•Sinopsis
Bagaimana jika dua insan yang tak saling kenal di satukan dalam sebuah ikatan pernikahan?
Keduanya hanya beberapa kali bertemu di acara-acara tertentu. Dan pada akhirnya mereka harus terbiasa bersama tanpa adanya sebuah rasa.
Tak terbersit di benak mereka, bahwa keduanya akan terikat oleh sebuah janji suci yang di ucapkan sang pria di depan para saksi.
Akankah keduanya bertahan hingga akhir? Atau malah berhenti di tengah jalan karena rasa cinta yang tak kunjung hadir?
Penasaran sama endingnya? Yuk ikutin ceritanya!..
Happy reading :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yp_22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
"Saya sudah sampai hotel."
Hal sederhana yang membuatnya tersenyum karena merasa di hargai.
Tangannya dengan cepat mengetikan balasan.
Ia ingin menanyakan bagaimana perjalanan Michael, namun gengsinya terlalu tinggi hingga akhirnya ia hanya mengirimkan balasan singkat yang tak sesuai dengan isi hatinya.
"Iya."
Hanya satu kata yang tak memiliki makna yang berarti.
Setelah pesan singkat itu terkirim, Viona melemparkan ponselnya ke kasur lalu menggigit jari telunjuknya sendiri karena merasa gemas pada dirinya yang tak berani mengungkapkan apa yang ada di benaknya.
Sementara di belahan dunia lain, tepatnya di Melbourne-Australia. Michael tengah memandangi balasan singkat yang dikirimkan Viona.
Ia menghela nafasnya kemudian menyimpan ponselnya ke atas ranjang.
Michael berlalu ke lamar mandi untuk segera bersiap. Dua jam lagi akan ada pertemuan dengan salah satu CEO perusahaan yang berada di sini untuk membahas kerja sama mereka.
\=°°°•°°°\=
Jam demi jam telah terlewati, hari demi hari silih berganti, sudah tiga hari berlalu sejak Moch pergi ke Australia untuk perjalanan bisnis nya.
Viona yang tinggal sementara di rumah orang tuanya melakukan aktivitas seperti biasa. Bahkan ia merasa bahwa ia belum menikah dan memiliki suami.
Viona hanya pergi ke sekolah, lalu saat waktunya pulang, Viona akan langsung masuk ke kamarnya dan menonton film favorit nya. Hanya sesekali mengobrol dengan orang tuanya sebelum ia kembali masuk ke kamar.
Rasanya membosankan. Tak ada hal lain yang ia kerjakan, tak ada Michael yang akan ia ambilkan nasi saat waktunya sarapan. Ia memang belum mencintai pria itu, namun saat ia tak ada di sisinya.. semua terasa membosankan.
"Viona... Waktunya makan malam, turun dulu sini, papah udah nungguin!" Teriak Amora dari dapur.
Viona menutup laptopnya yang menampilkan drama yang tengah ia tonton kemudian berjalan keluar menuju lantai satu.
Benar saja, di meja makan Alexander tampak duduk menunggunya dengan Amora yang menata makanan yang ia masak di atas meja.
Tangan Viona menarik satu buah kursi yang biasa ia duduki. "Udah pulang pah?" Tanyanya basa-basi.
Alexander mengangguk. "Lesu banget muka kamu, lagi kangen ya?"
Viona mendelik mendengar ucapan Alexander.
"Apaan sih pah, kangen sama siapa coba?"
"Ya suami kamu lah, masa suami orang, kan bahaya"
Malas menanggapi ucapan Alexander yang ada benarnya juga, Viona segera menyendok kan nasi dan lauk pada piringnya.
Alexander dan Amora yang melihat Viona tak menjawab saling pandang dan sambil tersenyum begitu lebar.
"Sabar aja Vio.. tiga hari lagi kok" gumam Amora sambil menyendok kan nasi ke piring suaminya.
"Lauknya mau apa Pah?" Tanya Amora pada Alexander yang kini menoleh ke arahnya.
"Apa aja, yang penting masakan kamu" jawab Alexander genit.
Viona diam memperhatikan interaksi Amora dan Alexander.
'Biasanya gue juga ngambilin nasi buat Om Mic' gumam Viona dalam hati.
Viona menunduk, kembali melanjutkan acara makannya dengan cepat. Ia ingin segera kembali ke kamarnya.
Amora yang menyadari perubahan pada Viona segera menoleh ke arah suaminya seolah bertanya 'ada apa'.
Alexander mengedikkan bahunya tanda tak tau. Keduanya kemudian mulai makan dnegan mata yang sesekali menoleh ke arah Viona lalu saling pendang.
Setelah beberapa saat, Viona yang sudah selesai dengan acara makannya segera bangkit.
"Vio ke atas duluan Mah, Pah" pamitnya.
Alexander dan Amora menatap kepergian Viona dengan pandangan heran.
"Tuh anak kenapa ya pah?"
"Kayaknya lagi inget sama suaminya sih sayang. Tadi aja kan dia gak ngelak pas aku bilang dia kangen suaminya."
"Kayaknya sih iya pah. Berita bagus dong ini, bisa jadi bentar lagi kita punya cucu pa."
"Iya Mah, papah udah gak sabar gendong bayi."
Alexander menoleh ke arah Amora dengan senyuman lebar.
"Kita bikin bayi yuk Mah" ajaknya.
Amora mendelik mendengar ajakan Alexander yang kelewat enteng.
"Emangnya gampang apa?"
"Gak papa gak jadi juga, yang penting prosesnya."
Amora menggeleng. Namun tak urung ia juga tersenyum saat suaminya menarik tangannya.
Saat keduanya hampir sampai pada pintu kamarnya, suara deringan telepon memudarkan senyum yang ada fi wajah Alexander.
Alexander merogoh saku celananya dan melihat siapa yang menelponnya selarut ini.
Alexander menoleh ke arah Amora saat melihat nama yang tertera pada layar ponselnya, "Michael" gumamnya dengan wajah lesu.
Berbeda dengan Alexander yang memasang wajah nelangsa, Amora malah tertawa saat tau rencana suaminya akan tertunda.
"Udah angkat aja sana, siapa tau penting" titahnya.
Alexander mendengus, namun tak urung ia juga mengangkat panggilan dari Michael dan berjalan menuju sofa di dalam kamarnya.
"Halo Michael"
"Halo pah, gimana kabarnya?"
"Alhamdulilah baik, gimana sama kamu?"
"Michael juga baik pah, cuman ya.. kerjaan lagi numpuk, jadi waktu istirahatnya kurang."
"Kamu harus pintar-pintar vari waktu buat istirahat. Jangan sampai kelelahan dan drop."
"Iya pah."
"Oh iya pah, Viona kemana? Dia baik-baik aja kan pah?"
"Emangnya kamu gak ngehubungin Vio?"
Michael di sebrang sana menggaruk tengkuknya yang tak gatal mendengar pertanyaan yang di lemparkan padanya.
"Ee.. takut ganggu pah" akhirnya hanya alsan itu yang keluar dari mulutnya.
"Padhal kayaknya Viona nungguin loh. Dua hari ini aja mukanya kayak lesu banget, tadi aja pas makan malam dia banyak ngelamun."
Michael tertegun mendengar pernyataan tersebut.Tak lama senyum lebar terbit di bibir tebalnya.
"Beneran pah?"
"Iya. Makanya kamu cepetan pulang, kasian anak papah nahan rindu."
"Iya pah, Michael usahain buat cepet-cepet pulang."
"Nah, bagus itu. Ya udah kalo gitu, papah mau ngerjain misi dulu ya?"
"Iya pah, maaf mengganggu. Michael tutup dulu ya pah"
"Iya."
Tut.
Senyum lebar tak hilang dari bibirnya saat panggilan telepon sudah terputus.
"Kayaknya saya harus lembur setiap hari supaya bisa cepet pulang" gumamnya yang kemudian meraih kembali laptot yang sudah ia bereskan tadi.
Ia sudah tak sabar untuk pulang dan menemui gadisnya yang kini mungkin tengah merindukannya.
\=°°°•°°°\=
Dua hari telah berlalu begitu lambat bagi Viona yang tengah menunggu kepulangan seseorang.
Kini Viona tengah membereskan buku dan alat tulis lalu memasukan nya ke dalam tas miliknya.
"Vi, kita jalan yuk" ajak Flora sambil memperhatikan raut wajah Viona yang terlihat tak bersemangat.
"Gak dulu deh Flo, hari ini gue mau rebahan di kamar sambil nonton" tolak Viona dnegan wajah lesunya.
Flora mengernyit. "Dari kemaren jawabnya itu mulu deh lo. Kenapa sih? Ada masalah ya? Cerita sini sama gue, jangan di pendem sendirian."
Viona mencoba tersenyum ke arah sahabat nya yang kini menatapnya dengan tatapan meneliti.
"Gak papa kok, lagi males aja."
"Serius nih? Udah hampir semingguan muka lo lesu gitu, yakin gak ada apa-apa?"
Viona mengangguk meyakinkan.
Setelah beberapa saat Viona meyakinkan sahabatnya itu, Flora akhirnya pamit pulang duluan karena hari ini mereka membawa kendaraan masing-masing.
Viona hanya tersenyum dan melambaikan tangannya pada Flora yang berjalan keluar kelas.
Setelah Flora menghilang di balik pintu, senyuman yang sempat terbingkai di wajah cantiknya hilang tergantikan oleh wajah lesu tanpa energi.
Ia meraih tasnya dan mengenakannya sambil berjalan keluar kelas menuju parkiran motor.
"Sabar Viona, dua hari lagi Om Mic pulang." Gumamnya pada diri sendiri.
"Tapi kenapa gue nungguin dia pulang ya? Apa bener yang di bilang sama papah, kalo gue kangen sama Om Mic?"
"Apaan sih, ngaco banget nih otak" lanjutnya dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Saat tiba di sebelah motornya uang terparkir sempurna, Viona segera menaiki motornya sambil mengenakan helm full face milik nya.
Motor sport kesayangannya melaju keluar gerbang sekolah saat ia menarik gas dengan agak keras.
Sekitar satu jam kemudian, Viona sampai di depan rumah orang tuanya.
Karena tidak ada orang dalam rumahnya, Viona langsung naik ke lantai dua dan masuk ke kamarnya.
Namun langkahnya terhenti saat matanya menangkap sesosok tubuh yang kini duduk bersandar di atas sofa sudut kamarnya.
Pria tersebut tersenyum dan segera beranjak menghampiri Viona yang masih belum berpindah posisi. Bahkan Viona masih terus memperhatikannya dengan tatapan tak percaya.
"Kenapa bengong?" Tanya Michael saat ia sudah sampai tepat di hadapan Viona yang kini mendongak menatapnya.
"Om kapan pulang? Kenapa gak ngabarin dulu?" Refleks Viona melontarkan pertanyaan yang ada di dalam hatinya.
Namun setelah itu, Viona menggigit bibirnya sendiri sambil menghindari tatapan Michael.
"Baru beberapa jam yang lalu sih, sengaja gak ngabarin biar jadi surprise" jawab Michael tersenyum.
"Lata papah kamu, beberapa hari ini kamu keliatan lesu. Kenapa? Kangen sama saya ya?"
Viona menatap Michael dengan mata terbelalak saat mendengar pertanyaan Michael.
"Aku? Kangen sama Om? Sorry ya, gak minat" ucap Viona dengan wajah memerah.
Tanpa melihat reaksi Michael lebih lanjut, Viona segera berjalan meninggalkan Michael untuk menyimpan tasnya di atas meja belajar dan langsung masuk ke kamar mandi.
Michael yang melihat tingkah Viona yang menghindarinya hanya menggelengkan kepalanya sambil berjalan menuju ranjang. Ia ingin mengistirahatkan tubuh nya setelah mengudara dan menunggu Viona selama dua jam.
Michael menutup matanya dengan satu lengannya untuk menghalau silau dari lampu utama kamar istrinya.
.
.
.
Waktu makan malam telah tiba, Viona yang sedari tadi berkutat dengan bahan masakan di dapur bersama Amora kini tampak tengah menata makanan di atas meja makan.
"Biar mamah yang lanjutin, kamu panggil suami kamu dulu gih" titah Amora.
Viona menoleh ke arah Amora, "ya udah, Vio ke atas dulu ya mah."
"Iya."
Dengan senyuman yang terbit di wajah nya, Viona berjalan menuju kamarnya yang kini berisi Michael.
Ceklek.
"Om, makan malamnya udah siap" ucap Viona dari ambang pintu.
Michael yang tengah memainkan ponselnya sambil bersandar pada kepala ranjang menoleh ke arah Viona.
Tanpa membalas ucapan Viona, Michael beranjak dari posisi ternyaman nya.
Sesampainya ia di depan Viona, tangannya terangkat dan merangkul Viona.
"Yuk" ujarnya sambil menarik tubuh Viona supaya berjalan bersamanya.
Viona yang tak sempat menghindar dari tangan besar Michael akhirnya berjalan mengikuti langkah besar milik pria yang tak lain adalah suaminya.
Sesampainya di meja makan, ternyata Alexander sudah bergabung dan duduk di tempatnya dengan Amora yang yang duduk di samping nya.
Michael melepaskan rangkulannya pada Viona dan menyodorkan tangannya pada Alexander. "Pah, apa kabar?"
Alexander menoleh dan menerima uluran tangan Michael dengan senyuman hangat lhas miliknya.
"Papah sehat Michael, bagaimana denganmu? Apakah selama di sana ada masalah?" Balas Alexander.
"Michael juga sehat pah, di sana juga aman. Gak ada kendala apapun, makanya saya bisa pulang lebih cepat dari eaktu penjadwalan."
"Baguslah jika begitu. Lagian Viona juga sudah kangen sama kamu."
"Pah.. apaan sih? ngaco banget ngomongnya, siapa coba yang kangen sama Om-om" sambar Viona cepat.
Alexander dan Amora tergelak mendengar gerutuan Viona, apalagi saat melihat wajah Viona yang mulai memerah.
Michael tersenyum kecil dan melirik ke arah Viona yang masih berdiri di hadapannya.
"Udah deh, jangan ngobrol terus. Vio udah laper, kapan makan nya kalo ngomong terus?" Ujar Viona sambil mengambil piring di hadapannya.
Viona mengangkat piring di tangannya bersiap mengisinya dengan nasi, "lauknya mau pake apa aja Om?."
Michael menoleh ke arah Viona dan memperhatikan Viona yang kini juga tengah menatapnya menunggu jawaban.
"Apa aja."
"Om bilang apa aja ya.. jadi jangan salahin aku kalo nanti ada yang om gak suka sama lauknya" gumam Viona sambil mengambilkan berbagai macam lauk pada piring Michael.
"Nih, harus abis pokoknya." Peringat Viona meletakkan piring yang sudah terisi penuh ke hadapan Michael.
"Setelah makan malam langsung ke kamar" bisik Michail