secara resmi, namun mampu bertahan sejauh ini melawan seorang komandan." Ia berhenti tepat di depanku, matanya meneliti setiap detail wajahku. "Itu lebih menakutkan daripada kekalahanmu."

Aku menggertakkan gigi, tapi tak mampu berkata apa-apa.

Erick melangkah maju, wajahnya tegang. "Dengan segala hormat, Lord, James hanyalah teman masa kecilku. Dia memang... berbeda. Tapi dia bukan ancaman bagi kerajaan."

Celdric menoleh pada Garrick, bibirnya melengkung samar. "Bukan ancaman? Atau justru sebuah potensi yang bisa dipakai-atau dihancurkan?"

Suasana seketika membeku. Para knight yang menonton hanya saling pandang, jelas tak berani ikut campur.

Garrick akhirnya angkat suara. "Cukup. James akan tetap ditahan sampai aku menentukan apa yang akan kulakukan dengannya. Tapi ingatlah ini, anak muda-jika kau ingin bertahan hidup di kerajaan ini, kau harus membuktikan kesetiaanmu. Tanpa itu, kau hanya akan dianggap ancaman."

Dia berbalik, meninggalkan lapangan.

Lord Celdric masih menatapku beberapa detik lebih lama sebelum ikut melangkah pergi. Tapi tatapan itu... terasa seperti belati. Bukan tatapan seorang bangsawan, melainkan seorang hakim yang baru saja menjatuhkan vonis.

Aku berdiri dengan susah payah. Di dalam dadaku, perasaan bercampur aduk: marah, malu, bingung, dan satu hal yang tak bisa kutepis-rasa takut bahwa aku sedang terjerat dalam sesuatu yang jauh lebih besar dari balas dendam pada Johnson.

Erick mendekat, menepuk bahuku pelan.

"James... apapun yang terjadi barusan, kau harus siap. Karena setelah hari ini, hidupmu tidak akan pernah sama lagi."

Aku menatap langit senja, mencoba mengatur napas. Entah mengapa, aku merasa duel ini bukan akhir-melainkan awal dari sesuatu yang lebih gelap.

Di dalam sel, aku duduk terdiam. Bayangan duel di lapangan masih menari-nari di kepalaku. Sulit dipercaya seorang bangsawan dan komandan pasukan mau repot-repot menguji tahanan dari kota kecil terpencil ini. Ada sesuatu yang tersembunyi di balik semua ini, sesuatu yang membuat dadaku terasa semakin berat.

Ketika pikiranku larut dalam kebingungan, suara langkah mendekat. Sir Garrick muncul di depan sel, mengetuk jeruji besi dengan sarung tangannya.

"Bersiaplah," ucapnya singkat.

Aku mengangkat alis, bingung. "Untuk apa?"

"Kita akan pergi ke ibu kota, Heartstone. Para bangsawan akan mengadakan persidangan untuk menentukan nasibmu... dan juga Erick."

Jantungku seketika berdegup kencang. Persidangan di hadapan para bangsawan? Itu bukan sekadar hukuman, melainkan panggung tempat nasib seseorang diputuskan sekali untuk selamanya. Aku mencoba menelan kegelisahan yang merayap naik ke tenggorokanku.

Beberapa saat kemudian, aku dan Erick dibawa keluar. Kami ditempatkan di kereta kuda yang berbeda-aku bersama Garrick, sementara Erick dijaga tangan kanannya.

"Aku membawa lima orang terbaikku. Jangan mencoba macam-macam," ucap Garrick sambil duduk tegak di hadapanku. "Selama kau bersamaku, kau aman. Jadi tak perlu takut."

Aku menahan diri untuk tidak mendengus. Aman? Sulit rasanya merasa aman ketika rantai besi membelenggu tangan.

"Bagaimana dengan Erick? Apa yang akan mereka lakukan pada dia?" tanyaku akhirnya.

"Entahlah. Tapi yang jelas dia tidak akan dieksekusi begitu saja," jawab Garrick. Tatapannya mengeras. "Dia lulusan terbaik di angkatannya, dan mampu bertarung melawan pria yang membawa cincin yang kau ambil. Itu tanda bahwa dia berbakat, dan para bangsawan tak akan membuang orang seperti dia dengan mudah."

Aku menunduk, mencoba mencerna. "Lalu... apa yang kau sarankan untukku?"

"Jujur," jawabnya cepat. "Sangat tidak masuk akal seorang cucu petani bisa menahan pedangku di duel."

Aku terdiam. Kata-kata itu menusuk seperti bilah dingin. Aku memang tak mengerti. Seumur hidup aku hanya tahu tanah ladang, bukan baja pedang. Tapi ketika aku menggenggamnya... tubuhku bergerak sendiri. Setiap gerakan terasa alami, seolah aku sudah melatihnya ratusan kali di masa lalu.

Aku bahkan tak tahu bagaimana menjelaskannya.

"Aku..." aku terhenti, tak mampu melanjutkan.

"Pikirkan baik-baik," potong Garrick. "Istirahatlah. Kau tak akan punya banyak waktu untuk beristirahat saat tiba di Heartstone."

Kereta mulai berguncang, roda besi menghantam jalan berbatu. Aku menyandarkan kepala ke dinding kayu, mencoba memejamkan mata. Tapi suara roda yang berulang-ulang itu terdengar seperti bisikan yang menusuk telinga:

Heartstone menunggu. Rahasia akan terbongkar.

1
Mr. Wilhelm
kesimpulanku, ini novel hampir 100 persen pake bantuan ai
Ryan R Dee: sebenernya itu begitu tuh tujuannya karena itu tuh cuma sejenis montage gitu kak, kata kompilasi dari serangan disini dan disana jadi gak ada kata pengantar buat transisi ke tempat selanjutnya, tapi nanti aku coba revisi ya kak, soalnya sekarang lagi ngejar chapter 3 dulu buat rilis sebulan kedepan soalnya bakalan sibuk diluar nanti
total 7 replies
Mr. Wilhelm
transisi berat terlalu cepat
Mr. Wilhelm
Transisinya jelek kyak teleport padahal narasi dan pembawaannya bagus, tapi entah knapa author enggak mengerti transisi pake judul kayak gtu itu jelek.
Ryan R Dee: baik kak terimakasih atas kritik nya
total 1 replies
Mr. Wilhelm
lebih bagus pakai narasi jangan diberi judul fb kek gni.
Mr. Wilhelm
sejauh ini bagus, walaupun ada red flag ini pake bantuan ai karena tanda em dashnya.

Karena kebnyakan novel pke bantuan ai itu bnyak yg pke tanda itu akhir2 ini.

Tapi aku coba positif thinking aja
perayababiipolca
Thor, aku hampir kehabisan kesabaran nih, kapan update lagi?
Farah Syaikha
🤔😭😭 Akhirnya tamat juga, sedih tapi puas, terima kasih, author.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!