Kumpulan Cerita Pendek Horor
Tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Mereka selalu memperhatikan kita, setiap waktunya. Tidak peduli itu pagi, siang, sore, atau malam. Selama 24 jam kita hidup bersama mereka.
Jangan merasa tenang ketika matahari masih muncul di hadapan kita. Mereka tetap akan memberitahu jika mereka ada, walaupun ketika matahari masih bertugas di langit atas. Bukan hanya malam, mereka ada setiap waktunya. 24 jam hidup berdampingan bersama kita.
Mereka ada, melakukan kegiatan layaknya manusia. Mereka bisa melihat kita, tetapi kita belum tentu bisa melihat mereka. Hanya ada beberapa yang bisa merasakan kehadiran mereka, tanpa bisa melihatnya.
Apa yang akan kamu lakukan, jika kamu bersama mereka tanpa sadar. Apa yang akan kamu lakukan, jika mereka menampakkan dirinya di depan kamu. Mereka hanya ingin memberitahu jika mereka ada, bukan hanya kita yang ada di dunia ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ashputri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Penghuni Konveksi
Burhan menghela napas lelah saat pekerjaannya telah selesai. Bekerja di sebuah konveksi besar ternyata membuat ia selalu mengerjakan pekerjaannya hingga malam. Ia melirik ke arah teman-temannya yang tampak sibuk dengan kegiatannya masing-masing.
"Burhan."
"Hm?" Burhan melirik Zaki yang berada di sebelah kirinya.
"Lo mau tau sesuatu gak?" Zaki mendekatkan dirinya ke arah Burhan seraya berbisik pada temannya itu.
Burhan mengerutkan keningnya dengan bingung karena merasa tidak mengerti maksud Zaki, "apa?"
"Soal konveksi ini. Anak baru biasanya bakal dikasih tau kalau udah ada kejadian. Tapi gue berbaik hati sama lo, gue bakal kasih tau duluan sama apa yang ada di konveksi ini," ujar Zaki dengan nada yang sangat pelan.
"Apa?"
"Pokoknya... lo harus hati-hati di sini," ucap Zaki yang membuat Burhan menatapnya bingung
"Hati-hati kenapa?" tanya Burhan ingin tau.
"Ada penunggunya," bisik Zaki dengan pelan.
Burhan menatap Zaki dengan tatapan yang sulit diartikan, "setiap bangunan pasti ada penunggunya, jadi gue gak akan kaget."
"Tapi di sini penunggunya jail banget," ucap Zaki memberitahu.
Burhan menaikkan sebelah alisnya tidak percaya, "masa?"
Zaki menganggukkan kepalanya dengan cepat, "di tangga bawah, ada Kakek-kakek yang suka bikin kita kepleset di tangga." Ia menunjuk ke arah gudang, "di depan pintu gudang, kan ada tangga kecil tuh. Nah di situ ada semacam kuntilanak yang suka nyanyi malem-malem."
"Serius?" Burhan menatap Zaki dengan tatapan ingin tau. "Bohong ya?"
Zaki menggelengkan kepalanya dengan cepat, "masa gue bohong, gak mungkin lah."
"Siapa tau aja kan." Burhan mengedikkan bahunya tak acuh mendengar perkataan Zaki.
"Gak, kali ini gue serius. Cuman biar lo hati-hati aja, jadi di sini kalau mau ke mana-mana harus permisi atau yang paling aman berdoa," ujar Zaki mengingatkan.
Burhan menganggukkan kepalanya mengerti mendengar perkataan Zaki. Di mana pun mereka berada, doa menjadi satu-satunya cara agar kita mendapatkan pertolongan dariNya.
"Kalau misalnya tengah malem lo denger suara nyanyian atau lainnya yang janggal, jangan nengok ke sumber suara. Mimpi buruk," ujar Zaki lagi.
Burhan menghela napas pelan seraya menggelengkan kepalanya tidak percaya. Ia masih tidak sepenuhnya percaya dengan apa yang Zaki katakan. Rasanya seperti temannya itu sedang menakut-nakutinya agar tidak betah bekerja di sini.
"Udah ah, gue mau masak mie. Lo mau gak?" tawar Zaki seraya beranjak dari tempatnya.
Burhan menganggukkan kepalanya dengan pelan, "mau deh, gue selesaiin satu sprei dulu. Nanti gue susul lo ke bawah," ujarnya.
"Oke aman," balas Zaki seraya melangkah menuruni anak tangga menuju lantai satu.
"Masih kerja Han?" tanya Riko seraya melangkah mendekati Burhan.
Burhan menganggukkan kepalanya pelan, "kalau gue berhenti kayanya nanggung Bang."
"Gak usah dipaksa lah, kalau cape berhenti aja dulu," balas Riko seraya menyandarkan tubuhnya pada dinding di belakangnya. "Udah malem juga."
Burhan menganggukkan kepalanya mengerti mendengar perkataan Riko, "abis makan mie kayanya gue bakal berhenti, lanjutin besok."
"Burhan?!"
Burhan menoleh ke arah bawah tangga saat mendengar suara Zaki yang berteriak, "iya?!"
"Lo di atas atau udah ke bawah?!" tanya Zaki kembali berteriak.
"Masih di atas," jawab Burhan memberitahu. "Gue ke bawah dulu ya Bang, kayanya Zaki udah membutuhkan pertolongan buat bantu masak," pamitnya pada Riko.
"Udah sana."
Brukk
"Aduh!!"
Burhan dan Riko langsung saling tatap saat mendengar suara sesuatu terjatuh dengan kencang. Begitupun dengan karyawan yang lain, mereka langsung menghentikan kegiatannya karena suara tersebut.
"Zaki?!" Burhan menuruni anak tangga menghampiri Zaki yang terduduk di tengah tangga. "Lo gapapa?!" tanyanya seraya membantu Zaki berdiri.
"Lo kenapa Ki?" tanya Riko mengambil mie yang dibawa oleh Zaki. "Aman gak kaki lo?" tanyanya ingin tau.
"Lo kenapa sih?" tanya Satria yang terganggu dengan suara sesuatu terjatuh dari dalam konveksi. "Gue lagi enak-enak ngerokok."
"Sial, kena lagi nih gue," umpat Zaki dengan kesal.
"Kena apa?" tanya Burhan ingin tau.
"Pas gue mau naik, gue merasa kaya ada seseorang ngedorong gue dari arah depan. Padahal depan gue kosong, gak ada siapa-siapa," jawab Zaki memberitahu.
Satria yang masih berada di bawah langsung menghela napas pelan, "ya udah cepetan naik."
Mereka semua berbalik untuk kembali melanjutkan kegiatannya masing-masing. Malam ini waktunya mereka untuk bersantai sebelum memutuskan beristirahat.
"Udah tau tangga ada penunggunya," ucap Riko seraya menyikut lengan Zaki dengan pelan.
"Hm."
Burhan menghela napas pelan mendengar perkataan Riko dan juga Zaki. Ia masih sedikit tidak percaya dengan apa yang Zaki katakan. Tidak mungkin ada seseorang yang mendorong temannya itu.
Ia masih sedikit sangsi jika apa yang terjadi pada temannya karena ulah sesuatu yang ak kasat mata. Bukannya ia tidak percaya, namun rasanya seperti mustahil jika sosok tersebut bisa menyelakai mereka.
•••
Burhan mengerjapkan matanya beberapa kali dengan pelan saat rasa kantuknya tiba-tiba menghilang. Ia menoleh ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul setengah tiga dini hari.
Ia menoleh ke arah sekitarnya yang tampak sangat gelap. Semua teman-temannya sudah pada tertidur dengan lelap. Hanya ia seorang yang terbangun entah karena apa.
Ia menatap ke arah pintu kaca yang menghubungkan antara balkon konveksi dan juga tempat untuk mereka beristirahat. Pintu kaca tersebut memang sengaja tidak ditutup, apalagi mereka selalu berebut kipas angin jika tengah malam tiba.
Saat ini dirinya sangat mengantuk sekali, namun entah kenapa rasanya sangat sulit untuk tertidur. Ia berdiam diri dengan tatapan terus mengarah ke arah pintu kaca lantai dua. Ia mencoba untuk memancing rasa kantuknya agar bisa kembali tertidur.
"Sial, kepikiran cerita Zaki," gumamnya dengan sangat pelan.
Entah kenapa otaknya memikirkan apa yang Zaki ceritakan tadi. Ia juga terus memikirkan apa yang terjadi pada Zaki tadi. Entah kenapa dirinya tiba-tiba sedikit takut jika apa yang temannya itu ceritakan benar adanya.
Burhan mengerjapkan matanya beberapa kali dengan cepat saat telinganya menangkap suara yang tampak asing di indra pendengarannya. Jantungnya tiba-tiba berdetak dengan kencang, takut jika apa yang ia dengar adalah sesuatu yang buruk.
"Sial, gak bisa tidur," umpatnya dengan kesal.
Ia memejamkan matanya degan erat, mencoba mengabaikan suara senandung yang ia dengar dengan lirih. Suaranya terdengar seperti suara seorang perempuan, padahal d antara mereka tidak ada satupun karyawan perempuan.
Suara senandung tersebut terdengar dari arah belakangnya. Sebuah gudang kecil untuk menaruh barang-barang yang besok akan dikirim.
Rasanya ia seperti ingin berbalik melihat apa yang ada di belakangnya. Namun dirinya masih cukup sadar untuk tidak terlalu ingin tau dengan apa yang terjadi. Ia takut akan menyesal jika nantinya berbalik badan.
Ia meringis pelan saat suara senandung tesebut terus terdengar. Ia ingin mengabaikan suara tersebut, tapi rasanya tidak bisa. Semakin lama suaranya semakin jelas dan dekat, seperti seseorang tersebut berada persis di belakangnya.
Burhan memejamkan matanya untuk kembali tertidur. Ia tidak berani berbalik, apalagi ia merasakan hembusan hawa dingin di tengkuk lehernya. Ia ingin menyangkal jika di belakangnya bukanlah sosok makhluk lain. Tapi dirinya tidak bisa memikirkan apapun lagi selain dirinya harus tertidur denga cepat.
Suara senandung tersebut semakin dekat si telinganya, disusul dengan hawa dingin di tengkuk lehernya. Ia ingin terus berpikir positif jika itu hanya temannya yang jail.
Namun rasanya sangat aneh jika seseorang di belakangnya saat ini salah satu dari teman kerjanya. Apalagi ia merasakan sebuah kuku panjang membelai lembut tengkuk lehernya. Ia yakin itu bukan manusia, tapi ia juga tidak yakin juga jika itu makhluk yang Zaki ceritakan.
•••