Jaka, adalah seorang yang biasa saja, tapi menjalani hidup yang tak biasa.
Banyak hal yang harus dia lalui.
Masalah yang datang silih berganti, terkadang membuatnya putus asa.
Apalagi ketika Jaka memergoki istrinya selingkuh, pertengkaran tak terelakkan, dan semua itu mengantarnya pada sebuah kecelakaan yang semakin mengacaukan hidupnya,
mampukah Jaka bertahan?
mampukah Jaka menjemput " bahagia " dan memilikinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sicuit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenyataan
Tak terasa sudah enam bulan, mereka menjalani hidup dengan lebih baik.
Kesehatan Jaka sedikit demi sedikit berangsur pulih. Dengan menyisihkan sebagian dari gaji yang didapat tiap bulan, Ibu bisa mengantar Jaka periksa dan terapi ke rumah sakit terdekat.
Jaka sudah mulai bisa berjalan tanpa menggunakan kruk. Meskipun masih harus pelan - pelan.
"Bu, ini kan Jaka wes bisa jalan, Ibu istirahat yo. Ben Jaka aja sing kerjo," kata Jaka sore itu, sepulang Ibu dari kerja.
Ibu memandang dengan tatapan sayu. Dia masih khawatir, terjadi sesuatu terhadap Jaka, seperti waktu lalu.
"Iya wes, tapi cari deket - deket sini ae yo," jawab Ibu.
Meskipun dengan berat hati, akhirnya Ibu mengijinkan Jaka bekerja. Berharap dengan memberinya kesibukan, Jaka bisa melupakan masa lalunya.
Pagi itu, sebelum Ibu berangkat kerja, dia sudah rapi. Mereka duduk berdua, menikmati teh hangat dan sarapan.
"Jaka cari kerja ya, Bu," pamit Jaka, setelah mereka menyelesaikan sarapan.
Ibu mengangguk, sambil membereskan piring - piring kotor.
Keluar dari rumah, Jaka bertemu Pak Adi.
"Pagi, Nak Jaka, sudah sehat ya, mau kemana pagi - pagi, kok sudah rapi?" tanya Pak Adi, beruntun.
"Oh ... pagi, Pak. Iya, saya sudah lebih baik, ini mau coba cari kerja," jawab Jaka dengan tersenyum.
"Mau cari kerja kemana?"
"Belum tau, Pak. Hehehe ...."
"Sebetulnya saya cari tukang kebun, untuk taman di tempat praktek, tapi apa Nak Jaka mau?"
"Apa betul Pak?" tanya Jaka dengan penuh semangat.
"Iya, karena Pak Sujak sudah tua, kasian kalo kerja sendiri," kata Pak Adi lagi.
"Iya, Pak. Kalo emang Bapak butuh, saya bersedia," jawab Jaka. Hatinya berbunga - bunga.
"Kapan saya bisa mulai kerja, Pak?" tanya Jaka dengan penuh semangat.
"Hari ini bisa juga, ayo saya antar," ajak Pak Adi.
Mereka berjalan beriringan. Bercakap sepanjang jalan.
Tak lama kemudian, sampailah pada tempat praktek Pak Adi.
Ternyata tak terlalu jauh. Tempat yang teduh dengan halaman sedikit luas. Banyak bunga tertanam dengan rapi. Ada ayunan juga untuk pasien yang bawa anak.
"Nah ini tempatnya, nanti kamu bisa mengerjakannya dengan Pak Sujak," kata Pak Adi, dia menunjukkan rumah mungil dengan halaman yang tak terlalu luas, tempat prakteknya.
"Baik, siap Pak," jawab Jaka.
Mengetahui ada Pak Adi di depan, Pak Sujak datang menghadap.
"Pak Sujak, ini Jaka, akan bantu sampeyan urus kebun, jadi sampeyan bisa urus keperluan di dalam," kata Pak Adi.
"Weleeehhh ... akhirnya saya dapat teman, hehehe ...." sambut Pak Sujak, sambil menjabat tangan Adi.
Dia mengangguk pada Pak Adi dengan terkekeh.
"Saya balik dulu ya, kalian kerjalah dengan rukun,"pamit Pak Adi sambil menepuk bahu Pak Sujak.
"Hehehehe ... nggeh, Pak," jawanya lagi.
Jaka mengangguk memberi hormat sebelum Pak Adi berlalu.
Pak Sujak, seorang laki - laki tua dengan rambut yang sudah putih, badannya sedikit bongkok dan kakinya pincang.
Dia mengajak Jaka berkeliling taman yang tak terlalu luas itu dan menunjukkan pekerjaan apa saja yang harus dia kerjakan.
Ditunjukkannya juga gudang tempat menyimpan peralatan berkebun.
Jaka mengangguk, berusaha memahami semua arahan dari Pak Sujak.
Setelah semua ditunjukkan oleh Pak Sujak. Jaka mulai mengambil peralatan berkebun dan memgerjakan tugasnya.
Dan Pak Sujak pun kembali mengerjakan tugasnya.
Hari masih belum jam 09.00wib, ketika seseorang berlari ke tempat praktek Pak Adi.
"Nak Jakaaaa ... Nak Jakaaa!" teriaknya panik.
Jaka yang duduk, membersihkan rumput di depan langsung berdiri.
"Iya Pak, ada apa?" tanyanya kebingungan.
"Aku disuruh jemput kamu ke sini sama Pak Adi, kowe suruh pulang, ayo cepetan!" katanya dengan nada panik.
Jaka tengok sana sini, lalu segera mencari Pak Sujak.
"Pak, ngapunten ya, ini saya dijemput suruh pulang sama Pak Adi," pamitnya.
Alis Pak Sujak mengkerut, heran. Baru suruh kerja, kok sudah diminta pulang lagi.
"Iya wes cepet pulang sana," kata Pak Sujak. Tangannya mengkode menyuruhnya cepat pergi.
Jaka mengikuti langkah orang itu yang tergesa - gesa.
Sampai dekat rumah, sudah banyak orang berkerumun di sana. Jaka sampai menyibak kerumunan orang untuk bisa masuk ke dalam.
Jaka bergegas masuk. Di sana sudah ada Pak Adi. Dan Ibunya yang posisi terbaring di tikar.
Pak Adi memandang Jaka dengan penuh makna.
Jaka mendekat,
"Kenapa ... ada apa ini ... kenapa Ibu?"
Pak Adi diam, dia mengijinkan Jaka untuk mendekat pada Ibunya.
"Kenapa tak memberi tahu saya, kalau kamu tak ada tempat tidur, dan perabot lainnya?" kata Pak Adi dengan nada sedikit menyesal. Tangannya menepuk bahu Jaka pelan.
Jaka membungkuk memegang Ibunya, dingin.
"Bu ... bangun, Bu ... Ibu ndak keeja hari ini, kenapa, Ibu ndak enak badan ta? kata Jaka pelan. Dia menggoyangkan badan Ibunya pelan, berharap Ibu segera membuka matanya.
Tapi hingga beberapa kali, Ibu masih diam tak membuka mata, apalagi bergerak.
"Bu ... kenapa, Bu ... Ibu.. bangun Bu!" Jaka mulai panik.
Dia menatap Pak Adi yang melihatnya dengan pandangan sayu. Pak Adi menggeleng pelan.
"Kenapa Ibu saya, Pak! Kenapa Ibi saya!" teriaknya semakin panik.
Ujung celana Pak Adi ditarik - tarik untuk meminta jawab dari Pak Adi.
"Serangan jantung," kata Pak Adi pelan.
Tapi terdengar bagai dentuman meriam di telinga Jaka.
"Buuuuu ... Ibuuuu ... huuu ... huuuu ... banguun Bu ... bangun ... jangan tinggalkan Jaka, Bu. Jaka sama sapa.. Jaka dewaan Bu ... ndak ada sapa - sapa ... bangun Bu ... banguuun!"
teriaknya dalam tangis.
Dipeluk Ibunya, dicium tak henti.
"Banguuunn Bu ... huuuu huuuu banguuunn ...." serak suara Jaka.
Pak Adi menyentuh bahu Jaka, memintanya untuk ikhlas, supaya Ibu bisa segera dimandikan dan didoai.
Badan Jaka lemas, akhirnya dia pingsan. Pak Adi segera turun tangan memberikan pertolongan.
Tetangga sibuk menyiapkan segala seuatu yang di koordinir langsung oleh Pak RT.
#########
Dua jam sebelumnya.
Setelah Jaka pergi cari kerja, Ibu membawa semua piring kotor ke tempat cucian di belakang. Piring - piring dicuci bersih dan diletakkan dengan rapi di rak.
Seperti hari - hari kemarin. Lauk dan sayur dihangatkan lagi sebelum ditinggal berangkat kerja, supaya tak busuk dan bisa dipakai makan oleh Jaka.
Tapi hari itu, Ibu merasa badan kurang sehat. Napasnya sedikit tak beraturan. Dadanya terasa sesak. Tapi Ibu pikir, hanya kecapean setelah bekerja beberapa waktu ini.
Ibu ambil handuk, dan akan segera mandi. Dia tak ingin terlambat kerja.
Tok tok tok ... tok tok tok ...
Tiba - tiba pintu diketuk seaeorang. Ibu tak jadi ke kamar mandi, diletakkan pakain dan handuk yang sudah dibawanya tadi.
Pintu terbuka, ada Pak Adi di sana.
"Oh Pak Adi, selamat pagi ... mari silakan masuk Pak," ajak Ibu.
"Selamat pagi Bu, maaf saya ganggu sebentar, cuma mau memberitahu saja, Jaka saya minta kerja di tempat praktek, untuk urus kebun," kata Pak Adi.
"Oh .. terima kasih sekali Pak, saya sudah diijinkan tinggal di sini, sekarang Bapak terima Jaka kerja di tempat Bapak ... maturnuwun sanget Pak," jawab Ibu sambil membungkukkan badan.
"Tak apa Bu, memang kebetulan saya butuh tenaga bersih - bersih kebun," kata Pak Adi.
Ibu tersenyum menatap Pak Adi.
"Terima kasih Pak, tolong bimbing Jaka supaya bisa kerja dengan baik," kata Ibu.
Dia mengulurkan tangan, Pak Adi menyambut tangan Ibu dan menjabatnya erat.
"Siap, Bu. Jaka pasti bisa kerja dengan baik," jawabnya.
Tapi tiba - tiba tubuh Ibu lunglai, Pak Adi menahannya.
"Tooolooong ... tooloong!" teriak Pak Adi.