NovelToon NovelToon
Golden Hands Arm

Golden Hands Arm

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Spiritual / Mengubah Takdir
Popularitas:8.8k
Nilai: 5
Nama Author: Sarunai

Pemuda 18 tahun yang hidup sebatang kara kedua orangtuanya dan adeknya meninggal dunia akibat kecelakaan, hanya dia yang berhasil selamat tapi pemuda itu harus merelakan lengan kanannya yang telah tiada
Di suatu kejadian tiba-tiba dia mempunyai tangan ajaib dari langit, para dewa menyebutnya golden Hands arm sehingga dia mempunyai dua tangan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarunai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30

Begitu mendapat izin, Klara langsung duduk di sebelah Han. Kini Han diapit oleh dua wanita cantik dari keluarga Subyo.

"Sekarang kamu juga jadi bagian dari keluarga Subyo, Han," kata Klara sambil tersenyum manis.

"Makasih ya, Han, udah nyembuhin leluhur kami. Kami tidak bisa bayangkan jika sampai terjadi sesuatu pada beliau. entah akan seperti apa Keluarga kami, mungkin kami akan menghilang seperti keluarga mahardika yang telah kehilangan leluhurnya demi terbebas dari musuh." lanjutnya sambil menatap mata Han dengan tulus.

"Udah ah, aku bosen denger ucapan terima kasih dari kalian. Aku udah bilang, aku bantu dengan ikhlas, jadi tidak perlu dibesar-besarkan seperti itu," jawab Han, terdengar agak lelah.

"Haha, yaudah, maaf kalau gitu," Klara terkekeh kecil, tidak tersinggung.

Sementara itu, Citra—sejak Klara datang—merasa seperti tak dianggap. Ia mencoba mencari perhatian Han.

"Eh Han, kamu mau lihat-lihat mansion ini nggak? Di sini ada ruang latihan bertarung loh, ada juga tempat buat berkultivasi. Kamu mau lihat nggak?" ajaknya dengan antusias.

"Iya Han, tempatnya nyaman banget buat latihan. Yuk, sama aku aja, biar aku tunjukin," tambah Klara langsung menimpali.

"Eh, Kak Klara, kok nyelonong aja sih? Aku duluan yang ajak Han!" protes Citra kesal.

"Lah, kan kita bisa lihat sama-sama," jawab Klara, tetap tenang.

"Nggak bisa! Aku maunya berdua aja sama Han. Ayo, Han," ujar Citra sambil menarik tangan Han.

Tapi ternyata, Klara juga tidak tinggal diam. Ia ikut menarik tangan Han dari sisi lainnya.

Han yang berada di antara dua arah tarikan itu hanya bisa menghela napas. Kepalanya mulai pusing melihat perseteruan kecil ini.

Tak jauh dari mereka, tampak orang tua Klara dan Citra sedang memperhatikan dari kejauhan. Ekspresi mereka campur aduk antara heran dan geli. Mereka tak menyangka anak-anak perempuan mereka bisa bersikap seperti itu hanya karena satu pria.

"Sepertinya anak-anak kita menyukai lelaki yang sama," ujar Haryono sambil tersenyum.

"Ya, sepertinya begitu. Tapi aku tidak keberatan sama sekali. Bagaimanapun juga, Nak Han telah menyelamatkan keluarga kita," jawab Jaja, jujur dari lubuk hatinya, ia berharap Klara bisa memiliki hubungan khusus dengan pemuda hebat itu.

Meskipun mereka tidak mengetahui tingkat kultivasi Han, mereka yakin Han bukanlah pemuda biasa.

"Sudah, stop!!" tiba-tiba Han berseru, melepaskan tangannya yang ditarik ke kiri dan kanan.

"Aku mau pulang saja. Lagipula ini sudah malam, dan besok aku harus mengantar Anya ke sekolah barunya," kata Han, mencari alasan agar mereka berhenti berebut.

"Yah... kok pulang sih? Yaudah, tapi besok jemput aku ya! Aku juga mau ikut nganterin Anya ke sekolah," kata Citra, masih berusaha mencari cara agar bisa bersama Han.

"Aku juga, Han. Aku juga mau anterin Anya di hari pertamanya sekolah. Pasti dia bakal senang banget. Kamu nggak usah anterin aku kuliah, cukup sampai di sekolah kalian berdua aja, nanti aku naik taksi," kata Klara tidak memberikan kesempatan pada Citra untuk berduaan dengan Han, walaupun dia yakin bahwa Citra akan tetap mendekati Han saat di sekolah.

Han menghela napas panjang.

"Hah... oke, aku akan jemput kalian."

"Iya, jemputnya di sini aja, ya. Kami nginap di sini, jadi kamu nggak perlu repot ke sana kemari," tambah Klara dengan mata berbinar-binar, senang karena diizinkan ikut mengantar Anya.

Setelah berpamitan dengan keluarga Subyo, Han pun pulang ke rumahnya.

Pukul 23.00, Han tiba di vila miliknya. Ia langsung masuk dan menuju kamar Anya untuk memastikan gadis kecil itu sudah tidur.

Begitu membuka pintu, Han melihat Anya tertidur di meja belajar, dengan kepala bertumpu di atas buku dan pensil masih tergenggam di tangannya. Han tersenyum lalu mengangkat tubuh kecil itu dengan hati-hati dan memindahkannya ke atas kasur.

"Sepertinya dia kelelahan habis belajar," batin Han.

Ia mencium kening Anya, lalu menyelimuti tubuh mungil itu dengan hangat. Setelah itu, Han keluar dari kamar dan menuju kamar mandi sebelum tidur.

––

Pagi itu, Han dan Anya sedang sarapan bersama di meja makan. Suasana hangat terasa di dalam rumah.

"Anya, gimana? Udah siap buat hari pertama sekolah?" tanya Han sambil mengunyah rotinya.

"Siap dong, Bang! Anya mau jadi anak pintar biar Abang senang," jawab Anya penuh semangat, senyum ceria menghiasi wajahnya.

"Bagus. Nanti pulangnya tunggu Abang, ya. Jangan kemana-mana sebelum Abang datang jemput." kata Han menatap Anya serius.

"Iya, Bang," angguk Anya patuh.

Pagi itu Han memutuskan memakai mobil Lamborghini Urus-nya, karena Citra dan Klara ingin ikut mengantar Anya. Ia menjemput mereka di kediaman keluarga besar Subyo.

Setelah semuanya siap, Han melajukan mobilnya ke SDN Tamian, tempat Anya akan bersekolah. Sekitar sepuluh menit kemudian, mereka sampai di sekolah dasar tersebut.

Dengan langkah tenang, Han ditemani dua gadis cantik dari keluarga Subyo, mendaftarkan Anya kepada kepala sekolah. Proses pendaftaran berjalan lancar, dan Anya pun resmi masuk ke kelas 1.

Di depan kelas, Han berjongkok agar sejajar dengan adik kecilnya. Ia mengusap rambut Anya penuh kasih sayang.

"Yaudah, Anya belajar yang rajin, ya. Abang, Kak Citra, dan Kak Klara juga mau pergi sekolah."

"Iya, Bang! Anya bakal rajin belajar biar bisa pintar kayak Abang!" jawab Anya penuh semangat.

"Pintar kayak Kak Citra dong, Anya. Abang kamu aja dulu kalah nilai sama aku," celetuk Citra sambil tersenyum menggoda.

"Ehh, pintar kayak Kak Klara aja, Anya! Kakak udah kuliah, jadi pengetahuannya udah pasti jauh lebih banyak dari Abang kamu dan Kak Citra," timpal Klara, tak mau kalah.

Citra hanya memutar matanya malas, sedangkan Anya tersenyum geli melihat dua kakak itu saling membanggakan diri. Han? Dia hanya diam sambil melirik ke arah keduanya—bodo amat.

Sebelum berpisah, Han memberi Anya uang saku lima puluh ribu.

"Ini buat jajan.

"Terimakasih Bang!" jawab Anya dengan senyum bahagia, tidak menyangka akan mendapatkan uang jajan sebanyak itu, dulu jika mendapatkan uang lima puluh ribu maka dirinya akan berhemat untuk satu minggu untuk makan sedangkan sekarang dirinya tidak perlu melakukan seperti itu tapi ia bertekad untuk menabung.

Setelah itu, Han melanjutkan perjalanan ke sekolah bersama Citra dan Klara yang masih setia menempel.

Di kelas, Han duduk bersebelahan dengan Citra. Mereka berdua memperhatikan penjelasan dari Bu Andini di depan, sementara Klara. setelah sampai di sekolah Han dan Citra ia turun dan pergi kekampus menggunakan taksi.

Ting!! Ting!! Ting!!

Bel istirahat berbunyi nyaring, menandakan jam pelajaran telah selesai sementara. Suasana kelas langsung riuh oleh suara murid-murid yang bersiap keluar.

"Han, ayo ke kantin!" ajak Citra antusias sambil berdiri dari kursinya.

"Ayo," jawab Han singkat.

Mereka berjalan bersama menuju kantin. Seperti biasa, jam istirahat membuat kantin penuh sesak oleh murid-murid yang berebut tempat duduk dan antrean makanan.

"Kamu mau pesan apa? Biar aku aja yang pesan, kamu cari tempat duduk duluan," kata Citra cepat sebelum mereka masuk lebih dalam ke kantin.

"Oke, aku mau bakso jumbo, minumnya jus alpukat," jawab Han santai.

Han langsung melangkah cepat ke pojok kantin dan berhasil mendapatkan meja kosong. Ia duduk santai sambil menunggu Citra yang sedang mengantre.

Tak lama kemudian, Citra datang bersama bibi kantin yang membawa nampan berisi makanan. Mereka makan bersama sambil ngobrol santai.

Namun, dari kejauhan, ada sepasang mata yang menatap tajam ke arah mereka.

"Sial! Dia masih berani dekat-dekat Citra padahal udah di kasih peringatan," geram Piqri, salah satu murid dari keluarga Sapphire yang cukup ditakuti di sekolah.

Ia berdiri di sudut kantin, tiga kancing seragam sekolahnya tidak dikancingkan, menambah kesan urakan pada dirinya.

"Bener tuh, masa tuan muda dari keluarga Sapphire kalah saing sama anak baru?" celetuk temannya sambil menyikut perut temannya yang ada di samping memprovokasi.

Piqri mengepalkan tangan dan mengatupkan rahangnya keras. Matanya menatap Han penuh amarah, seolah bersumpah akan memberinya pelajaran dalam waktu dekat.

Sementara itu, Han tetap tenang. Ia menyadari ada yang memperhatikannya, tapi memilih untuk bersikap biasa saja, seakan tak peduli.

"Lapor Jenderal, kami sudah menyelidiki anak muda itu. Namanya Hand Ivanov, usia 18 tahun. Ternyata dia berasal dari Desa Raman. Kedua orangtuanya serta adik kandungnya meninggal dunia akibat kecelakaan sekitar satu setengah tahun yang lalu. Dia satu-satunya yang selamat, tapi kehilangan satu tangan akibat kejadian itu," ujar Demon, yang telah beberapa hari ini menyelidiki Han.

Tentu saja, sebagai seorang kultivator, kehilangan lengan bukanlah akhir segalanya. Bagi Jenderal Samudera, hal itu bukan hal yang mengejutkan.

"Lengannya tumbuh kembali?" tanya Jenderal Samudera datar.

"Benar, Jenderal. Sudah tumbuh kembali sekitar satu bulan setelah kecelakaan. Ini sesuai dengan kemampuan regenerasi tingkat lanjut pada kultivator level tinggi."

Entah dapat informasi dari mana Sang Komandan Demon sehingga menyimpulkan bahwa Han telah menumbuhkan lengannya kembali setelah satu bulan dari kecelakaan? padahal kenyataannya, Han baru saja menumbuhkan lengannya saat ingin ke kota ini dan itu pun bukan lengan biasa.

"Ada lagi?" tanya Jenderal Samudera sambil menyilangkan tangan, menatap lurus ke Demon.

"Ada, Jenderal. Satu bulan yang lalu, dia pindah ke Kota Tamian. Sekarang tinggal di Villa Loc Frumos, tingkat 1. Dia bersekolah di SMA Tamian School. Selain itu, dia memiliki adik angkat bernama Anya Ivanov, usia enam tahun. Anya diselamatkan olehnya dari kelompok Tengkorak Hitam—sebelum kelompok itu dibabat habis oleh Han sendiri." Demon berbicara sambil membaca data dari tabletnya.

"Dan sepertinya dia juga memiliki hubungan dekat dengan keluarga Subyo," tambahnya.

Jenderal Samudera mengangguk pelan, lalu meletakkan tangannya di atas meja, tampak berpikir sejenak.

"Mengagumkan..." gumamnya. "Sepertinya kita tidak salah menilai anak itu. Kalau dia bergabung dengan pasukan nasional dan menjadi Letnan Jenderal, itu akan menjadi aset luar biasa untuk negara kita. Dia bahkan bisa melatih para prajurit kita agar jauh lebih kuat."

Dirinya sekarang tidak punya alasan lagi untuk mencurigai Han, dia sangat percaya dari hasil penyelidikan Demon yang sudah terkenal kehebatannya dalam menangani sebuah kasus, dan Han terbukti tidak memiliki catatan kriminal.

Jenderal Samudera menatap layar holografik yang menampilkan wajah Han.

"Apalagi dia mampu meratakan Tengkorak Hitam dan mengalahkan Richard—yang kita tahu adalah kultivator tingkat Master Pembangunan. belum lagi dengan teknik terlarang yang di gunakannya itu, Itu... sangat luar biasa dan tidak masuk akal untuk anak seusianya."

1
Iwan Brando
kenapa sdh selesai outhor ceitanya
Sarunai: lanjutannya nanti malam ya☺
total 1 replies
Chaidir Palmer1608
thor tawaran terakhir kan 2T kok turun jadi 1T sih lupa ya thor apa dah ngantuk ya, kopi mana kopi
Sarunai: wah.. baru sadar😅
total 1 replies
Kama
Nggak cuma ceritanya saja yang menghibur, karakternya juga sangat asik. Aku jadi terbawa-bawa suasana. Ciyeee haha
Gato MianMian
Kayaknya harus kasih bintang lima deh buat cerita ini!
Sarunai: terimakasih ☺
tunggu kelanjutannya 😄
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!