NovelToon NovelToon
Suami Dadakan Super Aneh

Suami Dadakan Super Aneh

Status: tamat
Genre:Pernikahan Kilat / Romantis / Cintamanis / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Menikah dengan Kerabat Mantan / Tamat
Popularitas:413.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mizzly

Pernikahan Mentari dan Bayu hanya tinggal dua hari lagi namun secara mengejutkan Mentari memergoki Bayu berselingkuh dengan Purnama, adik kandungnya sendiri.

Tak ingin menorehkan malu di wajah kedua orang tuanya, Mentari terpaksa dinikahkan dengan Senja, saudara sepupu Bayu.

Tanpa Mentari ketahui, Senja adalah lelaki paling aneh yang ia kenal. Apakah rumah tangga Mentari dan Senja akan bertahan meski tak ada cinta di hati Mentari untuk Senja?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gantungan Kunci

Senja

"Makan, Ja! Jangan cuma liatin aku terus!" protes Mentari.

Kuambil tisu lalu kubersihkan kening Mentari yang berkeringat. "Habis, seru banget sih lihat kamu makan. Pedas banget ya? Sampai keringetan."

Mentari mengambil es teh manis dan meneguknya. Wajahnya memerah karena kepedasan. "Banget, tapi aku suka. Enak, ngilangin mumet."

Aku tersenyum melihatnya. Kuambil lagi tisu dan kini mengelap hidung dan atas bibirnya yang juga berkeringat. "Pelan-pelan saja makannya. Aku tungguin kok."

"Ja, udah ah, jangan ngelap muka aku terus! Memang aku kaca? Tuh, kita diliatin orang-orang, nanti dikira pengantin baru lagi!" gerutu Mentari.

Kulirik kiri dan kanan, benar yang dikatakan Mentari, banyak yang menatap ke arah kami. "Biarkan saja! Mungkin mereka iri melihat kamu diperhatikan olehku."

Mentari menatapku tajam. "Ja, makan!"

Cepat-cepat kutaruh tisu dan kuambil sendok lalu kumasukkan bakso ke mulutku. "Siyyaap, Nyonyiah!"

Mentari tertawa kecil melihatku. Akhirnya... akhirnya dia mulai bisa tertawa lagi. Yess!

"Kamu kerja jadi apa di kantor? Ngerjain apa saja? Kok kamu terlihat mumet sih?" tanyaku.

"Mm... tugasku mengerjakan laporan penjualan dan pembelian barang. Mudah sih, tinggal input di komputer. Yang buat aku mumet itu jenis barangnya. Aku susah sekali menghafalnya, semua pakai kode. Ah... andai yang kuhafal nama-nama sayur dan buah, pasti aku tidak mumet seperti ini." Akhirnya Mentari mau bercerita juga padaku. Perlahan ia mulai terbuka. Aku harus sabar menghadapinya.

"Jadi menurutmu, kalau menghafal nama sayur dan buah, lebih mudah?" tanyaku.

"Tentu. Aku anak kampung yang hidup berdampingan dengan para petani, tentu saja menghapal jenis sayur dan buah lebih mudah bagiku daripada menghapal kode barang yang aku sendiri tak tahu bentuknya seperti apa," jawab Mentari dengan mulut penuh dengan bakso. Lahap sekali ia makan.

"Kalau begitu, nanti kamu kerja di perusahaanku saja. Kamu bisa input sayur dan buah tanpa pusing," kataku sungguh-sungguh.

"Ya... ya... ya... memangnya di masjid ada input nama sayur dan buah?" ledek Mentari.

Aku tersenyum kecil. "Mm... entah. Habiskan makanmu, aku bayar dulu!"

Mentari... Mentari...

Masih saja kamu meragukan pekerjaanku.

.

.

.

"Ja, nanti kalau aku terima gaji pertamaku, kamu mau aku traktir apa?" tanya Mentari saat aku mengantarnya ke kantor.

Lalu lintas pagi ini nampak padat dan tersendat. Banyaknya galian membuat kemacetan terjadi dimana-mana. Entah apa yang digali, mungkin mencari emas?

"Hmm... apa ya?" Aku belum tahu mau minta ditraktir apa. Melihat Mentari tak lagi murung saja sudah merupakan suatu kebahagiaan untukku.

"Jangan yang mahal!" ancam Mentari.

"Aku belum jawab loh! Enaknya ditraktir apa ya?"

"Jangan minta steak!"

"Bagaimana kalau-"

"Jangan minta beliin ponsel atau gadget!" potong Mentari lagi.

"Ish, pelit! Kebanyakan aturan. Terserah kamu sajalah mau traktir apa!" balasku.

Mentari tak menjawabku lagi. Ponselnya berbunyi, Mentari menjawab telepon yang masuk dan aku diam-diam menguping percakapannya.

"Purnama mau menginap di Jakarta? Untuk apa?" tanya Mentari dengan nada sebal.

"Aku tanya Senja dulu, Bu. Kalau Senja mengijinkan, Tari akan kirim alamatnya." Mentari memutus sambungan teleponnya. Kulirik dari kaca spion, wajahnya berubah keruh. Hilang sudah keceriaan saat membayangkan akan terima gaji pertamanya tadi.

"Kenapa?" tanyaku.

"Ibu telepon, katanya Purnama ada tugas dari kampusnya untuk kunjungan ke perusahaan di Jakarta. Dia... mau menginap di rumah bersama seorang temannya. Mm... boleh tidak, Ja?" tanya Mentari dengan ragu-ragu.

"Terserah kamu. Kalau kamu nyaman adikmu menginap di rumah, aku sih oke saja," jawabku.

Mentari terdiam beberapa saat baru kemudian berkata lagi, "Aku tak tahu apakah harus mengijinkannya menginap atau tidak, Ja. Entahlah. Aku merasa... hatiku masih sakit."

Jelas saja hatimu sakit, Tari, kamu dikhianati oleh adikmu sendiri. "Jadi... kamu tak akan mengizinkan adikmu menginap?"

"Kalau tidak kuizinkan, dia akan menginap dimana?" Sifat tidak tegaan Mentari tetap saja tidak berubah sejak dulu. Meskipun hatinya sakit dan pernah dikecewakan tapi ia tak tega melihat adiknya sendiri sengsara. "Apa... kuizinkan saja ya, Ja?"

"Saranku, izinkan saja. Walau bagaimanapun dia itu adikmu. Kalau terjadi apa-apa dengan adikmu, nanti kamu sendiri yang menyesal. Terlepas dari apa yang sudah ia lakukan, kamu tetap kakaknya. Mentari yang kukenal adalah sosok seorang kakak yang amat menyayangi adiknya. Aku jadi ingat waktu kita kecil dulu, kamu selalu mengajak adikmu bermain walau dia agak menyebalkan," jawabku.

"Jangan berkata seperti itu!" Mentari memukul bahuku pelan. "Bukan Purnama yang menyebalkan tapi kamu! Kamu suka sekali membuatku kesal dan menangis!"

"Cie... sayang sekali kakak sama adiknya? Dibelain terus loh! Jadi gimana, kamu izinin Purnama nginep?"

"Mau bagaimana lagi?"

"Asyik! Kita satu kamar lagi dong? Yes!"

.

.

.

Cuaca siang ini begitu terik. Rasanya matahari seperti berada di atas kepalaku. Jika kartu ATM-ku tidak expired, sebenarnya malas aku pergi ke bank. Terlalu sibuk dengan banyak urusan membuatku lupa kalau kartu ATM-ku harus diperbaharui.

Dengan mengendarai motor bututku, aku pergi ke Bank dekat kantorku. Aku langsung menuju bagian prioritas. Sebagai nasabah prioritas dengan saldo tabungan yang lumayan fantastis, aku tentu disambut dengan ramah. Aku bahkan bisa menggunakan kursi pijat sambil menunggu ATM-ku diganti.

Hampir saja mataku terpejam saat aku mendengar namaku disebut. "Loh, Senja?"

Aku membuka mataku dengan malas. "Pelangi?"

Pelangi menghampiriku sambil tersenyum. "Kamu sedang apa di sini?" tanya Pelangi.

"Ada yang harus aku urus," jawabku. "Kamu... bekerja di sini?"

"Iya. Aku jadi customer service di banking." Pelangi menunjuk sayap sebelah kiri gedung.

"Bapak Senja?" Namaku kembali disebut, kali ini oleh bagian prioritas yang mengurus kartuku yang expired.

"Iya." Aku menerima kartu milikku yang baru.

Aku merasa ada sorot mata yang terus menatapku saat aku menandatangani tanda terima kartu. Ternyata benar dugaanku, Pelangi terus menatapku dengan tatapan menyelidik. Tak mau ditatap seperti itu, aku langsung pamit dan meninggalkan bank.

.

.

.

"Beres sudah!" Mentari sejak tadi sibuk memindahkan barang-barang miliknya dari kamar sebelah ke kamarku.

Aku yang sedang membalas chat bawahanku hanya memperhatikan apa yang Mentari lakukan. Kamarku kini bagai kamar kami bersama. Semoga saja akan selamanya seperti ini.

"Assalamualaikum!" Terdengar suara salam dan ketukan pintu dari depan rumah.

"Waalaikumsalam!" Mentari bergegas ke depan. Tak lama kudengar namaku dipanggil. "Ja, ada tamu!"

Tamu?

Siapa?

Aku berjalan ke luar dan melihat Pelangi berdiri di depan rumah, ia masih memakai seragam kerja miliknya. Malam sekali ia pulang kerja.

"Pelangi? Ada apa malam-malam kamu datang?" Aku berjalan menghampiri Pelangi.

"Aku mau mengembalikan ini." Pelangi memberikan gantungan kunci milikku. "Terjatuh di kantor."

Entah mengapa aku merasa ada aura tak enak saat aku menerima gantungan kunci milikku. Apakah ini karena ada sepasang mata yang melihatku dengan penuh tanda tanya?

*****

1
🧒🏻im@ chu😎🍇
Ceo loh mentari suamimu itu🤣🤣🤣
Yay.
akhirnya tamat aku baca.
Terimakasih kak Mizz
Yay.: Insyaallah kak..
total 2 replies
Yay.
senja ada ada aja. btw kita sama Jar lahir jam tigaan lewat...
Yay.
senja nih kaya ibuku pas nemenin keluarganya lahiran, ikut mules jga😬
Atiqa Fa
sepertinya senja tau yg dimaksud Tari hanya dia pura² saja
Atiqa Fa
yg dikatakan Tuti memang benar
Atiqa Fa
Purnama bukan suka sama Bayu tapi dia suka apa yg menjadi milik Mentari
Atiqa Fa
g ngerti sama jln pikiran Tari, udh ada suami malah berharap bs move on sama Fajar yg baru kenal, masih berharap ada kabar juga dr Bayu
Atiqa Fa
Bayu nggak mau nikah sama kamu Tari buktinya dia g hadir waktu akad😄
Atiqa Fa
kalau visualku senja itu Adipati dolken, mentari itu maudy ayunda 😁
Yay.
bukan hantu maupun hewan yg dikhawatirkan senja. tp Orang jahat atuh
Yay.
sudah kuduga, pasti nih purnama terlalu nething. pasti pikirannya gini "Siapa lagi yang mau sama aku?"
Yay.
Lah 😮
Yay.
Yaa Allah keluarga ga beres. lebih tepatnya ayahnya yang ga beres
Yay.
di real ada yg begitu, temenku tp untungnya dia sudah menikmati profesi yg dipilihkan ortunya
Yay.
heh musang... sadar dong kan tari udh kamu khianati😌🙄
Yay.
Apa sih ja🤣
Yay.
dasar gatau malu
Yay.
aku kira fajar yg menanyakan mentari
᪙ͤᵉᶜ✿Veranita
senja suka mentari dari dulu deh kyknya. makanya dia cari perhatian yg bkin mentari kesel mulu jadinya.
pak lurah beneran musti dlengserin deh kyknya🥱
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!