Asila Ayu Tahara. Perempuan yang tiba-tiba dituduh membunuh keluarganya, kata penyidik ini adalah perbuatan dendam ia sendiri karna sering di kucilkan oleh keluarganya . Apa benar? Ikut Hara mencari tahu siapa sih yang bunuh keluarga nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jonjuwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jalan keluarnya
Kini di ruangan tamu yang seluas itu hanya di isi oleh berisik TV yang menampilkan berita terkait celakanya seorang penyidik yang mana itu adalah Hakim.
Hara dan Dewi yang semula tengah berseteru di dekat meja makan itu tiba-tiba kompak terdiam kala seorang lelaki paruh baya muncul di layar sembari memegang sebuah mic lalu berteriak setelahnya.
"SAYA YAKIN! ANAK SAYA BUKAN CELAKA KEBETULAN! INI ADALAH REKAYASA YANG DI BUAT OLEH SEORANG PEMBUNUH YANG MANA SEDANG DALAM TAHAP PENCARIAN! KALIAN SEMUA TAHU BETUL BUKAN, PEMBUNUH YANG KEMARIN DI BERITAKAN DI SEMUA CHANNEL TV, NAH ITU ADALAH PEMBUNUH YANG MEREKAYASA KECELAKAAN INI. PEMBUNUH ITU BERNAMA DEWI, ANAK GADIS, YANG KINI DI LINDUNGI OLEH SEORANG TEMANNYA BERNAMA HARA, ENTAH SIAPA LAGI YANG MELINDUNGI ANAK ITU YANG JELAS KELUARGANYA BUKAN ORANG BIASA DAN SAYA YAKIN ITU!"
Suara lantang dengan serak nya itu di barengi dengan tatapan mata tajam yang Ayah Hakim berikan di dalam layar kaca.
Iya, betul. Ayah Hakim tengah berbicara dalam layar itu. Wajahnya tampak lusuh, sembab, mungkin terlalu lelah dan banyak menangis, namun Ibu Hakim di sebelahnya tampak lebih hancur kali ini.
Hara langsung menoleh kepada Dewi.
"Jujur sama aku." kata Hara
"Sumpah Hara! Aku gak lakuin apapun!"
"Dewi!" Hara membentaknya dengan sekuat tenaga
"AKU GAK NGAPA-NGAPAIN HARA!!" Dewi kini juga berteriak
"Bukan kamu? Oh ini ulah anak buah mu? Kamu punya bawahan kan pastinya, bawahan orang tua mu?" tanya Hara penuh selidik
"Aku gak suruh apapun ke mereka Hara!"
"Dewi please, Dewi." Hara kini berjongkok menyisir rambutnya ke belakang frustasi
"Hara, aku serius kali ini. Bukan aku" Dewi merengek tak terima
Hara berdiri berniat melayangkan emosinya lagi, namun yang ia lihat kini mata penuh harap dari Dewi. Ia melihat mata yang tak biasa kali ini dari Dewi.
Apa mungkin Dewi tengah dalam kejujuran kali ini?
"Kamu gak lakuin itu?" suara Hara melemas kali ini
Dewi menggeleng "Bukan Hara, aku bilang aku selalu terbuka sama kamu. Untuk yang ini, aku bener-bener gak lakuin itu Hara."
Hara mengangguk pasrah sambil mengusap wajahnya.
"Aku mau tenangin diri dulu." ucap Hara yang kini melangkah pergi
"Tapi rencanaku soal Hakim sekarang sudah berubah, Hara."
Hara sontak menoleh dan kembali mendekati Dewi.
"Apa maksudnya?
"Rencana buat bunuh Hakim gak buruk juga kayanya."
Pernyataan Dewi sungguh membuat jantung nya merosot, betul sepertinya kecelakaan itu bukan ulah Dewi karna benar Dewi akan selalu terbuka padanya.
Contohnya saja rencananya pada Hakim saat ini, Hara melihat mata kebencian di dalamnya.
Dewi menoleh ke arah TV yang masih menyala dengan berita kecelakaan Hakim masih setia di layarnya.
"Jangan!" ujar Hara
Dewi tersenyum miring "Aku gak suka di fitnah."
"Nggak Dewi! Kamu gak boleh ngapa-ngapain."
"Kamu tunggu disini aja."
"Nggak Dewi! Gak boleh!"
Dewi tak mengindahkan omongan Hara ia malah melenggang pergi ke lantai atas dimana kamarnya berada.
Hara segera menahan lengan Dewi dengan keras sembari memohon-mohon agar ia membiarkan Hakim kali ini.
"Dewi please, hikss hikss" rintih Hara
Dewi tetap menarik paksa meski lengannya sama sekali tak terlepas dari sana.
"Biarin aku yang bilang ke Kak Hakim."
Dewi menoleh kali ini, membuat Hara menghentikan gerakannya
"Aku bakal bilang ke Kak Hakim biar dia klarifikasi lagi kalo bukan kamu pelakunya."
"Percuma Hara, gak akan pengaruh apapun."
"Seenggaknya kita bisa balikin keadaan, bahwa Ayah Kak Hakim itu salah."
"Lagipula namaku udah buruk, dan aku gak puas kalo cuma begitu doang."
"Kamu bilang bakal berubah? Please Dewi, mulai semuanya sekarang. Mulai perubahan kamu dari sekarang."
"Kamu secinta itu sama Hakim?" tanya Dewi
"Ini bukan soal itu Dewi."
"Terus apa?"
Hara terdiam sebentar "Meskipun orang lain yang bakal jadi korban kamu selanjutnya, aku bakal mohon-mohon kaya gini juga Dewi. Ayo kita mulai lebih baik, aku udah turutin kamu dan orang tua kamu buat tutupin semua ini, jadi tolong sudahi semuanya dan kamu bilang kita bakal mulai hidup baru lagi kan? Ayo Dewi, aku mau." lanjutnya masih dengan memohon
Dewi menghela nafas sebentar "Yang bikin aku gak terima itu karna si tua bangka sembarangan nuduh orang."
"Aku bakal jelasin ke Kak Hakim, kalo itu bukan ulah kamu."
"Gimana?" kali ini nada bicara Dewi tampak sedikit mengejek
"Y-ya keee ... "
"Ke rumah sakit? Emang di terima sama mereka?
"Yang ada kamu di usir, terus di sorot media juga." lanjut Dewi
Hara mengurut pelipisnya lalu menepuk-nepuk dahinya, ia lupa bahwa sekarang ia juga pasti tengah dicari karna wawancara Ayah Hakim tadi.
Dewi menahan senyumnya kali ini ia melipat bibirnya ke dalam.
"Sini ikut aku." Dewi meraih lengan Hara ke arah lantai atas
Ia ikut melangkah ke dalam kamar Dewi penuh dengan mesin-mesin yang tak ia ketahui, bagaimana bisa ia menyiapkan ini semua.
"Aku bakal minta tolong ajudan Papa buat ke rumah sakit."
"Caranya?" tanya Hara yang kini mendudukkan diri diatas ranjang Dewi
Dewi mengotak-atik komputernya entah tengah apa Hara hanya memperhatikannya dari sana.
"Halo!!" ucap Dewi antusias
"Halo cantik!"
Hara penasaran kepada siapa Dewi melakukan panggilan ia berdiri menghampiri meja penuh dengan jaringan yang berbelit-belit, menatap layar monitor yang menampilkan seorang pria yang terbilang masih muda.
"Eh, hai Hara." ucapnya
Hara tergagap menatap Dewi sembari menaikkan alisnya, yang setelahnya diberi anggukan oleh Dewi.
"H-hai."
"Dia Rega, orang yang sering kirim paket ke rumah Hakim."
Hara mengangguk setelahnya kembali menatap layar
"Ada tugas."
"Apa nih cantik,"
"Ke rumah sakit tempat Hakim di rawat, aku mau video call dia nanti. Tapi pastiin gak ada siapapun di ruangan itu ya."
"Gampang itu mah, mau kapan?"
"Sekarang, buruan ya. Byee!"
Panggilan itu berakhir setelah Dewi melambaikan tangannya.
Hara kembali menatap Dewi, yang ditatap itu sontak mengangkat bahunya.
"Kamu punya banyak anak buah?"
"Papa aku yang punya."
"Kamu ini sebenernya siapa sih."
"Yaaa, Dewi. Si psikopat."
Hara mengerlingkan matanya malas "Maksudnya keluarga kamu, dan ... Semuanya?"
Dewi terkekeh "Sebatas keluarga pengacara, punya firma sendiri, terus ... Apa ya?"
Hara mendudukkan dirinya di ranjang lagi yang di ikuti Dewi dengan memutar bangkunya menghadap Hara.
"Terus kenapa aku gak nemuin kamu di biodata keluarga kamu."
"Emmm, gak tau." ucap nya sambil mengetuk-ngetuk kan jari telunjuk di dagu lalu mengangkat bahunya
"Apa, kamu gak di akui?" ucap Hara hati-hati
Dewi tertawa.
"Di akui kok, Hara."
"Tapi kok gak di publish?" Hara sungguh penasaran sekarang
"Entah ada yang sadar atau ngga, tapi biodataku di hapus setelah aku bunuh Agri saat itu."
"Siapa yang hapus?" tanya Hara
"Gak tau, kerjaan Papa itu." Lagi-lagi Dewi menjawab sambil mengangkat bahunya
"Jadi Papa kamu tau? Semenjak pembunuhan pertama itu?"
Dewi mengangguk lalu terkekeh melihat Hara yang membulatkan matanya karna terkejut.
"Kamu, gak ada niat bunuh aku juga?"
Pertanyaan Hara kini mengehentikan suara tawa dari Dewi, Dewi langsung melihat Hara dengan serius.
"Kenapa aku bunuh orang yang aku sayang?"
"Tapi kemaren, aku udah khianati kamu. Yang akhirnya kamu di tahan."
"Oh itu, gak masalah sih. Kan setelah itu kamu perhatian lagi ke aku."
"Eh, ada sih rencananya." lanjut Dewi dengan senyumnya
"Kamu ada niat bunuh aku?!" Hara bertanya dengan banyak penasaran
"Iya, nih. Di cincin ini kalo dipencet bisa langsung nyambung ke Rega tadi." Dewi merentangkan jemarinya memamerkan cincin dengan permata ungu
"Aku tinggal ngomong aja kesini kalo kemaren aku mau bunuh kamu, dan pasti saat itu juga Rega laksanin tugasnya meski aku di tahan."
"Terus kenapa kamu gak lakuin itu?"
"Karna kamu bawain aku makan dan nyuapin aku pas di ruang interogasi waktu itu, dan itu cukup buat aku percaya kalo kamu sayang juga sama aku."
Hara menatap Dewi sendu, ia sadar bahwa Dewi hanya ingin di sayangi balik, Dewi hanya ingin di cintai juga seperti ia mencintai Hara sendiri.
Namun jika terus begini mungkin ke depannya ia akan merasa terjerat karna tak bisa jauh dari Dewi, di sisi lain ia bersyukur mendapat orang yang menyayanginya lebih dari apapun.
Dewi tak bohong ketika ia bilang akan menjadi teman Hara, ia tak bohong ketika bilang bahwa ia akan menjadi perisai, bahu, tempat berlindung Hara.
Tapi cara Dewi salah, sangat salah, dan tak termaafkan.