⛔ jangan plagiat ❗❗
This is my story version.
Budayakan follow author sebelum membaca.
Oke readers. jadi di balik cover ungu bergambar cewek dengan skateboard satu ini, menceritakan tentang kisah seorang anak perempuan bungsu yang cinta mati banget sama benda yang disebutkan diatas.
dia benar-benar suka, bahkan jagonya. anak perempuan kesayangan ayah yang diajarkan main begituan dari sekolah dasar cuy.
gak tanggung-tanggung, kalo udah main kadang bikin ikut pusing satu keluarga, terutama Abang laki-lakinya yang gak suka hobi bermasalah itu.
mereka kakak-adik tukang ribut, terutama si adik yang selalu saja menjadi biang kerok.
tapi siapa sangka, perjalanan hidup bodoh mereka ternyata memiliki banyak kelucuan tersendiri bahkan plot twist yang tidak terduga.
salah satunya dimana si adik pernah nemenin temen ceweknya ketemuan sama seseorang cowok di kampus seberang sekolah saat masih jam pelajaran.
kerennya dia ini selalu hoki dan lolos dari hukuman.
_Let's read it all here✨✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daisyazkzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
•Villa•
Liburan musim panas bagi mahasiswa telah datang. Para pemuda-pemudi penghuni kampus mulai bubar dari asrama maupun bangunan-bangunan penuh kata 'belajar' itu.
Mereka semua menikmati dan menunggu-nunggu saat ini. Tidak heran dalam waktu semalam bangunan universitas langsung lenggang.
"Damara, tahu nggak~~" Zyle tersenyum miring sambil mengambil ice cream yang baru dibeli Damara dari plastik.
"ya?"
"aku mau ke villa!!"
Damara ber-hmm pendek, sibuk membersihkan wajahnya.
"Ayo ikut?"
"kayaknya aku sib-"
"Ada om Victor~ dia yang menanggung semua biaya. Dia itu ATM berjalan milikku..hahahah."
Damara beringsut merangkul lengan Zyle. "Cewek imut, siapkan mobil yang besar ya! Bilang pada paman hot itu, ratu kampus ini mau ikut!!" Damara mengelus-elus kepala Zyle seperti anak kucing. "oh, aku juga mau mengajak Kakakku." bisiknya.
Zyle mengangguk, "cih.."
"oke kapan kita berangkat? Aku telfon kakakku sekarang." kata Damara. "halo....pak dosen??"
Suara Devano terdengar serak, baru bangun tidur. "ada apa? perlu uang?"
"apa sih...aku bilang nggak perlu. Kak, apa kakak kosong pekan ini?" tanya Damara langsung ke inti.
"memang kenapa?" Devano balik bertanya. "kamu mau mengajak pergi lagi? Kamu selalu main-main.."
"ah kakak...ayoo~~please? Soalnya aku diajak menginap di villa dengan Zizi dan pamannya!"
"bagaimana dengan skripsi? Apa punyamu sudah selesai? aku akan memblokir rekening kalau kamu selalu meremehkan kuliah."
Zyle tertawa sampai suaranya terdengar Devano.
Damara berdecak sebal. "pokoknya besok aku mau ikut Zizi. Terserah kakak."
"Ya... lihat saja nanti. Kalau bisa aku datang."
Telfon ditutup oleh Omelan Damara. Zyle hanya tertawa-tawa mendengar dia malah diceramahi.
Tapi Damara tiba-tiba bilang, "Zi, kayaknya kakakku harus cepat-cepat menikah..."
Zyle yang mendengar itu jadi bingung, "memangnya kenapa?"
"aku cuma nggak tega melihat dia sibuk setiap hari, jarang tertawa. Sekarang malah pekerjaannya lebih ekstrem.." jawab Damara. "padahal aku sudah bilang seharusnya dari awal dia tak perlu jadi dosen disini.."
"Kayaknya dia memang orang yang ambisius." tukas Zyle. "apa kakakmu juga nggak pernah bicara tentang pernikahan?"
Damara menggeleng, "bukan tak pernah. Lebih tepatnya dia memandang pernikahan itu sesuatu yang sakral...hahaha...aku tahu betul pola pikirnya. dia tipe orang yang serius dan tak suka tanggung-tanggung...kalau memang sudah siap menikah dia pasti langsung melamar tanpa pendekatan atau hubungan diluar itu..."
Zyle takzim menyimak, tahu kepribadian Devano yang sangat menjaga batasan dan tidak suka main-main.
"Tapi apa dia punya orang yang disukai?"
"hm? Itu....entahlah aku tidak tahu banyak. Tapi...ya..dia sepertinya sedang mengincar seseorang akhir-akhir ini... soalnya dia sering berbuat sesuatu yang aneh."Damara tersenyum. "memangnya kamu sendiri bagaimana? Apa kamu suka seseorang?"
"sepertinya percuma. Aku suka tapi orang itu nggak pernah menunjukkan perasaan yang sama.." Zyle manyun.
"begitu? harusnya kamu langsung dekati dengan brutal. Lama-lama dia pasti luluh."
Mereka berdua tertawa.
***
"Oho...siapa ini??.." Victor mengusap kumis tipisnya sambil menaikkan kacamata hitam ke dahi.
ia siap dengan mobil yang berbeda dari kemarin, lebih besar dan mewah.
Damara buru-buru berdiri di samping sang kakak sambil tersenyum malu-malu, "ini kakakku om...eh..paman.."
Devano mengangguk pelan, "Apa saya diizinkan ikut menemani adik saya?"
Victor memandangi pemuda itu dari atas sampai bawah. Tersenyum miring. "ok, tentu. Nona cantik ini adikmu? Siapa namamu?"
"Saya Devano. Salam kenal."
Dari dalam mobil Zyle berteriak, "Om! ayo jalan dong!! Lama banget sih..."
Devano menoleh sejenak, menatap Zyle yang terlihat dari spion mobil. Ia sebelumnya tak pernah mendengar gadis itu bicara dengan nada tadi selain pada Ren, sang kakak.
Semua barang sudah dinaikkan ke bagasi. Niatnya Victor mau mengajak mereka ke villa pribadinya di atas puncak yang terletak diatas pantai indah bagai sebuah lukisan.
Di dalam mobil Damara sibuk melirik-lirik Om Victor di kaca depan, sesekali Devano menggeleng melihat kelakuan adiknya.
"Om, apa masih lama?" tanya Zyle yang duduk di samping kursi pamannya.
"masih~~kau lapar? dasar ponakan tukang makan." seloroh Victor. "sebentar lagi kita mau melewati mall. ayo makan dulu, sudah siang juga."
Zyle bersorak menang.
Benar saja, sekitar delapan ratus meter mereka sudah bisa melihat bangunan mall yang begitu besar. Kata Victor, ini adalah salah satu mall yang paling lengkap.
Victor berbelok masuk ke dalam parkiran bawah tanah. Mereka pun keluar dari mobil menaiki lift untuk naik ke lantai utama.
"Besar banget ya!!" Zyle nyengir lebar, "Damara ayo kita berburu makanan!!!"
Victor berjalan di belakang dua cewek itu berdampingan dengan Devano.
"Apa pekerjaanmu, David?"
"Saya Devano, paman." pemuda itu menahan senyum. Ternyata sekeluarga sama saja, pelupa.
"Haha, maafkan aku. Jadi apa pekerjaanmu?"
"saya Dosen sekaligus bekerja kantoran."
Victor mengangguk bangga, "keren sekali kau. Umurmu masih muda kan?"
"Ya..dua puluh lima.."
"Dua puluh lima? Wah. Aku kira kamu mahasiswa juga.. sepertinya kau pintar." Victor menepuk-nepuk punggung Devano.
Baru hilang pengawas sebentar, dua cewek itu malah melipir ke sebuah toko kecantikan. Victor memijit dahinya.
"om-om! Mau parfum dong! Boleh kan??" Zyle mulai memasang mimik imut.
di samping Victor, Devano menahan senyum lagi. Wajah seperti itu andalannya ya?
"Ya, ya..boleh..apa saja..ambil.." Victor mengeluarkan kartunya, "nanti aku yang menggesek kartu. Sana beli."
Zyle terus cekikikan, senang.
Alih-alih menunggu mereka, Victor duduk di depan stand toko sambil bermain game di hp nya. sementara Devano tetap disana memperhatikan sang adik.
Zyle melirik, diam-diam teringat lagi pada Ren. Entah kenapa belakangan ini ia merasa rindu pada sosok kakaknya itu.
Damara bisa meminta Devano mencium wangi parfumnya. Sementara Zyle hanya melihat.
"Zi, kenapa wajahmu?" ternyata Devano melihat kemurungan sejenak di wajah itu.
"ah, eh..gak apa-apalah..cuma keinget kak Ren.."
"Apa wangi yang kamu suka?" tanya Devano, tersenyum tipis.
Zyle jadi ikut tersenyum juga, "ini! Vanilla!" katanya menunjukkan sebotol parfum. "mau cium?"
Devano mengangguk.
Namun bukannya menyodorkan botol parfum, Zyle malah usil bercanda memajukan bibir, "nih,"
Devano menatap dalam, balik bercanda seolah mendekat sampai Zyle panik sendiri.
Gi-gila ya aku? Kok dia bisa bales begitu sih?..Zyle jadi salah tingkah. Sementara Devano tersenyum lebar.
"udah ah, a-ayo..." Zyle benar-benar shock. Dia pikir Devano akan menunjukkan ekspresi malu seperti waktu itu.
"Eh, kucing pitak!!" spontan Zyle kaget melihat Victor yang tiba-tiba saja muncul di belakangnya. "om ngapain disini?!"
Victor tersenyum smrik, "hei ponakan, kamu suka dengannya ya?.."
"Sok tahu ah. Udah cepet bayar!"
Setelah banyak drama, akhirnya keempat orang itu melanjutkan tujuan utama mereka yaitu makan siang di restoran perdagingan pilihan Victor.
Lalu mereka kembali melanjutkan perjalanan ke villa yang jaraknya masih lumayan jauh.
***
Ternyata empat jam itu tidak sia-sia sama sekali. Tidak rugi menghabiskan waktu di mobil menempuh perjalanan selama tadi demi mendapatkan pemandangan seindah ini.
Di depan mata mereka sekarang berdirilah sebuah bangunan villa pribadi yang sangat besar, luas, tepat diatas tebing yang dekat diatas pantai indah berpasir putih.
teras belakang villa itu berlantai kaca, tinggal melihat ke bawah dan mereka dapat melihat jernihnya air pantai.
Itu hebat. Zyle benar-benar tak tahu berapa banyak uang yang dihabiskan Victor untuk membangun ini semua ditambah kolam renang besar di tengah-tengah villa
"Om! Ayo berenang!!" seru Zyle rusuh, cepat-cepat mengganti baju pergi dengan kaos putih kebesaran.
Damara sih sudah santai di teras belakang sambil nge-live di sosmednya.
Victor malah duduk santai di sofa ruang tengah, menolak mentah-mentah ajakan sang ponakan. "aku capek. Do you understand?"
Zyle mengangguk paham, beringsut duduk mendekat. "om mau makan mie?"
"always food. seberapa besar ruang di perutmu itu sebenarnya? Aku ingin bersantai. Ok?"
Zyle terkekeh. "ok.."
"hei ngomong-ngomong....aku mau tanya dan kali ini kau harus jujur." kata Victor serius. "jadi... sebenarnya si David itu.. orang yang kamu taksir kan?"
"David? Zizi nggak kenal." timpal Zyle polos."maksudnya Devano?"
"yeah. Itu dia."
Zyle menatap tajam, "darimana om bisa tahu?"
Victor tertawa, "siapa yang tidak tahu? Lihat saja sikapmu."
Zyle jadi agak malu. "CK..biarin.."
"tampan juga ya..oke aku setuju kamu dengannya. Yang penting aku lebih tampan..."
"dasar narsis."
"tapi zi, kayaknya tipe orang itu tidak bisa di dekati pelan-pelan." ucap Victor lagi. "aku ini sudah berpengalaman...dan si Devano itu harus dikasih kode keras."
"lebay."
"kau meremehkan aku? Serius. Ini ampun. Coba lebih perlihatkan lagi perasaanmu. atau buat keadaan berbalik."
Zyle mengorek hidung, malas.
"Zyle, coba buat dia yang menyukaimu."
Sambil mempeperkan upilnya ke sofa, Zyle menyeringai enteng. "gampang saja."
(Padahal tadi baru di goda balik oleh Devano, dia sendiri yang ciut.)
Tapi Zyle jadi teringat lagi ekspresi itu. tatapan matanya yang berubah sayu, menatap dalam tak seperti biasa. seolah bukan mata lembut yang biasa ditunjukkan Devano.
"Om, aku mau nonton film ya? join yuk... soalnya kalo horor aku gak berani sendirian."
Victor langsung pura-pura tidur.
Zyle yang kesal akhirnya pindah ke ruang tamu villa. Disana ada televisi sebesar harapan orang tua yang masih mulus.
Kebetulan ada Devano sedang duduk di sofa sambil membaca buku, entah apa itu.
"Depan~~" sapa Zyle sambil duduk, mengambil remote. "nonton yuk."
"Hm?.."
"ayo nonton horor! Biar Zyle gak takut sendirian!"
"kalau takut tidak usah. Nonton kartun saja." kata Devano datar.
"Hah?! memangnya aku setakut itu? Liat aja!"
Devano terkekeh pelan, hafal mati lagak Zyle yang sok-sokan.
Gadis itu punya ide bagus. Dia menyetel film dengan brighteness serendah mungkin, suara sekecil bisikan, sambil asyik makan popcorn caramel yang diambilnya dari lemari dapur villa.
Sudah kuduga. batin Devano tak heran.
Zyle cengar-cengir bangga. "mana jumpscare nya? Cuih." gadis itu melongok iseng melihat buku yang dibaca Devano. "emang seru?"
"Pastinya bermanfaat."
Zyle memasang tampang konyol, daripada memedulikan si kolot itu lebih baik ia memamerkan atraksi makan popcorn.
Devano menggeleng sabar. "nanti kamu tersedak."
bukannya berhenti Zyle malah melempar sebiji popcorn ke mulut Devano. ia tertawa.
"Zyle..." Devano menutup bukunya, menatap Zyle tajam.
"apa? Hahahah muka Depan ada bekas caramelnya!!" gadis itu terbahak-bahak.
Devano mendengus pelan, "jangan lakukan itu."
Zyle kehilangan mood tiba-tiba. Mengajak bercanda Devano yang sekarang bukan pilihan bagus sama sekali.
Dia beralih menonton tanpa komentar. lima belas menit kemudian, mata indahnya mulai terasa berat diserang kantuk.
Zyle jatuh terlelap di sandaran sofa, perlahan kepalanya terkulai pada bahu Devano yang bersandar di samping.
pemuda itu memandanginya, tersenyum. Masih saja sembarangan.
***