Dihina dan direndahkan oleh keluarga kekasihnya sendiri, Candra Wijaya benar-benar putus asa. Kekasihnya itu bahkan berselingkuh di depan matanya dan hanya memanfaatkannya saja selama ini.
Siapa sangka, orang yang direndahkan sedemikian rupa itu ternyata adalah pewaris tunggal dari salah satu orang terkaya di negara Indonesia. Sempat diasingkan ke tempat terpencil, Candra akhirnya kembali ke tempat di mana seharusnya ia berada.
Fakta mengejutkan pun akhirnya terkuak, masa lalu kedua orang tuanya dan mengapa dirinya harus diasingkan membuat Candra Wijaya terpukul. Kembalinya sang pewaris ternyata bukan akhir dari segalanya. Ia harus mencari keberadaan ibu kandungnya dan melindungi wanita yang ia cintai dari manusia serakah yang ingin menguasai warisan yang ditinggalkan oleh orang tuanya.
Harta, Tahta dan Wanita "Kembalinya sang Pewaris. "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
"Bohong? Siapa yang bohong?" tanya Erlin dengan sinis.
Viona memandang wajah Erlin dengan tajam seraya melangkah pelan, memutari tubuh Erlin seraya tersenyum menyeringai. "Aku tau kamu bohong, Erlin. Kamu sendiri yang bilang sama aku kalau Candra nembak kamu dan kamu bakalan nerima dia jadi pacar kamu," ucapnya dengan suara pelan, tapi terdengar mengintimidasi.
"Aku juga bilang sama kamu kalau aku belum menjawab pernyataan cinta dia, 'kan?" Erlin kembali bertanya, mencoba untuk tidak terprovokasi. "Dan sekarang aku kasih tau sama kamu kalau aku udah nolak cinta dia dan kami tidak pacaran. Terserah kamu mau percaya atau tidak, itu urusan kamu. Aku gak peduli."
Viona menghentikan langkah tepat di depan Erlin, kembali memandang wajahnya dengan tajam. "Kamu tau apa yang akan terjadi sama Nyonya Rosalinda kalau dia tau hubungan kamu sama Candra?"
Erlin menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan dengan mata terpejam lalu kembali menatap wajah Viona, tidak kalah tajam. "Aku udah bilang sama kamu kalau aku tak ada hubungan apa-apa sama Candra. Harus berapa kali aku jelasin sama kamu, hah?"
"Tapi aku gak percaya."
"Ya terserah kamu mau percaya atau nggak. Yang jelas, Nyonya Rosalinda lebih percaya sama aku dibandingkan kamu. Aku udah bekerja sama dia selama dua tahun, sedangkan kamu?" Erlin memandang Viona dari ujung kaki hingga ujung rambut dengan sinis. "Kamu itu asisten aku, bawahan aku, Viona. Jangan macam-macam sama aku. Aku bisa aja meminta Nyonya buat mengganti kamu sama orang lain." Ucapan terkahir Erlin sebelum wanita itu berbalik lalu melangkah meninggalkan Viona sendirian di sana.
"Brengsek. Kepo banget sih jadi orang. Kayaknya, aku harus jaga jarak dulu sama Candra," batin Erlin kesal. Melangkah menuju paviliun belakang di mana kamarnya berada. Sialnya, ia dan Viona akan tinggal di kamar yang sama.
***
Malam hari tepatnya pukul 19.30, Candra yang menghuni kamar tamu berjalan mondar-mandir dengan perasaan gelisah. Sejak ia tiba di rumah tersebut, dirinya tidak bisa menghubungi Erlin sama sekali. Kekasihnya itu tidak membalas chat bahkan mengabaikan panggilan telpon darinya. Bram yang tengah duduk di sofa yang berada di sudut kamar pun seketika dibuat pusing dengan sikap majikannya itu.
"Sebenarnya Anda kenapa, Pak Bos?" tanyanya seraya menyandarkan punggung berikut kepala di sandaran sofa.
Candra melangkah mendekati Bram lalu duduk tepat di sampingnya. "Dari tadi saya gak ngeliat Erlin, Bram. Saya takut dia kenapa-napa."
"Anda tenang aja, Pak Bos. Erlin pasti baik-baik aja."
"Hmm ... coba kamu cari dia keluar dan sampaikan pesan saya. Bilang sama dia buat balas chat dari saya."
Bram menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan sebelum akhirnya berdiri tegak. "Baiklah, saya akan cari dia di luar, tapi kalau gak ketemu, gimana? Rumah ini gede banget lho. Saya juga gak tau kamar Mbak Erlin di mana."
"Udah, cari aja dulu. Kayaknya kamar Erlin ada di paviliun belakang."
Bram mengangguk patuh, lalu melangkah ke arah pintu, kemudian keluar dari dalam kamar. Pria itu berdiri di depan pintu, mengedarkan pandangan pandangan mata, menatap setiap jengkal ruangan luas dengan tangga tinggi menjuntai sebagai penghubung antara lantai satu dan lantai dua.
Tepat di tengah-tengah ruangan, sebuah lampu hias kristal nampak tergantung begitu megah dengan sinar yang terang memberi kesan mewah, dua stel sofa nampak bertengger di sisi ruangan sebelah kiri dan kanan dengan cat tembok berwarna putih bersih mendominasi sekelilingnya. Terkesan mewah memang, tapi suasana yang hening seolah tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
"Ck ... ck ... ck ... buat apa rumah semewah ini, tapi gak ada orangnya? Sepi, kek kuburan," gumamnya.
Bram melangkah menjauh dari pintu, menuju tangga yang berada di depan sana. Namun, langkah seorang Bram seketika terhenti sebelum akhirnya bersembunyi tepat di bawah tangga saat mendengar derap langkah yang berasal dari lantai dua.
"Sial, kenapa saya harus sembunyi segala? Emangnya saya maling apa?" gumamnya, menyesalkan tindakan spontan yang ia lakukan.
Suara derap langkah terdengar menuruni anak tangga. Bram terdiam dengan jantung berdebar kencang. Sebenarnya, ia tidak perlu bersembunyi, tapi menunjukkan diri pun sudah terlambat ia rasa. Hingga akhirnya, suara yang sangat ia kenal pun terdengar jelas di telinga. Ya, Rosalinda tengah berbincang dengan seorang pria seraya menuruni satu-persatu anak tangga.
"Aku mau dokumennya siap besok pagi, Don," pinta Rosalinda, dan Bram hanya terdiam mendengarkan. "Ingat, aku gak mau Candra sampai tau dokumen yang akan dia tanda tangani itu sebenarnya adalah surat kuasa."
"Siap, Nyonya," jawab pria bernama Doni, yang berjalan tepat di belakang Rosalinda.
"Satu lagi, aku mau wanita itu di pindahkan dari rumah ini sekarang juga. Bawa dia ke Rumah Sakit Jiwa," ucap Rosalinda lagi, seraya menghentikan langkah tepat di mana Bram berada di bawahnya. "Aku emang bodoh. Kenapa aku bawa si Candra nginep di sini? Seharusnya aku minta dia nginep di hotel. Pokoknya, pagi ini wanita itu harus dipindahkan dari rumah ini. Aku gak mau kalau sampai Candra menemukan wanita itu, paham?"
"Baik, saya paham, Nyonya."
"Setelah rencana ini selesai, kita lanjut ke rencana kedua. Ingat, aku gak mau kamu berbuat kesalahan sedikit pun, dan--" Rosalinda menahan ucapannya seraya menghela napas dalam-dalam. "Jangan sampai Erlin tau rencana kita."
"Tapi kenapa, Nyonya? Bukankah Anda sangat percaya sama dia?"
"Aku udah mulai curiga sama dia. Aku gak mau rencana kita sampe gagal hanya gara-gara satu orang yang berkhianat."
"Baik, Nyonya."
"Satu lagi, kalau ternyata Erlin berani mengkhianati aku, langsung eksekusi dia. Aku gak akan memaafkan sebuah pengkhianatan. Paham?"
Bram seketika menutup mulutnya menggunakan telapak tangan. Eksekusi? Kata eksekusi terdengar kejam. Apa itu artinya, Erlin akan dilenyapkan dari dunia ini? Ternyata, apa yang ia dengar dari sang ayah benar. Rosalinda adalah wanita yang kejam. Dibalik penampilannya yang elegan, tersimpan iblis yang mematikan di dalam jiwanya.
"Ya Tuhan, Rosalinda benar-benar iblis. Bagaimana bisa dia berencana mengeksekusi Erlin? Tunggu, apa wanita yang dimaksud sama dia itu adalah Ibunya Pak Candra? Sial, aku harus segera kasih tau Pak Candra tentang masalah ini," batin Bram termenung, suara Rosalinda pun tidak lagi terdengar.
Hanya suara derap langkahnya saja yang tengah menuruni satu-persatu anak tangga, hingga akhirnya terdengar samar-samar, menjauh dan menghilang dari pendengaran. Setelah memastikan Rosalinda benar-benar pergi dari ruangan tersebut, Bram dengan tubuh gemetar hendak keluar dari persembunyian, kembali ke kamar untuk melaporkan apa yang baru saja ia dengar. Namun, langkah kakinya seketika terhenti saat seseorang tiba-tiba saja menepuk pundaknya dengan pelan.
"Lagi ngapain kamu di sini, hah?" tanya seorang wanita dengan tegas dan penuh penekanan.
Bersambung ....
lh
sekarang ohhh ada yang sengaja niat
jahat menculik Candra jadi tukang sapu jadi viral bertemu orang tua nya yang
tajir melintir setelah hilang 29 th lalu
👍👍
jangan mendekati viona itu wanita
ga benar tapi kejam uang melayang
empat jt ga taunya menipumu Chan..😭