NovelToon NovelToon
Sebelum Segalanya Berubah

Sebelum Segalanya Berubah

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Dunia Masa Depan / Fantasi / TimeTravel
Popularitas:771
Nilai: 5
Nama Author: SunFlower

Rania menjalani kehidupan yang monoton. Penghianatan keluarga, kekasih dan sahabatnya. Hingga suatu malam, ia bertemu seorang pria misterius yang menawarkan sesuatu yang menurutnya sangat tidak masuk akal. "Kesempatan untuk melihat masa depan."

Dalam perjalanan menembus waktu itu, Rania menjalani kehidupan yang selalu ia dambakan. Dirinya di masa depan adalah seorang wanita yang sukses, memiliki jabatan dan kekayaan, tapi hidupnya kesepian. Ia berhasil, tapi kehilangan semua yang pernah ia cintai. Di sana ia mulai memahami harga dari setiap pilihan yang dulu ia buat.

Namun ketika waktunya hampir habis, pria itu memberinya dua pilihan: tetap tinggal di masa depan dan melupakan semuanya, atau kembali ke masa lalu untuk memperbaiki apa yang telah ia hancurkan, meski itu berarti mengubah takdir orang-orang yang ia cintai.

Manakah yang akan di pilih oleh Rania?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#26

Happy Reading...

.

.

.

Saat Rania membuka kedua matanya pagi itu, cahaya matahari sudah menerobos masuk melalui celah tirai kamar. Ia berkedip beberapa kali, mencoba menyesuaikan pandangan. Namun detik berikutnya, kesadarannya langsung tertuju pada satu hal. Koper yang semalam ada di sudut kamar telak hilang.

Ia terduduk perlahan, menatap sisi ranjang yang semalam ditempati Arkana. Kosong. Selimut rapi dan tidak ada tanda- tanda seseorang baru saja tidur di sana.

“Dia.. benar- benar pergi?” bisik Rania, suaranya serak.

Ia memejamkan kedua matanya, tetapi justru rasa sakit yang muncul. Kecewa. Sedih. Dan entah kenapa, ketakutan yang sama seperti dulu kembali menggerogoti hatinya.

Ia menarik napas panjang, tetapi bukannya membuatnya merasa tenang, justru dadanya semakin sesak. Saat menyadari kepergian Arkana, air matanya yang semula ia tahan akhirnya jatuh juga. Satu tetes. Dua tetes. Lalu tanpa ia sadari berubah menjadi tangisan kecil.

“Kenapa aku begini..” gumam Rania sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. “Kenapa aku merasa ditinggalkan... ”

Tangisnya pecah begitu saja, seolah semua rasa kehilangan yang tidak ia mengerti keluar bersamaan. Padahal Arkana berkata hanya pergi seminggu. Dan bahkan kenyataannya mereka berdua bukanlah pasangan yang sesungguhnya. Tetapi hatinya tetap saja terasa kosong.

Setelah beberapa menit, isak Raina sedikit mereda, Rania duduk lebih tegak. Ia tahu ia tidak bisa menangis terus. Dengan langkah pelan ia pergi ke kamar mandi, melepas pakaiannya dan masuk ke dalam bak. Ia memutuskan untuk berendam dengan air hangat.

Begitu tubuhnya menyentuh air, rasa hangat itu membuat hatinya sedikit merasa tenang. Namun justru karena rasa tenang itu pikirannya mulai kembali dipenuhi pertanyaan-pertanyaan menyakitkan.

“Apa aku memang ditakdirkan hidup sendirian?” Tanyanya lirih pada dirinya sendiri.

Ia menatap pantulan wajahnya di permukaan air, samar, tetapi tetap bisa ia lihat bahwa wajah itu tampak lelah.

“Apa aku memang tidak pantas memiliki siapapun?” Lanjutnya lagi, lebih pelan. “Atau Tuhan memang tidak mengizinkan aku untuk merasakan kebahagiaan?”

Ia menggigit bibirnya. Air hangat justru terasa seperti mengingatkan bahwa ia sedang baik-baik saja, ternyata satu hal yang tidak dapat berubah dari dirinya. Ternyata ia tetap menjadi perempuan yang rapuh di dalamnya.

Selesai berendam, ia mengeringkan tubuh dan mengenakan pakaian formal. Ia membiarkan rambutnya terurai seadanya, lalu keluar dari kamarnya. Rania berniat menuju dapur untuk memasak sarapan. Setidaknya ia ingin sibuk agar tidak perlu memikirkan Arkana lagi.

Namun langkahnya berhenti tepat di dekat dapur.

Meja makan. Sudah tertata rapi. Sepiring omelet, segelas susu, roti panggang, bahkan buah yang sudah dipotong. Semua tampak masih hangat.

“Arkana.. ?” Rania memanggil lirih, meski ia tahu lelaki itu sudah tidak ada. Ia tetap menoleh ke sekeliling, berharap seseorang tiba-tiba muncul di hadapannya dengan tersenyum. Dan tentu saja tidak ada siapa-siapa.

Hatinya mencelos. Makin terasa kosong.

Pandangan Rania kemudian tertarik pada selembar notes kecil warna kuning yang menempel di pintu kulkas. Pelan-pelan ia melangkah mendekat, meraih kertas kecil itu. Tulisan tangan Arkana yang rapi membuat dadanya langsung menghangat dan perih sekaligus.

“Aku pergi dulu. Aku akan mengusahakan untuk cepat kembali.”

Rania menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan air mata yang kembali menggenang. Tapi sulit. Ia mengusap sudut matanya, berusaha tetap membaca sampai akhir.

“Jangan lupa makan sarapan kamu.”

Sederhana. Bahkan terlalu sangat sederhana. Tetapi tidak bagi Rania, kalimat itu terasa seperti kehangatan dalam sebuah keluarga. Arkana mungkin pergi, tapi tetap memikirkannya. Ia tetap memastikan Rania makan. Tetap meninggalkan sesuatu untuk menunjukkan bahwa ia tidak benar-benar mengabaikannya.

Rania memeluk notes kecil itu. “Kenapa sih kamu tidak bilang dulu sebelum pergi..” gumamnya.

Dan pagi ini, Rania seolah kembali merasa kehilangan seseorang yang bahkan belum benar-benar ia pahami. Tapi rasa itu nyata dan semakin hari semakin sulit untuk ia abaikan.

.

.

.

Seharian ini, Rania benar–benar tidak bisa fokus. Berkas-berkas yang biasanya dapat ia selesaikan dalam waktu singkat kini hanya menumpuk begitu saja di meja kerjanya. Pandangannya berulang kali kosong, pikirannya melayang entah kemana dan setiap kali Sonya memanggil namanya, ia selalu terkejut.

“Bu Rania..” tegur Sonya pelan, mencoba menjaga nada suaranya agar tidak terdengar menghakimi. “Ibu salah memeriksa data lagi.” Ini sudah ketiga kalinya Sonya menegurnya.

Rania menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. “Maaf.. maaf, Sonya. Aku benar-benar tidak bisa fokus hari ini.”

Sonya menghela napas, kemudian berjalan mendekat. Ada rasa khawatir di wajahnya yang biasanya terlihat selalu tenang. “Bu.. ada apa? apa ada masalah? Atau terjadi sesuatu...”

Rania hanya menggeleng lemah, bahkan tanpa melihat ke arah Sonya. Ia meletakkan ponselnya di meja, lalu beberapa detik kemudian meraihnya kembali. Menyalakan layar. Menatapnya. Tidak ada pesan masuk. Ia meletakkan lagi. Mengambil lagi.

Sonya memperhatikan semua itu dengan jelas.

Pada akhirnya ia memberanikan diri untuk bertanya lagi. “Apa ibu sedang menunggu seseorang?”

“Tidak.” jawab Rania cepat.

Sonya mengernyit. Ia menatap Rania lama, seolah mencoba menebak dari sikap atasannya itu. “Apa.. ibu sedang menunggu pesan dari Pak Arkana?” Tebaknya saat mengingat bahwa minggu ini adalah waktu berkunjung Arkana ke Bali.

Pertanyaan itu langsung membuat Rania terpaku. Kedua matanya berkaca-kaca begitu cepat, seolah hanya menunggu kedipan matanya hingga air mata itu akan menetes.

Rania mengacak rambutnya kasar. “Ahhh.. Kenapa sih jadi aku seperti ini!”

Hampir saja ia berteriak. Sonya terlonjak tidak menyangka reaksi atasannya akan seperti itu.

“Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi denganku.. ” Suara Rania mulai goyah. “Aku.. aku.. aku sangat merindukan lelaki brengsek berwajah dingin itu.” Ucapnya

Sonya membeku. Ia bahkan kehilangan kemampuan berbicara selama beberapa detik.

“Aku tidak tahu kenapa aku jadi begini.” Rania menunduk, suaranya makin lirih namun emosinya makin meledak. “Aku tidak mau dia pergi, tapi dia tetap pergi. Dia sudah pergi seminggu, kembali sebentar lalu pergi lagi.. Dan aku dibiarkan sendiri di apartemen itu!”

Sonya masih terdiam. Ia tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Selama ini Rania adalah sosok yang dingin, tegas, dan hampir mustahil menunjukkan kelemahan di depan siapa pun. Tapi kini.. ia hampir menangis.. bahkan ia hampir menangis hanya karena di tinggal Arkana pergi.

Sonya menatap pemandangan itu dengan pandangan bingung. Antara kasihan, bingung, dan takut. Namun akhirnya dengan gerakan kecil ia meraih ponselnya. Ia tahu tidak seharusnya, tetapi ia merasa seseorang harus tahu kondisi Rania. Seseorang yang mengerti bagaimana menangani atasannya itu saat ini.

Dengan cepat, ia mengaktifkan kamera dan merekam Rania secara sembunyi- sembunyi

“Kenapa ibu tidak menelepon saja?” tanya Sonya hati-hati setelah beberapa detik kebingungan.

Rania langsung menggeleng dengan cepat. “Kenapa harus aku? Dia yang harusnya meneleponku dulu!” Rania mengusap air matanya kasar. “Dia yang harusnya menanyakan kabarku! Tapi ini..” suaranya mulai tersendat. “Ini tidak adil untukku...” Ia menunduk semakin dalam. Bahunya bergetar.

“Dia.. dia pergi lagi setelah baru pulang sebentar.. Dia tidak tahu bagaimana rasanya ditinggal sendirian seperti ini.. Aku benci laki-laki itu..” Ucapnya dengan mata yang berkaca- kaca.

Lalu ia mengirimkan video itu. Kepada satu-satunya orang yang menurutnya paling tepat.

Raka.

Beberapa detik kemudian. Di tempat lain, Raka sedang memeriksa dokumen ketika notifikasi ponselnya berbunyi. Ia membuka pesan itu saat mengetahui bahwa Sonya lah pengirimnya.

Begitu video itu berputar, memperlihatkan Rania yang meluapkan emosinya sambil menyebut- nyebut nama dirinya, sudut bibir Raka perlahan terangkat.

Ia tersenyum. sambil menatap perempuan yang sudah beberapa tahun ini tinggal bersama dirinya.

.

.

.

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK..

1
Puji Hastuti
Seru
Puji Hastuti
Masih samar
Puji Hastuti
Semakin bingung tp menarik.
Erni Kusumawati
masih menyimak
Puji Hastuti
Menarik, lanjut kk 💪💪
Erni Kusumawati
duh.. semoga tdk ada lagi kesedihan utk Rania di masa depan
Puji Hastuti
Masih teka teki, tapi menarik.
Puji Hastuti
Apa yang akan terjadi selanjutnya ya, duh penasaran jadinya.
Puji Hastuti
Gitu amat ya hidup nya rania, miris
Erni Kusumawati
luka bathin anak itu seperti menggenggam bara panas menyakitkan tangan kita sendiri jika di lepas makan sekeliling kita yg akan terbakar.
Erni Kusumawati
pernah ngalamin apa yg Rania rasakan dan itu sangat menyakitkan, bertahun-tahun mengkristal dihati dan lama-lama menjadi batu yg membuat kehancuran untuk diri sendiri
Erni Kusumawati
mampir kk☺☺☺☺
chochoball: terima kasih kakak/Kiss//Kiss//Kiss/
total 1 replies
Puji Hastuti
Carilah tempat dimana kamu bisa di hargai rania
Puji Hastuti
Ayo rania, jangan mau di manfaatkan lagi
Puji Hastuti
Bagus rania, aq mendukungmu 👍👍
chochoball: Authornya ga di dukung nihhh.....
total 1 replies
Puji Hastuti
Memang susah jadi orang yang gak enakan, selalu di manfaatkan. Semangat rania
Puji Hastuti
Kasihan rania
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!