Luna tak pernah bermimpi bekerja di dunia hiburan, ia dipaksa pamannya menjadi manajer di perusahaan entertainment ternama.
Ia berusaha menjalani hidup dengan hati-hati, menaati aturan terpenting dalam kontraknya. Larangan menjalin hubungan dengan artis.
Namun segalanya berubah saat ia bertemu Elio, sang visual boy group yang memesona tapi kesepian.
Perlahan, Luna terjebak dalam perasaan yang justru menghidupkan kembali kutukan keluarganya. Kejadian aneh mulai menimpa Elio, seolah cinta mereka memanggil nasib buruk.
Di saat yang sama, Rey teman grup Elio juga diam-diam mencintai Luna. Ia justru membawa keberuntungan bagi gadis itu.
Antara cinta yang terlarang dan takdir yang mengutuknya, Luna harus memilih melawan kutukan atau
menyelamatkan orang yang ia cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cerita Tina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Percaya
Mereka kembali ke kantor agensi lebih cepat. Di perjalanan Luna menatap Marcel.
“Kita tidak bisa diam,” katanya datar, tapi nada suaranya dingin dan tajam. “Aku akan bicara dengan tim kita.”
Begitu sampai di kantor, Luna melangkah cepat ke ruang manajer utama divisi satu di belakang studio, tempat tim agensi Neonix tengah berkumpul menonton hasil performa.
Pak Zaki dan para staf melihatnya datang dengan wajah setegang itu.
“Luna..” sapa pak Zaki.
“Sudah lihat ini?” potong Luna, menyodorkan ponselnya.
Pak Zaki langsung mengangguk. Salah satu manager umum menyela.
“Dari mana akun ini dapat informasi seperti ini?”
“Itu bukan urusan kita sekarang,” jawab Luna cepat. “Yang penting, kalian harus keluarkan pernyataan resmi bahwa berita ini tidak benar. Sekarang juga. Sebelum gosip ini meledak lebih besar.”
Pak Zaki mencoba menenangkan, “Kita harus pastikan dulu kebenarannya, Luna. Jangan sampai pernyataan kita justru berbalik.”
Luna menatapnya tajam.
“Dia tidak bersalah,” ucapnya mantap.
"Dia itu tidak punya niat menyakiti siapa pun, bahkan dirinya sendiri terlalu lembut. Kalau kalian menunggu bukti baru bertindak, media akan lebih dulu menggiring opini. Kita tidak akan sempat membela apa-apa.” lanjut Luna.
Pak Zaki menatap Luna beberapa detik, lalu mengangguk pelan. “Baik. Aku akan minta tim hukum dan staf redaksi untuk menyiapkan draft pernyataan. Tapi kita harus hati-hati dengan kata-katanya.”
“Pastikan juga untuk menyebut bahwa Elio kehilangan suaranya karena latihan berat,” tambah Luna tegas. “Publik harus tahu betapa seriusnya dia berjuang, bukan malah diserang dengan fitnah.”
“Baik,” sahut salah satu staf sambil segera menelepon tim lain.
Luna menarik napas panjang, menunduk sebentar untuk menenangkan diri.
Ketika ia kembali ke ruang tunggu Neonix, Elio menatapnya dengan pandangan bertanya. Luna menghampirinya, lalu menepuk bahunya pelan.
“Aku sudah bicara dengan agensi,” katanya lembut. “Mereka akan membuat pernyataan malam ini. Menyatakan kalau semua tuduhan itu tidak benar. Jadi jangan takut, ya?”
Elio menulis cepat di buku kecilnya, lalu memperlihatkannya pada Luna.
“Kau mempercayaiku?”
Luna tersenyum. “Tentu saja."
Anggota lain yang mendengarnya ikut tersenyum kecil. Adrian menambahkan, “Dan kalau agensi lambat bertindak, kita semua yang akan bicara.”
Luna menatap mereka satu per satu wajah-wajah lelah tapi penuh semangat dan punya solidaritas kuat. Mereka adalah orang-orang yang siap saling menjaga di tengah dunia yang kejam.
Malam itu, berita resmi agensi akhirnya dipublikasikan, menyatakan bahwa tuduhan terhadap Elio tidak berdasar dan tim akan mengambil langkah hukum terhadap penyebar fitnah.
Luna hanya duduk di ruang latihan, menatap layar ponselnya yang kini dipenuhi dukungan fans.
Ia tersenyum samar, menatap Elio yang sedang berlatih dance ringan di sudut ruangan.
“Lihat?” bisiknya pada Marcel.
“Yang benar akan tetap bersinar, bahkan di tengah kegelapan.”
***
Keesokan harinya, suasana di ruang rapat agensi terasa lebih tegang dari biasanya. Tim hukum sudah bersiap, begitu juga Luna, Marcel, dan beberapa staf senior.
Elio datang dengan masker dan hoodie, mencoba menutupi wajahnya yang tampak letih.
Hari itu mereka memutuskan akan bertemu dengan orang yang mengaku sebagai korban bullying dari Elio. Seseorang yang kini tiba-tiba muncul, membawa cerita masa lalu yang kabur namun mengguncang.
Mereka membuat janji bertemu di sebuah Kafe dekat kantor agensi. Ketika pintu kafe terbuka, pria itu masuk dengan langkah berat.
Tubuhnya penuh tato, wajahnya keras dan tatapannya menantang, bukan seperti seseorang yang membawa luka lama, melainkan seseorang yang membawa dendam yang sudah matang.
Ia juga membawa tim kuasa hukumnya dan duduk di seberang Elio, tanpa menatap langsung ke arahnya.
Luna memperhatikan dari dekat, lalu dengan nada tegas tapi tetap sopan, ia memulai.
“Baik, kami di sini untuk mendengar langsung. Tolong ceritakan dengan jelas, apa yang sebenarnya terjadi di masa sekolah.”
Pengacara yang datang bersama pria itu, berkata datar. “Setiap kali klien saya melihat wajahnya di TV, ia merasa mual. Elio hidup senang, sukses, sementara klien saya harus menanggung trauma bertahun-tahun.”
Marcel mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan. “Trauma seperti apa yang anda maksud?”
Si korban itu melirik sekilas ke arah Elio.
“Dia dulu selalu mengejekku. Di depan teman-teman lain. Menyebutku pecundang. Kadang hanya karena hal kecil. Aku bahkan takut keluar kelas waktu istirahat karena dia dan teman-temannya sering menatapku sinis.”
Elio yang sejak tadi diam, tiba-tiba menggertakkan rahang. Matanya memanas.
Ia meraih buku kecil yang selalu dibawanya , satu-satunya cara ia bisa menyampaikan sesuatu sekarang.
Dengan cepat ia menulis, lalu menunjukkan halaman itu pada mereka semua.
“Aku tidak membully dia. Kami hanya bertengkar karena dia sering menggangguku dan teman-teman perempuan di kelas.”
Luna membaca tulisan itu, lalu menatap pria di seberang dengan tatapan tajam.
“Jadi, kalian memang punya konflik, tapi bukan karena ejekan tanpa sebab, begitu?”
Elio mengangguk tegas. Matanya menatap lurus, tanpa keraguan.
Pria itu terkekeh pelan. “Tentu saja dia akan bilang begitu. Sekarang dia idol. Harus terlihat bersih, kan?”
.
“Tidak semua orang berani datang menghadapi masa lalu seperti yang dia lakukan sekarang. Dan kalau benar kau korban, seharusnya ceritamu punya bukti yang jelas. Kami ingin fakta, bukan drama tambahan untuk memperpanjang berita.” Tegas Luna.
Ruangan itu hening sesaat. Hanya suara pena hukum agensi yang menulis cepat di sisi meja. Pria itu tampak sedikit gelisah, tapi tetap berusaha mempertahankan ekspresi datarnya.
Elio menatap Luna sekilas, ia menulis satu kalimat lagi, lalu meletakkannya di depan Luna.
"Aku tidak takut dengan kebenaran.”
Luna membacanya, lalu menutup buku itu perlahan. Ia menatap semua orang di ruangan dengan wajah yang kembali tenang.
“Baik, Kita akan lanjutkan proses ini dengan cara profesional. Kami tetap akan pastikan nama Elio bersih jika memang dia tidak bersalah.”
Lalu ia menatap Elio lembut, sedikit tersenyum. “Dan kalau kau benar, dunia akan tahu siapa yang sebenarnya jadi korban di sini.”