Cinta, benarkah cinta itu ada? kalau ya, kenapa kamu selalu mempermainkan perasaan ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erny Su, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
"Aku hanya mimisan tidak sengaja ke tusuk bolpoin , tapi jangan khawatir udah sembuh kok sebaiknya kamu kembali saja sebelum dia marah."ucap Jiwa yang kini kembali berjalan meninggalkan Dion yang berusaha untuk menghentikan langkahnya.
"Aku tidak membawa masker tolong jangan buat ulah."ucap Jiwa yang kini mampu menghentikan Dion.
Jiwa pun pergi meninggalkan mereka bertiga berjalan menuju panggung sambil meminta maaf pada semuanya yang kini tengah menikmati hidangan pembuka.
"Saya harap anda pikirkan ulang, dia tidak bahagia dengan hidupnya saat ini."ucap Alvino.
"Apa bersama mu dia juga bahagia?"ucap Dion yang kini membuat Alvin terdiam.
"Maaf tolong jangan ribut lagi, yang terpenting sekarang adalah Jiwa baik-baik saja itu sudah cukup. Kasihan jangan jadikan dia rebutan."ucap Devan yang kini membawa tas Jiwa kembali kedalam dan Dion tidak sadar dengan itu.
Sampai saat acara tiup lilin pun selesai, kini semua orang tengah menikmati hidangan penutup, dan Jiwa masih bernyanyi sesuai request mereka.
Tepat saat acara berakhir Jiwa pun turun dari panggung dan berjalan pelan-pelan dan sangat hati-hati bisa dilihat dia sedang tidak baik-baik saja tapi Jiwa tidak minta tolong dan buru-buru pergi menuju kamar ganti dan setelah itu ia pergi meninggalkan cafe bahkan tanpa pamit dan tidak menunggu bayaran baik dari yang punya acara ataupun dari Devan.
Jiwa berjalan cepat menuju mobil dan langsung masuk tanpa melihat kanan kiri dia langsung tancap gas pergi meninggalkan cafe tersebut, dia kembali ke rumah pribadinya yang hanya sepuluh menit dari cafe.
Dalam keadaan sakit kepala yang teramat sangat Jiwa pun buru-buru masuk setelah memarkirkan mobilnya dia pun langsung tergeletak di depan pintu setelah pintu itu tertutup secara otomatis.
Darah kembali mengalir deras dari hidung nya, dan kali ini Jiwa terbatuk-batuk mungkin karena polusi hingga akhirnya ia tidak sadarkan diri.
Jiwa sadar keesokan harinya dia yang menatap ke seluruh ruangan serba putih pun akhirnya sadar bahwa ia sedang berada di rumah sakit dan jarum infus menancap di punggung tangan nya.
"Apa yang sebenarnya kamu sembunyikan Jiwa, kenapa kamu tidak jujur padaku."ucap Devan.
"Maaf bos, tapi aku juga baru tahu beberapa waktu lalu dan aku yakin semua ini hanya penyakit biasa."ucap Jiwa.
"Kamu yang hampir mati itu biasa."ucap Devan yang kini terlihat sangat kecewa.
"Aku sudah terlalu sering mati, tapi kematian yang sesungguhnya tidak pernah tuhan berikan padaku bos, andaikan saja itu datang mungkin aku akan tenang dan tidak perlu lagi membuat orang mengasihani ku."ucap Jiwa yang kini membuat Devan memalingkan wajahnya karena tidak suka mendengar ucapan Jiwa.
"Apa kamu fikir dengan mati maka penderitaan itu akan berakhir, sekarang katakan padaku siapa yang telah mencelakai mu."ucap Devan.
"Tidak ada bos, aku disakiti oleh hatiku sendiri yang terlalu lemah selama ini, tapi mereka bilang itu tidak akan lama."ucap Jiwa.
"Kamu bicara apa, lihat ini kamu bisa baca bukan?"Devan yang kini menyodorkan catatan medis yang milik Jiwa yang kini ia remas tanpa melihat nya.
"Biaya rumah sakit ini pasti mahal bukan aku akan mencicilnya, tolong jangan katakan semua ini pada siapapun."ucap Jiwa yang kini memejamkan matanya kembali.
"Kamu sungguh akan merahasiakan semuanya dari dia?"ujar Devan.
"Masa depan nya masih panjang dan cemerlang aku tidak ingin membuat dia terbebani dengan ini semua biarlah hanya kamu dan dokter yang tau, aku akan minta hal yang sama padanya."ucap Jiwa.
"Tapi kamu butuh uang yang banyak untuk pengobatan mu."ucap Devan.
"Percuma saja diobati pun tidak menjamin bahwa semua ini akan sembuh, dan aku tidak akan pernah percaya dengan kebohongan itu."ucap Jiwa yang kini mengidap penyakit leukimia.
"Kesembuhan itu akan selalu ada Jiwa asal kita berusaha."ucap Devan.
"Pulanglah aku juga akan pulang kasihan kak Liana pasti lelah ngurus si kecil sendirian."ucap Jiwa yang kini mengalihkan pembicaraan.
"Kamu keras kepala Jiwa."ucap Devan.
"Maaf bos, tapi aku hanya tidak ingin terlalu berharap pada sesuatu yang hampir mustahil."ucap Jiwa yang kini terdiam di tempatnya.
"Baiklah jika itu keputusan mu."ucap Devan yang memang tidak bisa memaksa Jiwa meskipun dia ingin yang terbaik untuk adik dari mantan asisten pribadi nya itu.
"Terimakasih bos aku janji akan tetap bekerja dengan baik."ucap Jiwa.
"Hmm..."lirih Devan.
Setelah kepergian Devan Jiwa pun langsung bergegas membawa botol infus miliknya dan meminta perawat untuk melepaskan nya, dokter sudah menyarankan Jiwa untuk melakukan kemo terapi tapi Jiwa menolak.
Tidak hanya itu, jiwa juga mengkonsumsi obat pereda nyeri saja bukan obat kemo.
Dia seakan tak ingin hidup lagi dan kebetulan penyakit itu datang untuk membuat dia semakin cepat pergi dari dunia ini.
Sementara itu Dion kembali mendapatkan laporan bahwa saat ini Jiwa tidak kembali ke rumah megah nya bahkan mereka kehilangan jejak Jiwa saat ini.
Dion yang kini tengah berada di perusahaan pun langsung bergegas pergi menuju tempat dimana Jiwa biasa kunjungi.
Namun di rumah ustadzah Salamah pun tidak ada, di perusahaan tidak ada, hingga saat ia kembali mencari Jiwa di rumah pribadinya ternyata Jiwa baru saja kembali dari luar.
"Babe darimana kenapa pulang kesini."ucap Dion yang kini menghampiri Jiwa.
"Hmm... aku dari luar, aku harus pulang kemana ini rumah ku."ucap Jiwa.
"Babe kamu marah sama aku kenapa jawaban mu seperti itu, aku minta maaf karena tidak bisa kembali tepat waktu aku sibuk akhir-akhir ini."ucap Dion.
"Aku tau sejak dulu kamu memang selalu sibuk jadi kenapa harus minta maaf?"ucap Jiwa yang hendak membuka pintu.
"Kita pulang ke rumah kita babe."ucap Dion.
"Tidak aku lelah."ucap Jiwa.
"Babe kamu bisa bobo di mobil aku yang nyetir."ucap Dion.
"Aku disini saja kamu bisa kembali padanya, lagipula percuma saja disana kalau tidak ada kamu. Aku harus bekerja."ucap Jiwa.
"Babe berhenti bekerja kamu tidak akan kekurangan uang atau apapun, kenapa kamu tidak pernah menggunakan uang yang aku berikan."ucap Dion yang kini menahan tangan Jiwa yang hendak membuka pintu.
"Tidak Di itu uang dia aku tidak punya hak untuk itu."ucap Jiwa yang kini berhasil membuka pintu.
"Babe please jangan berfikir seperti itu, kamu juga istriku kamu berhak untuk semua yang aku miliki."ucap Dion.
"Hmm... tapi aku akan merasa sangat berdosa padanya karena telah bersama dengan mu."ucap Jiwa.
"Babe kamu itu istri pertama ku dan kenapa kamu merasa berdosa. Dimana letak salah nya?"ucap Dion.
"Aku lelah kamu boleh kembali jika kamu mau."ucap Jiwa yang kini meninggalkan Dion yang menatap kepergiannya.
...*****...
Sudah satu jam Dion terdiam di sofa saat ini Jiwa berada di dalam kamar mandi, Dion yang khawatir pun langsung masuk kedalam dia kaget melihat tetesan darah di lantai yang kini mengarah kearah bathtub-e.
"Babe, kamu kenapa?"ucap Dion yang kini melihat Dilara terduduk di dalam bathtub-e sambil menunduk dengan darah di bathtub-e.
Jiwa langsung mengusap hidung nya dan berkata, aku tidak apa-apa hanya mimisan saja."ucap nya yang akhirnya merespon pertanyaan Dion yang hendak menggendong nya.
"Ini tidak mungkin babe darah sebanyak ini."ucap Dion yang kini melihat keanehan di punggung tangan Jiwa.
"Babe apa ini kenapa kamu tidak bilang bahwa kamu sakit."ucap Dion.
"Bukan sakit yank, tadi aku tidak sengaja tertusuk jarum abaikan plaster ini ini diberikan oleh teman ki tadi."ucap Jiwa yang kini bangkit dari dalam bathtub-e dibantu oleh Dion.
"Jangan bohongi aku."ucap Dion yang kini melihat wajah pucat Jiwa.
"Terserah kamu mau percaya atau tidak."ucap Jiwa yang kini membasuh muka di wastafel.
Jiwa yang sejak tadi sudah mandi dan menggunakan bathrobe, tapi tiba-tiba dia mimisan hingga akhirnya ia memutuskan tidak jadi untuk keluar dari dalam kamar mandi.
"Kemarilah biar aku periksa."ucap Dion yang kini mendongakkan wajah istrinya dan memeriksa hidup Jiwa.
"Hidung mu tidak terluka babe apa yang terjadi."ucap Dion.
"Tidak ada Yank aku hanya merasa pusing mungkin karena belum tidur."ucap Jiwa yang kini melepaskan genggaman tangan Dion.
Tapi Dion tidak mau menjauh dia langsung menyambar bibir istrinya yang kini terasa bau obat.
Dion pun langsung melepaskan ciumannya."Babe katakan dengan jujur atau aku akan sangat marah padamu saat aku tau bahwa kamu menyembunyikan sesuatu dariku."ucap Dion yang kini mencium bibir Jiwa dengan sedikit kasar.
Jiwa pun hanya bisa pasrah, dia tidak menolak karena sudah bisa dipastikan bahwa Dion akan sangat marah.
Sampai percintaan itu terjadi, mereka larut didalam nya meskipun di hati Jiwa masih ada yang mengganjal karena Dion bukan hanya miliknya dia merasa cemburu dan sakit hati ketika membayangkan Dion yang menyentuh istri lainnya.
Jiwa masih berbaring di samping Dion sampai saat getaran ponsel milik Dion membuyarkan suasana romantis nya saat ini.
Dion pun mengabaikan itu hingga saat Jiwa meraihnya dan memberikan ponsel yang kini terlihat jelas bahwa my queen muncul di layar handphone dengan foto profil mereka berdua yang sedang beradegan mesra.
Jiwa yang kini menahan rasa sakit yang teramat pun hendak bangkit untuk pergi menjauh tapi Dion menahan nya dan melempar ponsel tersebut setelah ia mematikan nya.
"Kenapa malah dimatikan hmm...? dia pasti sedang menunggu mu."ucap Jiwa yang kini melepaskan genggaman tangan Dion dari tangan nya.
"Jangan hiraukan itu, kemarilah."ucap Dion.
"Aku ingin bersih-bersih."ucap Jiwa.
"Siapa yang mengijinkan nya babe ini sudah larut malam jadi jangan macam-macam."ucap Dion yang kini memeluk erat Jiwa dibalik selimut yang mereka kenakan.
Jiwa pun langsung berasumsi bahwa Dion pun akan melakukan hal yang sama jika dia menghubungi Dion saat Dion tengah bersama dengan istrinya itu.
Jiwa pun berbalik membelakangi Dion yang kini bertanya padanya."Ada apa hmm... kenapa membelakangi ku."ucap Dion.
"Tidak apa hanya sedikit pegel saja, jadi maaf."ucap Jiwa yang kini menghapus air matanya.
Mereka pun terlelap dalam tidurnya hingga saat pagi menjemput Jiwa yang baru saja terjaga tidak mendapati suaminya disamping nya.
Jiwa pun menghela nafas panjang dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Tidak berapa lama dia sudah keluar dari dalam kamar mandi dan langsung menuju meja rias untuk mengeringkan rambut nya.
Dia pun menatap wajah pucat nya di cermin saat ini, jujur dia mengalami ketakutan jika suatu saat nanti tubuhnya semakin melemah dan sudah pasti akan menyusahkan orang lain, sementara dia tidak punya siapa-siapa dan tidak punya biaya yang banyak untuk biaya perawatan nya kelak sebelum dia meninggalkan dunia ini untuk selamanya.
Jiwa pun selesai mengeringkan rambutnya dan buru-buru menggunakan make-up untuk menutupi wajahnya yang pucat itu.
Setelah selesai dia pun langsung bergegas pergi menuju lemari pakaian dan meraih pakaian formal yang akan dia gunakan saat ini.
Jiwa pun langsung satset dan tidak sampai sepuluh menit penampilan nya sudah sangat rapi, dia tampak lebih baik dari sebelumnya dan kini dia meraih seprei dan selimut yang kini dia masukkan kedalam keranjang cucian setelah itu dia biarkan kasur nya tanpa seprei dan meraih tasnya lalu dia berjalan keluar dari dalam kamar.
Saat dia tiba di ruang keluarga dia langsung berdiri mematung di tempatnya saat melihat Dion yang kini tengah berdebat dengan seseorang di sebrang telfon, Dion bahkan masih menggunakan bathrobe.
Jiwa pikir Dion sudah pergi meninggalkan nya seperti biasa."Aku tidak mau tau sekarang juga cari tau apa yang sebenarnya terjadi pada istriku dan selidiki tentang obat itu, dan satu lagi bilang pada Kasandra aku tidak bisa pulang dalam satu minggu kedepan."ucap Dion yang kini meraih kotak obat diatas meja dan berbalik kearah Jiwa yang kini masih mematung di tempatnya.
"Di itu hanya vitamin untuk apa mencari tahu tentang itu, dan kamu tidak perlu khawatirkan aku kamu bisa pulang kasihan dia menunggu mu."ucap Jiwa berusaha untuk bersikap biasa saja agar Dion tidak curiga.
"Babe apa kamu tau aku punya rumah sakit pribadi dan aku sendiri tau berbagai macam jenis obat, tapi ini adalah obat langka yang mungkin ilegal, dan aku yakin kamu tau perbedaan antara obat dan vitamin."ucap Dion yang kini membuat tangan Jiwa mencengkram tasnya.
"Duduklah sebentar lagi sarapan pagi akan datang, dan kamu tidak boleh bekerja karena saat ini kamu sudah resmi resign.
"Apa maksud mu di, aku tidak mungkin berhenti bekerja aku butuh uang banyak."ucap Jiwa yang kini keceplosan.
"Sebanyak apa hmm? Dan untuk apa uang itu katakan yang sejujurnya."ucap Dion.
"Aku ingin memiliki segalanya agar orang lain tidak lagi membeda-bedakan antara aku dengan yang lainnya. Aku juga sedang berusaha untuk memantaskan diriku untuk bersanding dengan mu."ucap Jiwa.
"Apa semua itu penting saat ini setelah kamu menjadi milikku dan kau adalah satu-satunya wanita yang sangat aku cintai."ujar Dion.
"Aku tidak tau itu kebenaran atau kebohongan.