Dia bukan cucu kyai, bukan pula keturunan keluarga pesantren. Namun mendadak ia harus hidup di lingkungan pesantren sebagai istri, cucu dari salah seorang pemilik pesantren.
Hidup Mecca, jungkir balik setelah ditinggal cinta pertamanya dulu. Siapa sangka, pria itu kini kembali, dengan status sebagai suami.
Yuukk, ikuti cerita Mecca dengan segala kisahnya yang dipermainkan oleh semesta. Berpadu dengan keromantisan dari Kenindra, suami sekaligus mantan kekasihnya yang pernah sangat ia benci dulu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yazh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Husband material
"Nikah makanya, Za." sahut Mecca, sedikit menggodanya. "Nanti bisa bucin-bucinan."
"Rekomendasi dong, Kak, yang kayak Ustaz Arsalan, satu saja! Hihi," pinta Zahra.
"Heh! Dia limited, tahu. Song Kang-nya aku, nggak ada yang kayak dia lagi pokoknya."
"Ih, Kaaak sungguh," pekik Zahra. "Itu beneran Song Kang versi alimnya. Kayak Song Kang ke Do Do Hee! Please, kalian ini manis bangettttt, pengin nikahhh..." Zahra memekik lagi, membuat ruangan yang tadinya sepi menjadi sangat ramai.
Sementara itu, Kenindra juga mendapat ledekan dari sahabatnya, Zayn. Mereka sedang berjalan menuju perkebunan bersama.
"Bang... ana lihat-lihat makin dekat aja sama Neng Mecca?" Zayn bertanya sambil menahan senyum.
Kenindra hanya tersenyum menanggapi tanpa menjawabnya. Rasa bahagianya saat ini melebihi ketika ia baru saja mengucap akad dulu.
"Bang, serius. Lo enggak lepas kendali, kan, sama doi?" Zayn sampai memegang kedua lengan Ken sambil menggoyang-goyangkannya. Mereka memang terbiasa berbicara santai ketika tidak di depan para santrinya. Zayn aadalah cucu seorang pemilik pesantren juga namun di daerah ibu kota. Namun, Ia lebih suka mengabdikan dirinya bersama Kenindra di pesantren Al Qalam.
"Zayn... dengar, ya," jawab Ken dengan nada serius. "Walaupun aku lepas kendali, itu juga tidak masalah karena dia istriku."
Zayn menghentikan langkahnya. Matanya membulat tak percaya. "Wait...?! Serius, Bang? Bidadari surga itu istri lo?"
"Ya kali Aku main-main perkara ginian, Zayn," kata Ken. "Dengar, ya. Dia tinggal di rumah aku 24 jam. Coba kamu pikir, kira-kira aku keberatan tidak kalau status dia bukan istriku?"
Zayn nyengir kuda, sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Iya juga, sih. Gue sudah curiga memang. Lo terlalu dekat sama dia. Kok bisa sih tiba-tiba begitu? Padahal gue tahu banget gimana dinginnya lo sama perempuan. Bahkan dilamar sama cewek Tarim aja lo tolak. Sekarang malah udah nikah sama Mecca si CEO cantik yang pesonanya super luber maksimal itu. Lo utang penjelasan sama gue, Bang."
"Heh! Istriku itu jangan kamu puji-puji," sergah Ken.
Zayn tertawa cukup keras melihat betapa kesalnya Ken. Ia baru pernah melihat sahabatnya ini cemburu perkara perempuan.
***
Mecca memutuskan untuk pulang lebih awal hari ini. Niatnya, ia ingin melihat tutorial memasak di YouTube agar bisa menyiapkan hidangan spesial untuk Ken. Rasanya menyenangkan melakukan sesuatu yang kecil dan manis untuk suaminya itu. Tapi mendadak mood-nya berubah. Saat berjalan menuju rumahnya yang berada di belakang rumah utama pesantren, ia mendapatkan pemandangan yang merusak pikiran, jiwa, dan raganya.
"Carra, sayang, sini sebentar," seru Ummi dari arah teras, memanggilnya.
"Baik, Ummi. Ada apa?" jawab Mecca, bergegas mendekat.
"Ini Ummi tadi masak banyak. Ken suka banget sama rendang. Kamu suka tidak? Kalau suka juga nanti Ummi banyakin bawanya." Ummi membawa kotak makan besar berwarna cokelat yang menyeruakan aroma harum rempah khas Padang.
"Eumm, suka, Ummi, tapi segini saja cukup," jawab Mecca, berusaha menahan ekspresi. Sejujurnya, Mecca tidak suka daging sapi.
"Beneran? Ummi tambahin saja, ya?" tawar Ummi, tidak yakin.
"Tidak usah, Mi, beneran. Segini saja sudah cukup," tegas Mecca, mengambil alih kotak makan itu.
Mecca sudah akan kembali menuju rumahnya, namun matanya menangkap dua orang yang tengah berjalan dari kejauhan. Seorang perempuan berseru memanggil Ken. Perempuan berhijab panjang dan besar itu terlihat mengangguk sopan pada Ken, kemudian memberikan sesuatu dalam sebuah paperbag. Meskipun Ken masih memasang wajah datar tanpa ekspresi, namun perempuan itu terus tersenyum lebar tanpa sedikit pun mengalihkan pandangannya dari Ken. Apa dia tidak diajarkan untuk menjaga pandangan seperti santri putri lainnya? Hufh.
Melihat wajah Mecca murung, Ummi segera mendekat, mengusap lengan Mecca dengan lembut. "Ada apa, sayang?" tanya Ummi lagi, melihat Mecca masih berdiri tak bergeming, pandangannya tidak lepas dari dua orang di kejauhan. Pandangan Ummi mengikuti arah mata Mecca menatap. "Astaghfirullah! Arsalaannn!" seru Ummi sedikit keras, membuat Ken bergegas menghampiri.
"Hei, baru mau pulang, yang? Tumben lebih awal pulangnya," sapa Ken dengan senyum.
Mecca tak menghiraukan pertanyaan Ken. Matanya menatap tidak suka pada ustazah Aisyah, yang juga tengah menatap ke arahnya. "Sudah, ajak masuk istrimu ke rumah sana. Temani dia istirahat," perintah Ummi.
"Nggih, Mi," jawab Ken. Setelah itu, Ken bergegas mengejar Mecca setelah memberikan paperbag yang entah apa isinya tadi pada temannya, Zayn, yang kebetulan lewat.
Mecca sudah tidak peduli lagi dengan panggilan Ken sejak mengejarnya tadi. Dari salah satu hubungan yang pernah ia jalani sebelumnya, ia belajar satu hal: sekuat apa pun pendirian seorang pria, kalau dia membuka sedikit saja celah untuk wanita lain memasukinya, itu sama saja dia sedang mulai merusak hubungannya.
Mecca berpikir, tidak menutup kemungkinan wanita yang berpenampilan alim dan jelas ilmu agamanya jauh lebih tinggi darinya itu bisa merebut perhatian Ken kapan saja.
Mempertahankan Prinsip
Di dalam kamar, Mecca tidak peduli dengan ketukan Ken di pintu. Ia tetap diam. Biar saja Ken mengetuk, Mecca sedang dalam mode tidak ingin menerima penjelasan apa pun.
" Loveee, loveee, buka, please. Aku jelasin, ya, pelan-pelan," Ken mengetuk pintu kamarnya sudah sejak setengah jam yang lalu. Suara permohonannya terdengar begitu putus asa.
"Sayang, maafin aku, ya? Aku tidak bermaksud apa-apa sama Aisyah tadi. Sungguh... di sana juga ada Zayn, kita tidak berduaan," mohon Ken dari balik pintu.
Pikiran Mecca terus menerka-nerka bagaimana hubungan mereka sebelum ada dirinya. Aku yang jadi perusak hubungan mereka atau Aisyah yang akan jadi perusak hubunganku dan Ken?
Mecca mencoba untuk menenangkan diri, tapi pikiran itu terus berputar-putar. Ia tidak bisa mengendalikan amarahnya. Padahal siapa tahu sebelum Mecca datang, mungkin saja mereka memang berhubungan baik. Ah, Carra! Kamu berlebihan.
Setelah cukup lama membiarkan Ken memohon, akhirnya Mecca iba juga mendengar suaranya masih terus memohon hingga hampir satu jam lamanya. Dengan enggan, Mecca membuka pintu kamar kemudian berjalan menuju balkon. Ken mengekor di belakangnya. Mecca tidak berharap ia akan duduk untuk menjelaskan kejadian tadi, karena lagi-lagi Mecca sendiri tidak tahu kenapa ia semarah itu pada Ken.
Ken duduk di samping Mecca. "Sayang, sudah makan?" pertanyaan yang sungguh di luar dugaan Mecca.
Sontak Mecca menggeleng. Ia memang belum makan dari siang. Gara-gara Aisyah, ia melupakan rasa laparnya. Ken bangkit dari duduknya. Mecca mengira ia akan pergi, tapi beberapa menit kemudian ia kembali dengan membawa nasi dan omelet.
"Aku masih ingat kamu tidak suka daging sapi, jadi aku bikinin omelet," ucap Ken, meletakkan piring di meja.
Mecca masih tak bergeming. Hatinya luluh melihat Ken begitu peduli, hingga Ken dengan sabar menyuapinya sampai makanan itu habis.
"Kamu sudah makan?" tanya Mecca, usai menerima suapan terakhir darinya.
"Nanti saja... Sekarang aku boleh jelasin yang tadi? Hmm?" Ken meraih tangan Mecca dan mengusap lembut buku-buku jarinya.
Ahh, dia dari dulu paling bisa membuat Mecca kelimpungan. Sepertinya Mecca lupa kalau sedang marah tadi.
'Kamu layak dibahagiakan, jadi tinggalkan mereka yang berniat menghargai kamu dari awal'
easy going lah crtanya, menghibur tp gak menjemukan👍👍👍