Di sebut wanita mandul memang sangatlah menyakitkan bagi wanita manapun tak terkecuali Fana. kata mandul hampir setiap hari menjadi santapan sehari-hari bagi wanita cantik itu. suami yang sepantasnya memberi dukungan bahkan seharusnya menjadi tempat untuk mengadu seakan mendukung ibunya, dan itu semakin membuat Fana merasa semakin terpojokkan.
Hingga suatu saat pekerjaannya seolah mendekatkan dirinya dengan seorang pria muda yang merupakan model di agensinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calon ibu mertua idaman.
Salah seorang asisten rumah tangga mempersilahkan Fana dan Chici untuk masuk ke dalam rumah megah bak istana tersebut, kemudian mengantarkan keduanya menuju ruang tengah.
"Silahkan menunggu sebentar Nona, saya akan menyampaikan kedatangan anda pada Nyonya dan Nona Indah." ujar asisten rumah tangga yang akrab dipanggil Bi Ani tersebut.
"Baik." Fana mengangguk sekilas sembari mengulas senyum tipis pada bi Ani.
Jika Fana kini fokus berbalas pesan dengan seseorang sepeninggalan bi Ani, Chici justru sibuk mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. "Ini rumah apa istana, gede amat?." lirih Chici.
Tak lama kemudian dua orang wanita berbeda generasi nampak menghampiri Fana dan juga Chici di ruang tengah.
"Selamat pagi, Nyonya.... selamat pagi Nona.... kenalkan saya Nirfana aurelia."Fana bangkit dari duduknya kemudian mengulurkan tangan untuk bersalaman.
"Nirfana aurelia???." ulang Mama Susan dalam hati, sebelum sesaat kemudian menyambut uluran tangan Fana. "Tante Susan." mama Susan pun memperkenalkan diri pada Fana. Setelahnya, mama susan bersalaman dengan Chici, begitu pun dengan Fana yang kini bersalaman dengan Indah.
Mama Susan yang telah mendaratkan bokongnya di sofa lantas menoleh sejenak pada putrinya. paham dengan sorot mata ibunya, indah lantas menganggukkan kepala sekilas, seakan membenarkan dugaan ibunya tentang sosok wanita cantik di hadapan mereka saat ini.
"Cantik sekali wanita ini, pantas saja putraku begitu tergila-gila padanya." batin mama Susan saat kembali menatap intens wajah Fana, dan untungnya Fana tak menyadari hal itu sebab ia tengah fokus menatap lawan bicaranya, Indah.
..."Rencananya acara lamarannya akan di laksanakan Minggu depan, dan saya percayakan pada anda untuk mengabadikan setiap momen di acara lamaran saya nanti." ucap Indah....
"Suatu kehormatan bagi saya bisa ikut terlibat dalam acara penting anda Nona." sahut Fana.
"BTW, nggak usah panggil Nona, mbak indah saja biar lebih enak. !!!." ujar indah yang usianya setahun di atas Fana.
Tanpa sepengetahuan keluarganya, indah memang Sengaja menggunakan jasa dari agensi Fana dalam acara pentingnya tersebut. terlebih, Indah ingin Fana yang turun langsung tanpa menggunakan jasa dari pegawainya.
Fana tersenyum kaku, ada rasa tidak enak jika ia harus memanggil kliennya dengan sebutan nama saja, akan tetapi itu merupakan permintaan dari klien sendiri hingga mau tak mau Fana mengiyakannya. "Baiklah, Non_maksud saya, mbak indah." ucap Fana
Indah mengulas senyum mendengar Fana memanggilnya dengan sebutan mbak, entah mengapa indah merasa senang dengan panggilan Fana terhadap dirinya.
Percakapan mereka pun mulai terdengar serius, mulai dari rencana pengambilan foto prewedding hingga rencana lamaran.
"Berhubung waktunya sedikit mepet, apa bisa untuk pengambilan Foto prewedding kita lakukan besok, mbak???." saran Fana.
"Tentu saja." jawab indah yang saat ini tengah memilih beberapa konsep untuk tema prewedding yang ditunjukkan pada layar laptop Fana.
Di saat Fana dan Chici fokus mengobrol serius dengan indah, mama Susan justru sibuk memperhatikan wajah cantik Fana.
Menyaksikan interaksi Fana dan putrinya, mama Susan semakin yakin jika wanita yang dicintai oleh putranya adalah wanita baik baik dan juga pekerja keras, terlebih wanita itu sangat cantik. Jika orang yang tak mengenalnya pasti akan mengira Fana masih gadis, sama seperti dirinya saat pertama kali melihat sosok Fana.
Di tengah percakapan serius mereka, tiba-tiba ponsel Fana berdering dan itu berhasil mengalihkan perhatian semua yang ada di ruangan tersebut ke arah benda pipih yang diletakkan Fana di atas meja, di mana saat ini layar ponsel Fana di penuhi dengan wajah tampan seorang pria yang saat ini tengah melakukan panggilan telepon di aplikasi hijau milik Fana.
"Riza.." dalam hati Fana kala menyaksikan profil Riza di layar ponselnya.
"Maaf mbak, saya permisi sebentar." Fana meraih ponselnya kemudian sedikit menjauh untuk menerima panggilan telepon dari Riza. Ya, Fana memilih menerima panggilan telepon dari Riza, karena jika ia mengabaikannya bisa dipastikan pria itu akan terus melakukan panggilan telepon hingga panggilannya tersambung.
Setelah kepergian Fana untuk menerima panggilan telepon di ponselnya, mama Susan dan indah sontak saja saling melempar pandangan.
"Aku lagi meeting dengan klien, Za." kalimat pertama yang diucapkan Fana ketika Baru saja menerima panggilan telepon dari Riza.
"Maaf sayang, aku pikir meeting nya sudah selesai."
"Nanti kalau meeting nya sudah selesai jangan lupa kabarin aku ya!!!." lanjut Riza.
"Hemt." ujar Fana sebelum kemudian pamit untuk menyudahi sambungan telepon.
"Maaf." ujar Fana sungkan, ketika kembali bergabung bersama mama Susan, indah dan juga Chici.
"Nggak masalah." sahut Indah dengan seulas senyum di bibirnya, wanita itu tahu betul jika panggilan telepon tersebut berasal dari adiknya, Riza. Sementara mama Susan, wanita paru baya tersebut nampak menggelengkan kepala menyadari sikap posesif putranya.
Percakapan mereka kembali berlanjut hingga satu jam pun berlalu, dan kini Fana terlihat pamit pada mama Susan dan juga indah.
"Pantas saja adik kamu khawatir keduluan sama laki-laki lain, ternyata wanita bernama Fana itu sangat cantik." komentar mama Susan saat menyaksikan mobil Fana bergerak meninggalkan gerbang rumahnya.
"Ternyata aslinya jauh lebih cantik ketimbang di Foto." Indah pun ikut berkomentar, sebelum ibu dan anak tersebut kembali ke dalam rumah.
Kini mama Susan dan indah telah berada di ruang tengah.
"Memangnya masalah apa yang menyebabkan dia sampai diceraikan oleh mantan suaminya????." satu pertanyaan yang sejak beberapa hari lalu bersarang di benak mama Susan kini di tanyakan wanita itu pada putrinya.
"Indah juga tidak tahu dengan pasti sih mah, tapi kalau menurut informasi yang indah dengar sih mantan suaminya nikah lagi dengan mantan kekasihnya dulu, terus mantan ibu mertuanya selalu memperlakukan Fana dengan kurang baik. Dan....."
"Dan apa???." desak mama Susan ketika indah seakan enggan melanjutkan kalimatnya.
"Dan menurut informasi yang indah peroleh, mantan ibu mertuanya Fana menuding Fana tidak bisa memberikan keturunan untuk putranya mah, mantan ibu mertuanya menuding Fana mandul." sebagai sesama wanita indah seperti dapat merasakan perasaan Fana kala mendapat tudingan demikian dari mantan ibu mertuanya, itu terbukti dari raut wajah sendu indah kala berucap.
"Oh astaga.....di zaman sekarang masih ada mertua model begitu????." ujar mama Susan, tak habis pikir setelah mendengar cerita putrinya tentang sosok mantan ibu mertuanya Fana.
Indah menatap intens wajah ibunya. "Jika Riza menikahi Fana, apa mama juga akan menuntut hal yang sama padanya, mah??? Apa mama juga akan menuntut Fana untuk memberikan seorang cucu untuk mama???." pertanyaan sensitif di ucapkan Indah pada ibunya hingga membuat wanita paru baya tersebut menghela napas mendengarnya.
"Sebagai seorang ibu pastinya mama menginginkan kehadiran cucu dari anak anak mama, tetapi semua itu kembali lagi pada anak anak mama. Jika kalian bahagia dengan kehidupan yang kalian jalani lalu mengapa mama harus merusak kebahagiaan kalian dengan permintaan mama. Lagi pula di zaman sekarang ada banyak usaha yang bisa dilakukan untuk mendapatkan keturunan, jika bisa mencari solusi bersama sama mengapa kita harus membuat anak orang dalam kondisi tertekan seorang diri???." sebagai seorang anak tentu saja Indah merasa bangga dengan sikap bijak ibunya, sikap bijak yang tidak di miliki oleh semua calon ibu mertua di dunia ini.
Indah beranjak mendekat pada ibunya. "Indah kagum sama mama, semoga kelak indah juga bisa bersikap sebijak mama." ujar Indah yang kini berada di pelukan ibunya.
Mama Susan tersenyum. "Bukankah sebelum menjadi ibu mertua nantinya, mama juga pernah berada di posisi menantu, dan sebagai menantu, mama selalu di perlakukan dengan baik oleh Oma dan Opa kamu. Mama hanya ingin bersikap seperti Oma kamu yang selalu memperlakukan mama dengan sangat baik sejak pertama kali menjadi menantu sampai dengan menghembuskan napas terakhirnya." Mama Susan jadi teringat akan sosok mendiang ibu mertuanya yang tidak pernah menuntut banyak hal darinya sebagai seorang menantu.