Apa jadinya jika kakak beradik saling jatuh cinta. Seluruh dunia bahkan menentang hubungan mereka.
Dan tanpa mereka sadari, mereka telah melakukan sumpah untuk sehidup semati bersama.
Hingga sebuah kecelakaan mengakhiri salah satu hidup dari mereka.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Apakah mereka memang ditakdirkan untuk hidup bersama?
Ikuti jalan ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 Siapa Ayahnya?
Setibanya di ruangan UGD Nabila mendengar suara gaduh. Nabila merasa terganggu dan membuka matanya. Nabila juga mencium bau obat-obatan. Nabila mendapati dirinya di ruangan rumah sakit. Dokter dan perawat memeriksa keadaan Nabila.
Lagi-lagi Nabila merasakan mual luar biasa. Nabila menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Perawat yang sudah berpengalaman mengambil tempat sampah muntah yang terbuat dari plastik untuk Nabila.
Nabila meminta tolong kepada perawat untuk membawanya ke kamar kecil. Seorang perawat memapah Nabila ke kamar kecil. Dan perawat itu meminta Nabila agar memasukkan sedikit urinenya ke dalam mangkok kecil dari plastik. Setelah beberapa menit, Nabila memberikan mangkok kecil berisi urine itu kepada perawat.
Nabila kembali beristirahat di ruangan UGD. Nabila diberi obat pereda mual. Perawat tadi mencelupkan test pack ke dalam urine Nabila. Dan hasilnya ternyata Nabila positif hamil.
Omnya Ammar memanggil Dokter kandungan untuk memeriksa Nabila. Dokter kandungan bertanya kepada Nabila kapan haid terakhir. Nabila menyebutkan tanggal dan bulannya. Dokter kandungan itu mengucapkan selamat kepada Nabila karena Nabila hamil dan usia kehamilannya sudah 4 minggu.
"Ammar, kamu kenapa?" Dokter Badi membantu Ammar berdiri.
"Nabila hamil Om?" Ammar memperjelas pendengarannya.
"Iya, sudah 4 minggu. Nabila hamil anak siapa?" Dokter Badi penasaran.
"Anak Ammar," Ammar kembali masuk ke dalam ruangan UGD.
Dokter Badi dibuat kaget dengan pengakuan Ammar. Dokter Badi ikut Ammar masuk ke ruang UGD. Nabila lebih sehat dari sebelumnya dan diperbolehkan pulang. Ammar setelah menebus obat dan membayar administrasi segera menyusul Nabila yang ada di dalam mobil Ammar.
Nabila menangis histeris di dalam mobil. Nabila yang masih belum sepenuhnya mengingat, tidak tahu bayi yang ada di dalam perutnya itu anak siapa. Apakah benar anak Nabil saudara kembarnya. Karena menurut cerita dari Ammar sebelumnya, Nabila tidak pernah jalan sama orang lain kecuali dengan Nabil saudara kembarnya.
"Mar, aku hamil. Apa benar ini anak dari Kak Nabil?" Nabila memegang perutnya.
"Aku gak tau Bila dan aku pasti akan cari tau," jawab Ammar.
"Apa yang harus aku lakukan? Mama, Papa, Oma, Opa pasti kecewa. Apa yang dikatakan Surya ternyata benar adanya. Aku dan Kak Nabil menjalin cinta dan kami ...." Nabila kembali histeris.
"Jika yang dikatakan Surya itu benar adanya, berarti anak yang ada di dalam perutmu adalah anak Nabil," Ammar mengacak-acak rambutnya.
Ammar kembali ingat apa yang dilakukan ibunya Kevin. Entah dendam apa yang membuat Amel menyatukan Nabil dan Nabila dalam pernikahan ghaib. Dan jika itu anaknya Nabil, ya sah-sah saja karena mereka berdua adalah suami istri.
Tapi dalam kasus ini, Ammar sama sekali tidak mengerti. Menurut Ammar mereka berdua adalah saudara dan tidak seharusnya melakukan hal itu. Ammar curiga, meninggalnya Nabil ada hubungannya dengan Amel.
"Ammar, aku takut pulang. Apa aku aborsi saja?" Nabila menatap perutnya.
"JANGAN, JANGAN PERNAH LAKUKAN!"
Tiba-tiba saja terdengar suara berat di dalam mobil mereka.
Ammar melihat Nabil melayang persis di depan Nabila. Nabil menatap tajam ke arah Nabila. Nabila tidak menyadari kehadiran Nabil. Nabila hanya merasakan saat ini sekujur tubuhnya merinding.
"Nabila gak akan pernah lakuin itu. Izinkan gue bertanggung jawab. Gue minta persetujuan lu," Ammar mencoba menenangkan Nabil.
Nabil jawab! Apa bayi itu anak lu? Ammar bertanya dalam hati.
Nabil mengangguk.
"Ammar, kamu bicara sama siapa?" Nabila terlihat pucat.
"Nabila, aku mau tanggung jawab. Jangan pernah berpikir untuk aborsi karena Nabil sangat benci hal itu."
"Kak Nabil? Kamu liat Kak Nabil?"
"Iya, saat ini Nabil persis ada di hadapan kamu," tunjuk Ammar.
"Kak Nabil, Kak, maaf aku gak ingat Kaka. Maaf Ka, aku takut, aku takut Mama dan Papa marah. Gimana aku Kak?" tangis Nabila pecah.
"Nabila, ada aku. Sebaiknya kita pulang dulu ke rumah. Biar bagaimanapun orang tuamu harus tau."
Ammar menenangkan Nabila. Ammar menuju kediaman Hakim. Sepanjang perjalanan mereka hanya diam. Nabila tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi jika orang tuanya mengetahui dirinya hamil anak dari saudaranya sendiri.
Nabila berusaha mengingat saudara kembarnya Nabil. Mengapa mereka berdua bisa jatuh cinta. Mengapa mereka bisa melakukan hal-hal yang seharusnya tidak mereka lakukan. Apa yang harus dilakukannya ketika nanti perutnya membesar.
Kepala Nabila hampir meledak. Nabila menjerit menahan sakit. Ammar menepikan mobilnya sejenak. Ammar mengambil obat sakit kepala untuk Nabila. Setelah meminum obat, Nabila terlelap.
Ammar kembali melanjutkan perjalanan ke rumah Hakim. Ammar memasuki halaman rumah. Ammar dengan hati-hati membangunkan Nabila. Nabila perlahan membuka mata.
"Bila, kita sudah sampai. Ayo kita masuk," ajak Ammar.
Mereka berdua keluar dari mobil. Nabila enggan melangkahkan kaki. Ammar membujuk Nabila. Ammar menguatkan Nabila. Ammar akan selalu ada di samping Nabila.
Mereka mengucapkan salam dan masuk ke dalam rumah. Kebetulan pada saat itu Hakim, Amina, Laila dan Hadi ada di ruang tamu.
"Kalian, ayo duduk di sini, Oma bawa pizza," Laila membuka satu kotak pizza untuk Ammar dan Nabila.
Ammar dan Nabila duduk di kursi tamu sambil menikmati pizza. Nabila kembali merasakan mual di perutnya. Nabila berlari ke kamar mandi tamu. Amina mengikuti Nabila. Nabila memuntahkan isi perutnya. Amina dengan sabar mengusap punggungnya.
"Sayang, kamu kenapa? Apa perlu ke rumah sakit?" Amina melihat wajah Nabila yang sangat pucat.
"Gak perlu Ma," Nabila mengelap mulutnya dan kembali ke ruang tamu.
Nabila duduk di samping Ammar. Nabila menunduk. Nabila mulai takut.
"Nabila, ada apa sayang? Ada yang ingin disampaikan kepada kita?" tanya Hakim.
Nabila meremas jemarinya. Ammar memberanikan diri untuk bicara.
"Kami baru saja memeriksa keadaan Nabila di rumah sakit," kata Ammar.
"Apa sakit Nabila kambuh lagi?" Hadi mengkhawatirkan Nabila.
"Nabila mengalami sakit kepala dan pingsan. Selain sakit kepala, Nabila juga mengalami kondisi lain di tubuhnya. Ini hasil pemeriksaannya," Ammar memberikan surat keterangan dari rumah sakit.
Hakim yang sangat mengkhawatirkan Nabila dengan cepat membuka amplop berwarna putih itu. Di dalam amplop itu ada surat keterangan dari dokter yang menyatakan Nabila Arista, 19 tahun, dinyatakan hamil dan usia kehamilannya 4 minggu berserta test pack digital yang bertuliskan 'hamil'.
"APA!" Hakim tersentak berdiri dari duduknya.
Nabila memegang lengan Ammar dan bersembunyi di belakang punggung Ammar. Amina yang penasaran mengambil surat keterangan dokter yang jatuh ke lantai.
"ASTAGHFIRULLAH!" Amina terduduk di lantai.
Laila dan Hadi merebut surat keterangan dokter dari tangan Amina.
"YA ALLAH!" Mereka berdua tidak kalah histeris.
"Om, saya akan bertanggung jawab. Izinkan saya menikahi Nabila," Ammar sambil memegangi lengannya Nabila.
"Kamu! Kurang ajar! Kamu telah menghamili Nabila!" Hakim dengan penuh emosi mencengkram leher Ammar.
"Pa, lepasin, bukan Ammar orangnya, lepasin Pa!" Nabila menarik pinggang Hakim.
"Hakim, sadar! Ammar akan mati!" Hadi juga berusaha melepaskan cengkraman tangan Hakim di leher Ammar.
Amina, Laila juga berusaha menenangkan Hakim yang sudah kehilangan akal sehatnya.
"Kalau bukan Ammar pelakunya! Siapa!" teriak Hakim.
"KAK NABIIIIIIIL!" teriak Nabila.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...