Tidak pernah menyangka pernikahan ketiga Naya Aurelia (32th) mendapatkan ujian yang penuh dramatis.
Ia dihadapkan dengan pilihan yang sulit antara memilih suami atau anak kandungnya.
Berawal dari suaminya Juan Bagaskara (27th) yang tidak mau menerima Shaka sebagai anak sambungnya sehingga Naya dengan terpaksa harus berpisah dengan putri kesayangannya. Ia menitipkan Shaka pada bi Irah asisten rumah tangganya yang diberhentikan dari rumah tersebut.
Bertahun-tahun Naya tersiksa batinnya karena ulah suami yang usianya lebih muda darinya. Apalagi suaminya pun memiliki pekerjaan di luar dugaannya yang membuatnya sangat terpukul. Pekerjaan apa kira-kira?
Disisi lain ia sangat ingin kembali hidup bersama anaknya. "Nak, izinkan mama kembali meraih cintamu..." ucap Naya lirih.
Akankah kebahagiaan berpihak pada hidup Naya selanjutnya?
Ikuti kisahnya!💕
Follow author ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30 Spesial Pake Cinta
Amara mengendarai motornya mengelilingi setiap gang yang ada di kompleknya. Tujuannya hanya satu mencari penjual nasi goreng, seraya ingin menikmati nasi goreng buatan santan Kara.
Amara menghentikan motornya tepat di samping gerobak nasgor yang dikerumuni banyak pembeli. Amara hanya menatapnya dengan tersenyum, ikut bahagia melihat dagangan santan Kara laris manis.
"Bang 2 porsi nasi goreng spesial pake cinta," pesan Amara dengan senyuman khasnya.
"Eh Mbak cantik. Tunggu di sana ya! Nanti aku buatin 2 porsi nasi goreng spesial pake cinta," Kara tertawa renyah.
"Aku di sini aja deh, Bang. Nemenin Abang. Pengen lihat cara pembuatannya, mau kucuri resepnya buat kupraktekin besok pagi," tolaknya menatap serius kedua tangan Kara yang mulai cekatan membuat pesanan.
"Boleh Mbak. Mencuri hatiku juga boleh," Kara tertawa lagi sambil fokus pada wajan yang berisi nasi yang siap disimpan di piring.
Asistennya dengan sigap mengambil beberapa piring yang hendak dihidangkan pada pembelinya.
"Dih Abang. Kalau mencuri hati Abang, nanti bakalan ada yang marah dong. Gini-gini juga aku mah ga mau jadi pelakor. Maunya cari pasangan yang benar-benar jomblo,"
Kara sesekali memandang wajah cantik yang ada di sampingnya. Dia tidak ingin membiarkan wajah cantik itu berlalu dengan cepatnya.
"Waaah kalau gitu cocok dong sama Abang," kata Kara dengan percaya dirinya.
Kara memulai memasukkan bumbu-bumbu andalannya kemudian menumisnya hingga harum, lalu memasukkan telur dan nasi putih.
"Beneran Abang masih jomblo?" tanya Amara sanksi.
"Ya beneran lah Mbak. Aku jualan juga sambil cari jodoh, siapa tahu ada pembeli yang nyangkut di hati," ujarnya secara perlahan membuka diri untuk mendapatkan cinta sejati.
"Dih memangnya layangan nyangkut,"
"Layangan kan nyangkutnya di atas pohon Mbak,"
"Oooh iya benar juga. Bang kenapa engga keliling kayak kemarin-kemarin?"
"Abang mah engga mesti keliling, Mbak. Kalau di sini rame ya cukup di sini aja jualannya, ini aja udah keteter. Makanya Abang ngajak teman buat bantuin cuci piring," ujar Kara sambil sesekali melirik wajah cantik Amara.
"Kalau kayak gini kan aku yang rugi Bang," ujarnya cemberut namun tidak mengurangi kecantikannya.
"Justru Mbak menang banyak. Lebih jauh Mbak mendatangi gerobakku, pahalanya akan berlipat ganda," ujarnya masih dengan candaan yang menghibur.
"Huh si Abang sok tahu. Oiya sebenarnya ada yang mau Mara omongin, Bang."
"Apa tuh, Mbak?"
"Tapi engga di sini juga dan engga malam ini. Kita jalan besok aja yuk! Abang ada waktu engga?"
"Buat Mbak Amara akan Abang usahakan."
"Kalau gitu Abang datang di restoran Raos Pisan yang menyajikan menu Nusantara dengan menu andalan masakan sunda, pukul 12.00 teng ya!" jelas Amara.
"Waaah ini Mbak lagi promosi?"
"Sambil menyelam minum air, Bang."
"Jangan, nanti tenggelam,"
"Hadeuuuh Abang becanda wae, ih!"
"Biarin atuh. Bisa mengurangi beban hidup yang engga pernah usai,"
Amara tergelak. Seraya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia merasa bahagia malam ini bisa bertemu dengan orang yang enak diajak ngobrol. Apalagi orangnya tampan rupawan.
"Nah ini dia nasi goreng spesial pake cintanya sudah jadi. Mau dibungkus atau dimakan di sini?"
"Bungkus lah Bang! Kasihan yang di rumah sudah nunggu,"
"Siap! Tapi lain kali bisa dong makan di sini sesekali aja. Biar gratis deh buat Mbaknya,"
"Gratis? Waah biasanya kalau makanan gratisan itu lebih enak lho Bang."
Wajah Amara berbinar mendengar ucapan Kara yang benar-benar menghiburnya malam ini.
"Pastinya," ujar Kara mantap.
"Gimana kalau yang ini juga gratis. Biar bisa kunikmati sampe ke hati,"
Amara menggodanya dengan guyonan. Dia hanya ingin mencandai laki-laki yang ada di hadapannya.
"Waduh dalam banget ucapanmu, Mbak. Oke deh yang ini gratis juga buat si Mbak. Salam ya buat calon mertua!" Kara tertawa renyah.
"Eeeh beneran ini gratis. Padahal aku cuma bercanda lho, Bang."
Amara merasa tidak enak hati. Niatnya bercanda tidak tahunya beneran.
"Atuh beneran juga ga papa, Mbak. Aku mah seneng bisa ngasih apa yang Mbak mau. Jangan kan nasi goreng, gerobaknya pun bisa aku kasih buat mas kawin,"
"Hah mas kawin? Tega amat Bang mau ngasih mas kawin gerobak nasgor..." ujarnya cemberut.
Kara tertawa lebar melihat ekspresi Amara yang lucu.
"Udah ah Bang, aku pulang aja. Makasih nasi gorengnya. Jangan pernah bosan kasih gratisan buatku. Terus jangan lupa besok siang datang ya! Jangan khawatir aku yang traktir!"
"Siap Mbak Amara tercantik di komplek ini,"
"Iiiiissh ngegombal melulu si Abang," wajah Amara bersemu merah. Beruntung suasananya malam hari. Kalau siang sudah tentu ia akan malu.
Kara menatap Amara yang melajukan motornya dengan pelan. Dia tersenyum melambaikan tangannya.
"Duuuh yang lagi kasmaran..."
Kara menoleh pada laki-laki yang sejak tadi sudah membantunya menghidangkan nasi goreng pada pembeli. Laki-laki itu bernama Tono. Dia adalah sahabat Kara sejak SMA.
"Makasih ya, kamu sudah membantuku selama ini. Aku yakin Amara gadis yang tepat untuk mendampingiku ke pelaminan," ujar Kara percaya diri.
"Aamiin. Semoga ini yang terakhir ya!" harap Tono pada sahabat abu-abunya itu.
Kara tersenyum, tidak lama kemudian ia langsung berpamitan pada Tono setelah menerima panggilan telepon.
"Maaf aku engga bisa lama. Biasa ada panggilan jiwa. Aku harus segera ke sana. Semoga laris manis daganganmu, Bro!"
Kara menepuk bahu lelaki itu beberapa kali.
"Eeeeh iya hati-hati ya! Sukses selalu buatmu! Makasih juga sudah membantuku melariskan dagangan ini!"
"Kamu jangan bosan menerimaku sebagai karyawan," ujar Kara menepuk bahu sahabatnya.
Tono tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tono memandang Kara yang tengah pergi menuju mobilnya yang berada di seberang jalan. Mobil itu pun bergerak dengan pelan kemudian membunyikan suara klakson yang menandakan mobil tersebut hendak meninggalkan tempat itu.
Sepeninggal Kara, datang seorang wanita cantik berhijab pashmina membeli nasi gorengnya. Sepertinya ia baru pulang kerja. Seraya memarkirkan motornya.
"Mang Tono 1 bungkus nasgornya ya! Pedas, pake ati ampela!"
"Siap Mbak Ela,"
"Tumben mamang sendirian?"
Mata Elana menyisir sekitar tempat itu. Dia tidak menemukan lelaki yang biasa membantu Mang Tono.
"Iya Mbak. Tadi yang biasa bantuin sudah pulang duluan. Ada panggilan jiwa katanya,"
Elana hanya tersenyum. Wanita satu ini memang lebih banyak diam. Tidak banyak bicara. Tapi sekalinya diajak ngobrol, bisa lupa waktu. Ia duduk di bangku sambil sesekali menguap.
"Mbak Ela baru pulang ya?" tanya Tono memecah keheningan malam.
"Iya Mang," jawabnya singkat.
"Emang malam begini, masakan restoran tidak bersisa ya, Mbak?" tanya Tono penuh selidik.
"Alhamdulillah Mang. Habis tak bersisa. Walaupun masih ada, para karyawan yang mengambil buat keluarganya di rumah. Mubazirkan kalau sampe dibuang. Mendingan diberikan ke orang biar lebih berkah,"
"Wah hebat atuh. Masih gadis sudah jadi pengusaha sukses. Amang mah ikut bangga atas kesuksesan Mbak! Yang penting Mbak Ela jangan sombong dan selalu menghargai karyawan. Biar pada betah kerja di sana," ujar Mang Tono menasehatinya dengan bijak.
"Aamiin terima kasih Mang."
Tidak lama kemudian, seorang wanita cantik datang turun dari sebuah mobil pajeri dengan pakaian kemeja putih dan celana panjang cukup ketat. Rambutnya ia geraikan. Seraya mendekati Mang Tono.
"Permisi Mang numpang tanya, tahu alamat ini engga?"
Wanita itu memperlihatkan kartu nama kepada Mang Tono.
"Hadeuh Mbak tanya ke Mbak yang lagi duduk aja ya! Mamangnya lagi sibuk ini,"
"Heh si Mamang diganggu sebentar aja ga mau," sungutnya. Seraya langsung menuju Elana yang sedang memainkan ponselnya.
"Pernisi Mbak. Numpang tanya, Mbak tahu alamat ini?"
Wanita itu memperlihatkan kartu nama tersebut dengan harapan wanita yang ada di hadapannya mengetahui alamat kekasihnya.
Kening Elana mengerut setelah membaca nama yang tersemat pada kartu nama tersebut.
"Kak Arya?" tanyanya dalam hati.
"Mbak siapanya dia?" tanya Elana penasaran.
"Oh saya kekasihnya, Mbak." jawab Arisa penuh percaya diri.
Elana terhenyak tidak percaya dengan pilihan kakak sepupunya itu. Matanya penuh selidik, khawatir jangan-jangan...
Up lg thor
Up lg thor
Wah dikara kepincut adeknya elana