Anya bermimpi untuk memiliki kehidupan yang sederhana dan damai. Namun, yang ada hanyalah kesengsaraan dalam hidupnya. Gadis cantik ini harus bekerja keras setiap hari untuk menghidupi ibu dan dirinya sendiri. Hingga suatu malam, Anya secara tidak sengaja menghabiskan malam di kamar hotel mewah, dengan seorang pria tampan yang tidak dikenalnya! Malam itu mengubah seluruh hidupnya... Aiden menawarkan Anya sebuah pernikahan, untuk alasan yang tidak diketahui oleh gadis itu. Namun Aiden juga berjanji untuk mewujudkan impian Anya: kekayaan dan kehidupan yang damai. Akankah Anya hidup tenang dan bahagia seperti mimpinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Tyger, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 - Mantan Kekasih
Pagi itu…
Hari ini, Aiden memutuskan untuk tidak masuk kantor. Ia ingin memberi waktu istirahat pada matanya. Belakangan ini, matanya terasa semakin berat dan penglihatannya makin buram mungkin karena terlalu memaksakan diri bekerja. Akhirnya, ia memutuskan mengambil cuti selama seminggu.
Untuk sementara, ia mempercayakan Nico menggantikannya di kantor, dan ia hanya akan mengawasi pekerjaan lewat telepon.
Saat terbangun dari tidurnya, Aiden menemukan Anya masih berada dalam pelukannya. Sebuah senyum tipis muncul di wajahnya melihat wanita itu masih tertidur lelap di lengannya. Ia tak mengubah posisinya, hanya kembali memejamkan mata, menikmati pagi yang tenang bersama wanita yang kini mengisi hatinya.
Beberapa saat setelah Aiden terbangun, Anya pun terjaga. Begitu membuka mata, ia mendapati wajah Aiden sangat dekat di depannya. Untung saja ia tidak menjerit karena kaget!
Setelah benar-benar bangun, ia terpaku melihat wajah Aiden yang masih tertidur. Bahkan dalam tidur, pria itu tetap tampak luar biasa tampan. Tanpa ekspresi kaku dan dingin seperti biasanya, wajahnya terlihat begitu damai dan tenang.
Sebenarnya, Aiden sadar kalau Anya sedang menatapnya. Tapi ia sengaja memejamkan mata, ingin sedikit menggoda wanita itu. Ia pun tiba-tiba menggeliat pelan, membuat Anya langsung terlonjak panik, mengira Aiden terbangun saat ia sedang mengagumi wajahnya.
Anya buru-buru melepaskan diri dari pelukan Aiden dan berlari ke kamar mandi seperti kelinci ketakutan.
Aiden membuka matanya dan tertawa kecil melihat ulah Anya yang panik seperti pencuri yang kepergok mencuri hati pemilik rumah.
"Aku tidak akan pernah melepaskanmu," pikirnya sambil tersenyum memandangi pintu kamar mandi yang kini tertutup rapat.
***
Di pagi hari, mereka kembali sarapan bersama. Hana tampak sangat bersemangat hingga memasak terlalu banyak makanan.
“Tuan, Nyonya itu sangat khawatir waktu Anda tidak pulang. Dia menunggu Anda sampai larut malam,” celetuk Hana sambil tersenyum ke arah Aiden, seperti seorang ibu yang sedang menegur anaknya.
“Bu Hana!” Anya berusaha menghentikan, menggelengkan kepala, berharap Hana tak membocorkan rasa rindunya pada Aiden.
Tapi Hana hanya tertawa, pura-pura tak melihat.
Aiden merasa senang bukan main. “Kamu rindu aku?” tanyanya sambil menaikkan alis, menggoda Anya dengan tatapan penuh selidik.
Anya hampir tersedak mendengar pertanyaan itu. Wajahnya langsung memerah. “T-tidak!” katanya tergagap. Tapi warna merah di pipinya membantah jawabannya sendiri.
Semua yang melihat ikut tertawa, termasuk para pelayan yang ada di sekeliling mereka. Aiden pun tersenyum lebar melihat reaksi Anya yang malu-malu.
Setelah sarapan, Anya segera membantu Hana membereskan meja dan alat makan. Ia sengaja menghindari Aiden karena masih merasa malu dengan kejadian tadi. Ia khawatir Aiden akan kembali menggoda dan membuat wajahnya terbakar malu.
Sementara itu, Harris menunggu hingga suasana di meja makan sepi. Saat hanya tinggal dirinya dan Aiden, ia berbisik pelan, “Tuan, saya punya informasi penting.”
Aiden mengangguk dan langsung mengajaknya ke ruang kerja untuk membicarakannya lebih lanjut.
Setelah duduk di kursinya, Aiden menunggu. Harris berdiri sambil membuka catatannya.
“Pelaku pembunuhan dokter itu sudah tertangkap,” lapor Harris.
“Siapa dia?” suara Aiden terdengar dingin.
“Dia orang biasa. Katanya, dia ingin membalas dendam karena dokter itu gagal mengoperasi anaknya, hingga anak tunggalnya meninggal dunia.”
Aiden menyandarkan tubuh ke kursi. Mata tajamnya seperti bisa menebas siapa pun yang menyakitinya.
“Tidak ada yang menyuruhnya?” tanya Aiden curiga.
“Menurut pengakuannya, tidak. Dia bilang semua dilakukannya sendiri karena dendam pribadi,” jawab Harris.
Aiden mengangguk tipis. “Menurutmu bagaimana?”
“Orang yang mengatur ini sangat licik. Dia menggunakan orang lain yang memang punya dendam untuk menutupi jejaknya sendiri.” Harris menjelaskan. “Tuan, izinkan saya menyelidikinya lebih dalam. Saya yakin bisa menemukan dalangnya.”
“Hm. Selidiki dalam beberapa minggu ke depan. Kita tentukan langkah selanjutnya nanti,” perintah Aiden.
“Dan satu lagi… Bu Imel terlihat mengunjungi apotek tempat obat mata Tuan diracik.”
Wajah Aiden langsung berubah. Ia mengeklik lidahnya dan terlihat kesal. “Kenapa wanita itu selalu muncul di mana-mana…”
“Saya sudah menyiapkan alternatif apotek yang lebih aman. Kalau Tuan khawatir, saya bisa pesan dari tempat lain.”
“Tidak usah. Ambil saja dari sana. Bandingkan dengan resep lama. Aku ingin tahu mereka akan kasih apa kali ini,” jawab Aiden sambil menyeringai dingin.
“Baik, Tuan.” Harris hampir keluar, tapi terlihat ragu.
“Ada apa lagi? Katakan saja.”
Harris berdeham sebentar. “Raka Mahendra akan segera kembali ke Indonesia.”
Tubuh Aiden langsung menegang. Ia tak lagi bersandar santai punggungnya tegak dan tangannya mengepal. Suasana di ruangan mendadak mencekam.
Raka Mahendra…
Nama itu membuat suhu di ruangan seperti turun beberapa derajat.
Tanpa berkata apa-apa, Aiden mengisyaratkan agar Harris keluar. Harris langsung membungkuk dan meninggalkan ruangan.
Aiden mengusap wajahnya, menarik napas panjang.
Raka Mahendra.
Mantan kekasih Anya. Satu-satunya pria yang pernah dicintai wanita itu.
Anak pertama keluarga Mahendra… kini akan kembali ke Indonesia.
Dan pertanyaan yang berputar di kepala Aiden adalah.
Bagaimana reaksi Anya saat tahu Raka akan kembali?
Harris telah meninggalkan ruang kerja Aiden cukup lama, tetapi Aiden masih berada di ruangan itu. Ia tidak beranjak dari tempat duduknya, masih duduk di kursi yang sama seperti sebelumnya. Matanya terpejam, beristirahat, tetapi pikirannya terus memikirkan informasi yang baru saja diberikan Harris, terutama tentang kembalinya Raka Mahendra.
Tubuhnya bersandar ke belakang di kursi sementara kepalanya sedikit mendongak ke arah langit-langit ruangan. Matanya tetap terpejam sementara otaknya terus berputar dengan cepat.
Hingga tiba-tiba, ia mendengar suara-suara keras dari lantai bawah. Suara itu membuatnya tersentak dari lamunannya. Ia membuka matanya dengan jengkel dan terkejut ketika mendengar suara-suara yang tidak dikenalnya.
Aiden segera berdiri dari kursinya, meninggalkan ruang kerjanya dan turun ke lantai bawah untuk melihat apa yang terjadi.
Anya baru saja selesai membantu Hana mencuci piring dan membersihkan meja setelah sarapan. Itu menjadi rutinitas mereka setiap kali selesai makan.
Hari ini, ia memiliki banyak waktu luang. Ia tidak perlu pergi ke taman bunga karena Aiden telah memerintahkan salah satu pelayan untuk menyiram taman bunga. Akhirnya, ia memutuskan untuk bersantai di ruang keluarga sambil menunggu Aiden selesai membahas pekerjaannya dengan Harris.
Ia duduk di sofa di ruang tamu dan menyalakan televisi. Namun, matanya tidak tertuju pada program yang disiarkan televisi. Perhatiannya tertuju pada buku yang dipegangnya. Ia berencana untuk menyelesaikan buku itu di hari liburnya.
Saat ia asyik membaca buku, terdengar suara dari luar.
"Anya! Ini Ayah! Buka pintu untuk Ayah!" Suara Deny terdengar dari pintu depan rumah. Teriakannya diikuti oleh ketukan keras di pintu.
Suara beberapa orang lain terdengar, seolah-olah mencoba menghalangi Deny untuk masuk ke rumah. Tetapi Deny terus mendesak dan mengetuk pintu sambil berteriak, memaksa masuk untuk menemui Aiden.