NovelToon NovelToon
Heera. Siapakah Aku?

Heera. Siapakah Aku?

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Berbaikan / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Putri asli/palsu
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Dian Fauziah

Heera Zanita. Besar disebuah panti asuhan di mana dia tidak tahu siapa orang tuanya. Nama hanya satu-satunya identitas yang dia miliki saat ini. Dengan riwayat sekolah sekedarnya, Heera bekerja disebuah perusahaan jasa bersih-bersih rumah.
Disaat teman-teman senasibnya bahagia karena di adopsi oleh keluarga. Heera sama sekali tidak menginginkannya, dia hanya ingin fokus pada hidupnya.
Mencari orang tua kandungnya. Heera tidak meminta keluarga yang utuh. Dia hanya ingin tahu alasannya dibuang dan tidak diinginkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Fauziah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29

Suara tertawa dan obrolan hangat langsung terdengar begitu aku membuka pintu apartemen. Aku melihat Eni yang tengah membersihkan meja ruang tamu. Jadi, aku tahu siapa yang tengah mengobrol dan tertawa bersama.

Meski begitu, aku tidak marah. Seharian ini aku sudah lelah dengan berbagai hal. Aku tidak ingin menguras energiku hanya untuk marah pada Mada karena dia dekat dengan Leona. Jika memang Mada cinta dan menghargaiku, tentunya dia akan tahu apa yang dia lakukan tanpa harus aku dikte.

"Nona sudah pulang? Mau saya siapkan makan malam?"

Aku menoleh sedikit ke arah ruang makan. Aku bertemu mata dengan Mada, tapi aku memilih memalingkan wajahku. Tidak lapar, juga tidak ada nafsu makan.

"Tidak usah. Aku mau langsung istirahat saja. Oh ya, aku minta tolong besok pagi siapkan bekal sarapan. Aku ingin sarapan dengan temanku di kantor."

"Baik, Nona."

Selesai mandi aku memilih duduk di sofa dekat jendela. Menatap keluar di mana lampu-lampu kota menyala dengan indahnya. Aku benar-benar merasa lelah dengan hidupku ini.

Mau menangis rasanya, tapi aku tidak tahu hal apa yang harus aku tangisi. Aku hanya bisa menghela nafas panjang dan berharap semuanya kembali seperti apa yang aku inginkan.

Perlahan cahaya dari luar masuk. Aku tahu Mada kembali ke kamar. Aku memang sengaja membuat kamar ini redup, entah kenapa aku merasa lebih tenang saja.

Mada duduk di sampingku. Terdengar jelas suara nafasnya. Namun, aku memilih tetap pada pandanganku. Aku tidak ingin mendengar apapun dari Mada, apa lagi tentang Leona.

Jika saja Leona tidak menancapkan bendera perang, mungkin aku akan biasa saja. Sayangnya Leona tidak sepolos itu, dia memang berniat mengambil Mada dariku.

"Kamu masih marah?"

Pertanyaan itu membuat aku semakin bungkam. Tidak ada niatan menjawab, aku memilih untuk berpindah ke tempat tidur. Berbaring dan berharap esok akan segera datang.

Mada ikut berbaring juga, aku merasakan dia mendekat dan memeluk diriku. Kami saling diam, sampai aku tidak sadar kapan aku tertidur dalam pelukan itu.

*.*.*.*

Aku terbangun dengan tubuh yang segar. Mada masih terlelap, jadi aku masih bisa leluasa melakukan apa yang aku mau. Padahal biasanya dia sudah bangun dan berangkat lari pagi.

Baru saja turun. Aroma masakan sudah tercium, aku tahu Eni tengah menyiapkan bekal untukku. Istirahat semalam memang benar membuat aku merasa lebih baik dari hari kemarin. Bahkan aku sudah menyiapkan rencana untuk ke depannya.

Moodku langsung turun begitu melihat Leona sudah duduk di meja makan. Aku awalnya tidak peduli, tapi melihat baju tidur yang dia gunakan benar-benar membuat aku mengelus dada. Pakaian kurang bahan dan banyak lubang di sana-sini.

"Nona. Mau minum susu coklat?" tawar Eni.

"Tidak. Sebentar lagi aku berangkat, tolong siapkan ya."

"Baik, Nona."

"Heera."

Aku menoleh pada Leona yang masih duduk di tempat yang sama.

"Apa kau sudah menyerah? Mada kembali luluh padaku. Padahal aku hanya mengadu sedikit pada orang tuaku."

Dengan bangganya Leona mengatakan semua itu. Saat itu bukan Mada yang aku pikirkan, melainkan aku membayangkan jika aku juga punya orang tua. Di mana aku bisa berkeluh kesah pada mereka. Sudahlah, hanya angan saja.

"Aku dengar kau sudah menemukan keluargamu. Kenapa kau tidak kembali pada mereka?"

Aku tidak tahu maksud Leona mengatakan semua itu.

"Apa maksud ucapanmu?"

"Apa kau bodoh? Jelas-jelas Mada sudah tidak menginginkan kamu lagi. Jadi, lebih baik jika kau pergi dari tempat ini."

Eni hanya menggelengkan kepalanya saat mendengar Leona mengatakan hal itu. Sementara aku hanya tersenyum kecil.

"Jika benar. Aku ingin Mada sendiri yang mengatakan padaku."

"Baiklah. Aku akan memintanya untuk mengusirmu nanti."

Aku mengangguk. Lalu memilih pergi dari sana. Aku tidak ingin di pagi yang indah ini harus menjadi pagi yang berantakan. Hanya karena Mada kembali memihaknya, dia kembali berulah.

Pintu kamar kembali aku buka. Aku berganti pakaian dan bersiap ke kantor. Indah sudah mengirimiku pesan untuk bertemu pagi ini.

"Kamu sudah siap?"

Aku menoleh, ternyata Mada yang bangun dari tidurnya.

"Ya."

"Aku akan mengantarmu."

"Tidak perlu. Kau urus saja calon istrimu itu di bawah."

Tanpa menoleh pada Mada. Aku mengambil tas dan langsung pergi. Tidak lupa juga aku mengambil kotak bekal yang sudah disiapkan Eni tadi.

Saat akan masuk ke lift aku bertemu dengan Aron. Seperti biasa, dia memakai setelan jas rapi tanda akan bekerja. Aku mengira hari ini Mada libur karena bangun siang. Tidak tahunya Aron sampai datang menjemputnya.

Baru keluar gedung apartemen. Aku sudah bertemu dengan Oma Melati yang berdiri di sisi mobilnya. Entah dari mana dia tahu jika aku tinggal di sini. Mungkin Elvi yang sudah memberi tahunya.

"Pagi Oma."

"Pagi. Apa kamu ada waktu?"

"Maaf Oma. Pagi ini aku bekerja, mungkin nanti setelah pulang bekerja."

"Baiklah. Jika sudah waktunya kamu pulang. Kamu kabari Oma, Oma akan menjemputmu."

"Tentu, Oma."

"Kamu berangkat sendiri? Naik apa?"

"Naik taksi kalau tidak bus, Oma."

"Sayang sekali. Ayo masuk, aku akan mengantarkan kamu."

"Baik Oma."

Dalam perjalanan ke Home Clean. Oma Melati banyak membahas tentang Pak Arga. Di mana mulai hari ini Pak Arga sudah masuk ke kantor Hilmar kembali. Meski masih dalam pengawasan.

Aku senang mendengarnya. Setidaknya Pak Arga sudah mulai stabil emosinya. Sayangnya kami sudah jarang bertemu. Mungkin karena jadwal Pak Arga yang padat, mungkin juga karena Oma Melati ingin menjauhkan aku darinya.

"Jadi, Papa Arga sudah menerima semuanya?"

"Ya. Begitulah."

Sebenarnya aku ingin mendapatkan jawaban lebih dari ini. Sayangnya Oma Melati terlihat tidak ingin membahasnya lagi.

"Sudah sampai Oma. Aku turun dulu," kataku.

"Jangan lupa kabari aku nanti."

"Baik, Oma."

Setelah mobil Oma Melati pergi aku masuk. Indah sudah menungguku ternyata. Dia juga membawa bekal sarapan.

"Bagaimana hari ini?" tanya Indah.

"Aku harap semuanya baik."

"Semuanya akan baik, tenang saja. Kau diantar siapa?"

"Oma Melati. Orang tuanya Pak Arga."

"Papa kali," goda Indah.

Aku hanya tersenyum saja. Sejak bekerja dan berteman, aku jadi merasa lebih hidup. Walaupun tidak semua masalah bisa aku ceritakan tapi setidaknya aku memiliki teman untuk mendengarkan aku. Indah adalah sosok teman itu, dia tidak pernah menuntut aku dekat dengannya. Namun dari sikapnya yang membuat aku ingin dekat dengannya.

"Heera."

"Ya."

"Kau bawa bekal apa?"

"Aku belum tahu. Ayo kita lihat."

Ternyata Eni membawakan aku ayam goreng krispi dengan sambal. Padahal aku tidak terlalu suka sambal, tapi aku harus memakannya saat ini.

"Kelihatan enak. Aku hanya bawa bubur ayam," kata Indah.

"Mau tukar nggak?"

"Beneran?"

Aku mengangguk dengan semangat.

"Boleh deh. Aku suka sambal yang pedas seperti ini," kata Indah.

"Aku tidak terlalu suka dengan pedas."

1
Berlian Nusantara dan Dinda Saraswati
ehhh blm ada yg ketemu novel ini kah aku izin baca ya thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!