NovelToon NovelToon
Sumpah Raja Duri

Sumpah Raja Duri

Status: tamat
Genre:Fantasi Isekai / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Peramal / Cinta Istana/Kuno / Tamat
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: tanty rahayu bahari

Elara, seorang ahli herbal desa dengan sihir kehidupan yang sederhana, tidak pernah menyangka takdirnya akan berakhir di Shadowfall—kerajaan kelabu yang dipimpin oleh raja monster. Sebagai "upeti" terakhir, Elara memiliki satu tugas mustahil: menyembuhkan Raja Kaelen dalam waktu satu bulan, atau mati di tangan sang raja sendiri.
​Kaelen bukan sekadar raja yang dingin; ia adalah tawanan dari kutukan yang perlahan mengubah tubuhnya menjadi batu obsidian dan duri mematikan. Ia telah menutup hatinya, yakin bahwa sentuhannya hanya membawa kematian. Namun, kehadiran Elara yang keras kepala dan penuh cahaya mulai meretakkan dinding pertahanan Kaelen, mengungkap sisi heroik di balik wujud monsternya.


Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanty rahayu bahari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29: Air Mata Raja

​Kaelen tidak bisa mendengar sorakan kecil para prajurit yang loyal di luar kuil, yang kini berdatangan dan mengejar sisa-sisa pasukan Vane. Dia hanya mendengar keheningan. Keheningan yang menakutkan dari tubuh yang dia dekap.

​Dia mengangkat tubuh Elara yang dingin, membawanya ke altar batu yang kini bersih dari abu Vane. Vorian berlutut di samping mereka, wajahnya pucat.

​"Elara," bisik Kaelen, menggoyang tubuh gadis itu dengan lembut. "Bangun. Kau berhasil. Kita menang. Vane sudah tiada."

​Elara tidak bergerak. Tidak ada kenaikan dada, tidak ada denyutan nadi di lehernya. Kulitnya pucat seperti salju, dan dua helai rambut putih di pelipisnya kontras menyakitkan dengan sisa rambutnya yang cokelat.

​Kaelen menempelkan telapak tangan batunya ke dada Elara, mencoba menyalurkan sihirnya—sihir Void, sihir yang telah dia pelajari untuk digunakan sebagai senjata.

​"Ambil, Elara! Ambil kekuatanku!" Kaelen memohon. "Ambil kutukan ini! Aku tidak butuh nyawa, aku butuh kau!"

​Tapi setiap kali sihir gelapnya menyentuh tubuh Elara, gadis itu hanya menjadi semakin dingin. Void hanya bisa mengambil, tidak bisa memberi kehidupan.

​"Yang Mulia, hentikan!" kata Vorian, menahan tangan Kaelen. "Anda hanya menyakitinya! Sihir Anda adalah racun baginya sekarang!"

​Kaelen menatap Vorian. Matanya dipenuhi rasa putus asa yang menakutkan. Dia adalah Raja, Pahlawan Perang, Penguasa Kegelapan—tapi dia tidak berdaya di hadapan kematian yang mencuri satu-satunya hal yang dia cintai.

​"Aku membiarkannya pergi!" Kaelen berteriak, suaranya pecah menjadi isakan yang menyakitkan. "Aku menyuruhnya lari! Aku melindunginya! Dan dia datang kembali, dan dia... dia membunuh dirinya sendiri untukku!"

​Kaelen menarik Elara ke dalam pelukannya. Dia memeluknya erat-erat, menempelkan keningnya ke bahu gadis itu.

​"Ini tidak adil," bisik Kaelen, suaranya bergetar. "Dewa Kematian, jika Kau mendengarku, ambil aku! Ambil kutukan ini! Ambil semuanya! Aku akan menukar sisa hidupku, sisa jiwaku, dengan satu napas lagi dari gadis ini! Kumohon!"

​Kaelen tidak lagi memohon sebagai Raja. Dia memohon sebagai seorang pria yang hatinya hancur.

​Saat rasa sakit dan penyesalan murni itu membanjiri dirinya—rasa sakit karena kehilangan, bukan rasa sakit karena kutukan—sesuatu yang ajaib terjadi.

​Kutukan Maledictus Obsidianis diciptakan untuk memakan penyesalan. Tapi saat ini, penyesalan Kaelen bukan lagi tentang dirinya sendiri, melainkan tentang Elara. Itu adalah cinta murni yang disalurkan melalui keputusasaan.

​Lapisan obsidian di tangan Kaelen mulai retak. Bukan retakan yang mengerikan, melainkan retakan seperti kaca yang pecah. Duri-duri kristal hitam yang tertanam di bahu kanannya mulai hancur menjadi bubuk halus.

​Kaelen terkesiap. Dia merasakan sensasi menyakitkan yang luar biasa—rasa sakit yang telah hilang selama sepuluh tahun—saat batu itu melepaskan dirinya dari kulitnya. Dia mengerang, tetapi kali ini, dia tidak melawan. Dia membiarkan kutukan itu pergi.

​SHIIIING!

​Sebuah ledakan cahaya putih keemasan yang tenang keluar dari tubuh Kaelen. Seluruh lapisan batu obsidian itu terlepas, jatuh ke lantai kuil menjadi debu kelabu. Kaelen kini bersih. Tangannya adalah kulit manusia biasa, hangat, dan lembut. Wajahnya yang dulunya kaku karena batu kini kembali fleksibel, dipenuhi kerutan rasa sakit.

​Kutukan itu telah hancur. Bukan oleh penawar, melainkan oleh kekuatan cinta yang mengalahkan penyesalan diri.

​Kaelen menunduk, menatap tangannya yang sembuh. Tapi itu tidak penting.

​Dia menunduk ke wajah Elara, air mata panas mengalir dari matanya. Itu bukan air mata batu. Itu adalah air mata manusia. Air mata seorang Raja yang berduka.

​Satu tetes air mata panas itu jatuh ke pipi Elara, tepat di atas luka gores kecil yang dia dapat di medan perang.

​Saat air mata Kaelen menyentuh kulit Elara, cahaya hijau terang memancar dari tempat air mata itu jatuh.

​"Yang Mulia!" seru Vorian tak percaya.

​Air mata Kaelen adalah air mata pembersihan kutukan. Air mata yang mengandung sihir kehidupan murni dari jiwanya yang kini telah bebas.

​Kaelen tidak mengerti apa yang terjadi. Dia hanya tahu dia harus memberinya lebih. Dia menempelkan wajahnya ke wajah Elara, menangis sejadi-jadinya, air matanya membasahi kulit gadis itu.

​Energi itu—kekuatan yang seharusnya membuat Elara mati—kini mengalir kembali. Bukan sebagai sihir Kaelen, melainkan sebagai kehidupan yang baru.

​Perlahan, warna pucat di wajah Elara mulai surut. Bibirnya yang kebiruan mendapatkan kembali warna merah mudanya.

​Elara terbatuk pelan.

​Kaelen membeku. Dia mengangkat kepalanya, menatap wajah gadis itu.

​Mata Elara terbuka. Cokelat matanya memancarkan cahaya lemah, tapi penuh pengakuan. Dia melihat wajah Kaelen yang basah air mata, yang kini bersih dari batu obsidian.

​"Kaelen," bisik Elara, suaranya lemah. "Kau... kau sembuh."

​Kaelen tidak menjawab. Dia hanya memeluk Elara erat-erat, gemetar hebat karena kelegaan dan kelelahan.

​"Jangan pernah berani-berani melakukan itu lagi," bisik Kaelen, suaranya serak. "Aku lebih baik menjadi patung abadi daripada harus hidup sehari tanpamu."

​Elara tertawa lemah, menyentuh pipi Kaelen yang basah. "Tapi, Kaelen. Kau menangis. Kau... tidak lagi terbuat dari batu."

​Vorian, yang menyaksikan keajaiban itu, tersenyum kecil. Dia tahu bahwa Raja yang kembali ke Shadowfall ini bukan lagi Raja Duri. Dia adalah Raja Manusia.

​Beberapa jam kemudian, saat matahari terbit di atas kuil yang telah dibersihkan oleh sihir Kaelen, mereka bersiap untuk kembali.

​Vorian telah dirawat oleh Elara (menggunakan sihirnya yang kini kembali lemah, tapi fungsional). Kaelen, meski sembuh total dari kutukan, lemah tak berdaya setelah pelepasan sihir yang besar itu.

​Mereka menaiki kuda Vorian. Kaelen duduk di depan, memeluk Elara yang masih lemah di punggungnya.

​"Kita akan kembali ke Shadowfall," bisik Elara. "Vane sudah tiada. Aku harus mengurus sisa pengkhianat dan menyembuhkan rakyatmu."

​"Aku tidak peduli pada Shadowfall," bisik Kaelen, menempelkan keningnya ke kepala Elara. "Aku hanya peduli pada rumah kaca dan bunga Moondrop-mu."

​"Kalau begitu, mari kita pulang," kata Elara.

​Di belakang mereka, reruntuhan kuil Mortis menjadi saksi bisu akhir dari sebuah kutukan, dan awal dari sebuah takdir baru.

...****************...

BERSAMBUNG .....

Terima kasih telah membaca💞

Jangan lupa bantu like komen dan share❣️

1
Alona Luna
wahhh akhirnya happy ending ☺️
Alona Luna: wahhhh ok. baik
total 2 replies
Alona Luna
semangat next kak☺️
Alona Luna: sama-sama kak.☺️
total 2 replies
Alona Luna
next kak.. makin seru ceritanya
Ara putri
semangat kak, jgn lupa mampir juga keceritaku PENJELAJAH WAKTU HIDUP DIZAMAN AJAIB
tanty rahayu: semangat juga ya ka.... wah kayanya seru tuh 😍nanti aku mampir baca ya
total 1 replies
Alona Luna
ceritanya bagus kak. next
Alona Luna: aku tunggu kak☺️
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!