NovelToon NovelToon
Pernikahan Status

Pernikahan Status

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Juwita Simangunsong

Enam bulan pernikahan yang terlihat bahagia ternyata tak menjamin kebahagiaan itu abadi. Anya merasa sudah memenangkan hati Adipati sepenuhnya, namun satu kiriman video menghancurkan semua kepercayaannya. Tanpa memberi ruang penjelasan, Anya memilih pergi... menghilang dari dunia Adipati, membawa serta rahasia besar dalam kandungannya.

Lima tahun berlalu. Anya kini hidup sebagai single mom di desa kecil, membesarkan putranya dan menjalankan usaha kue sederhana. Namun takdir membawanya kembali ke kota, menghadapi masa lalu yang belum selesai. Dalam sebuah acara penghargaan bergengsi, dia kembali bertemu Adipati—pria yang masih menyimpan luka dan tanya.

Adipati tak pernah menikah lagi, dan pertemuan itu membuatnya yakin: Anya adalah bagian dari hidup yang ingin ia perjuangkan kembali. Namun Anya tak ingin kembali terjebak dalam luka lama, apalagi jika Adipati masih menyimpan rahasia yang belum terjawab.

Akankah cinta mereka menemukan jalannya kembali? Atau justru masa lalu kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juwita Simangunsong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

Langit gelap. Rintik hujan membasahi dedaunan di taman kecil depan rumah. Udara dingin menyusup lewat celah-celah jendela. Di dalam rumah, suasana hangat terpancar dari lampu temaram dan aroma teh melati dari dapur.

Pintu depan terbuka pelan.

Adipati masuk sambil menggendong Alvino yang sudah terlelap, tangan kecil anak itu melingkar di leher sang ayah. Wajah Adipati terlihat sedikit canggung, tapi tetap ramah dan sopan.

Adipati menunduk sedikit "Maaf, Ma… Pa… kami pulang agak malam. Tadi Alvino sempat minta mampir beli es krim, terus ketiduran di mobil. Saya juga ingin minta maaf karena waktunya jadi nggak sesuai."

Mama Anya langsung tersenyum hangat, tanpa raut marah sedikit pun. "Aduh, nggak apa-apa, nak Pati. Namanya juga anak-anak, senang jalan-jalan malam. Lagipula kamu sudah tanggung jawab, itu sudah cukup buat kami."

Papa Anya ikut bicara, nadanya tenang dan bijak. "Yang penting kalian selamat sampai rumah. Tapi… kamu sudah makan belum?"

Adipati mengangguk sopan "Sudah, Pa. Tadi kami sempat makan sebentar sebelum Alvino tidur."

Papa Anya "Baguslah. Kalau begitu, kamu bisa langsung bawa Alvino ke kamarnya, biar dia lanjut istirahat, ya."

Adipati "Baik, Pa."

Saat hendak berbalik, mata Adipati secara tak sengaja bertemu dengan Anya yang berdiri tidak jauh dari situ, di dekat meja kecil yang dipenuhi pot tanaman kecil.

Anya hanya melirik sekilas, tanpa sepatah kata. Tapi lirikan itu… tajam. Dalam. Seolah menusuk hati.

Tatapan yang tidak marah, tapi penuh tanya "Maaf untuk Mama dan Papa ku? Lalu aku? Mama dari anakmu? Kenapa bukan aku juga yang kau minta maafinya?"

Adipati tertegun sejenak. Langkahnya terhenti. Ia membaca makna dari diam Anya.

Dengan sedikit kikuk, ia membetulkan posisi gendongan Alvino, lalu menoleh ke arah Anya.

Adipati suara pelan, tulus, nyaris bergetar "Anya… aku juga minta maaf ke kamu. Mungkin aku belum banyak bicara, tapi percayalah… semua yang aku lakukan hari ini… karena aku ingin memperbaiki semuanya. Terutama… hubungan kita."

Anya tidak menjawab. Tapi tangan yang sejak tadi bersedekap, perlahan turun.

Wajahnya tak lagi setegang tadi. Tapi dia tetap diam. Lalu memalingkan wajah.

Mama Anya menyentuh lengan suaminya sambil tersenyum kecil.

Mama Anya berbisik pelan ke Papa Anya "Anaknya keras kepala, tapi sebenarnya hatinya rapuh…"

Papa Anya membalas lirih "Mirip kamu dulu waktu aku pertama lamar kamu..."

Mereka berdua tersenyum, saling menahan tawa.

Adipati menarik napas panjang, lalu melangkah naik ke lantai atas dengan hati yang campur aduk, sambil masih menggendong Alvino yang tertidur damai.

***

Malam hari, halaman depan rumah Anya. Setelah Adipati mengantar Alvino ke kamar, ia bersiap pulang.

Langit malam ditutupi awan kelabu. Sisa gerimis masih menetes di ujung dedaunan. Lampu halaman rumah menyala temaram, melemparkan bayangan panjang sosok Adipati yang baru saja masuk ke dalam mobilnya.

Ia baru saja memutar kunci, ketika terdengar suara pintu terbuka cepat. Langkah kaki ringan terdengar di kerikil basah.

Anya dengan sedikit berteriak "Adipati… tunggu dulu!"

Adipati langsung menoleh, kaget melihat Anya yang muncul dari pintu rumah dengan wajah gelisah. Ia keluar dari mobil dan berdiri, menatap perempuan yang selama ini membuatnya bingung dan hancur dalam diam.

Adipati bingung namun tetap tenang "Ada apa, Anya?"

Anya berdiri beberapa langkah di depannya. Nafasnya memburu pelan, tapi sorot matanya mantap. Anya ragu, tapi memberanikan diri "Aku mau tanya… kenapa tadi kamu nggak ajak aku ikut?"

Adipati mengerutkan dahi. Ia menatapnya, agak tidak percaya dengan pertanyaan itu.

Adipati dengan nada pelan namun tegas "Bukankah selama ini kamu yang nggak pernah mau ikut? Kamu yang menolak. Lalu sekarang, kamu malah menuntut?"

Anya menunduk, merasa tertangkap basah oleh kebenaran.

Adipati melanjutkan, suaranya mulai lirih "Apa kamu lupa? Kamu sendiri yang bilang masih membenci aku... bahkan nggak ingin satu ruangan denganku."

Anya mulai menangis pelan, matanya berkaca-kaca. Ia mengangkat wajahnya menatap Adipati dengan tatapan yang penuh penyesalan. Anya dengan suara pelan dan parau "Maaf... aku terlalu egois selama ini. Aku yang salah... Aku terlalu keras kepala dan nggak mau jujur."

Adipati belum sempat berkata apa pun, ketika tiba-tiba Anya melangkah maju dan memeluknya erat. Tangisnya pecah di dada Adipati "Maaf kan aku mas Pati… atas semua sikap aku selama ini ... semua ucapan aku. Aku masih mencintaimu. Dari dulu mas… aku nggak pernah benar-benar bisa benci kamu."

Adipati terdiam. Napasnya tertahan. Tubuhnya tegang, namun perlahan tangannya naik membalas pelukan itu. Sebuah kehangatan lama yang ia rindukan kini kembali terasa nyata.

Adipati dalam bisikan lembut di telinganya "Kalau kamu masih cinta… kenapa selama ini kamu dorong aku menjauh?"

Anya menjawab "Aku takut... aku takut disakiti lagi. Tapi ternyata menjauh malah lebih terasa berat , sakit dan pedih. Karena tanpamu... aku nggak bisa jadi utuh."

Adipati mengusap rambut Anya perlahan, pelan seperti menenangkan anak kecil yang ketakutan "Kamu yakin istri… kamu nggak akan lari lagi dan meninggalkan aku sebelum mendengar penjelasan dari aku?"

Anya mengangguk dalam pelukan "Aku yakin… asal kamu tetap di sini. Jangan pernah pergi dan buat aku merana mas Pati."

Adipati tersenyum kecil "Aku nggak akan ke mana-mana. Karena jiwaku… cuma tenang kalau dekat kamu."

***

Mentari pagi mengintip malu-malu di balik tirai jendela. Aroma nasi goreng dan teh manis menguar dari dapur. Di meja makan, Mama Anya sedang menata piring-piring, sementara Papa Anya duduk sambil membaca koran.

Tiba-tiba langkah kaki terdengar dari arah tangga.

Anya muncul terlebih dahulu, mengenakan baju rumah sederhana, rambutnya di kuncir rendah. Wajahnya terlihat lebih segar tak lagi tegang seperti hari-hari sebelumnya.

Tak lama, Adipati menyusul di belakang, mengenakan kaus dan celana training bersih. Keduanya tampak… berbeda. Tak ada lagi jarak. Tak ada lagi diam membeku.

Mama Anya melirik keduanya, lalu tersenyum kecil sambil pura-pura tak tahu.

Mama Anya dengan nada menggoda ringan "Wah… pagi-pagi sudah turun bareng kamu nginap dikamar Anya nak? Tumben banget ya Anya bolehin?"

Papa Anya melipat korannya setengah, ikut mengamati. Papa Anya berlagak serius tapi matanya penuh arti "Hmm… jangan-jangan semalam ada perdamaian nasional yang kami nggak tahu, nih? Sampai- sampai nak Adipati bisa tidur dikamar princes Anya."

Anya spontan memerah wajahnya. Ia buru-buru duduk dan menunduk, pura-pura fokus pada sendok di depannya.

Adipati tersenyum canggung, tapi bahagia. Ia ikut duduk di samping Anya, lalu menatap kedua orang tua itu dengan sikap sopan seraya berkata "Ma, Pa... saya tahu, selama ini banyak sikap saya yang salah. Tapi... saya ingin berubah. Saya ingin memperbaiki semuanya… terutama hubungan saya dengan Anya."

Mama Anya berhenti sejenak, menatap anak gadisnya yang masih menunduk. Lalu menatap Adipati. Perlahan ia duduk di kursi seberangnya. Mama Anya lembut berkata "Yang terpenting itu bukan masa lalu, nak Pati… tapi niat dan usaha ke depan. Kalau kamu tulus, kami pasti dukung."

Papa Anya ikut menimpali "Dan kamu juga, Anya… jangan terlalu cepat menyimpulkan semuanya sendiri tanpa penjelasan dari orang yang bersangkutan. Kalian sudah cukup melewati banyak hal. Sekarang… waktunya kalian jalan bareng, bukan saling menjauh."

Anya mengangkat wajahnya pelan, lalu menatap Papa dan Mama-nya. Ada titik air bening di ujung mata. Ia mengangguk pelan. Anya dengan suara tulus "Iya, Pa… Ma… Aku... ingin memperjuangkan rumah tanggaku. Aku ingin membangun ulang semuanya. Bersama mas Adipati."

Mama Anya langsung bangkit, meraih tangan anaknya dan menggenggamnya erat. Mama Anya terharu "Itu baru anak Mama…"

Papa Anya pura-pura batuk "Kalau gitu, ayo kita sarapan. Nasi gorengnya keburu dingin. Yang penting, pagi ini... bukan cuma perut yang kenyang, tapi hati juga."

Adipati dan Anya saling melirik sekilas, dan tersenyum. Tak perlu kata lagi. Pagi ini bukan pagi biasa. Pagi ini adalah awal dari lembaran baru.

1
kalea rizuky
gay itu susah sembuh. percayalah
kalea rizuky
sekali menjijikan ttep menjijikan
kalea rizuky
Q aja jijik liat pati mending cari yg normal aja anya kasian Vino nanti tau bapak nya gay dlu dih itu mental anak bisa drop
kalea rizuky
laki menjijikan kek qm g pantes jd ayah tau dih najis penyakit bgt takut anya kena hiv
kalea rizuky
anya g jijik
kalea rizuky
lavender marriage jahat bgt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!