S2
Ketika dua hati menyatuh, gelombang cinta mengalir menyirami dan menghiasi hati.
Ini adalah kisah Raymond dan Nathania yang menemukan cinta sesungguhnya, setelah dikhianati. Mereka berjuang dan menjaga yang dimiliki dari orang-orang yang hendak memisahkan..
Ikuti kisahnya di Novel ini: "SANG PENJAGA "
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. 🙏🏻❤️ U 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. SP
...~•Happy Reading•~...
Nathania terdiam mendengar yang dikatakan Raymond. Dia menyimpannya di hati, karena yang dikatakan bisa terjadi sewaktu-waktu. Dia tetapkan untuk memegangnya sebagai komitmen mereka. Walau Raymond tidak mengatakan sebagai komitmen dan tidak meminta dia untuk berjanji.
Ketika ingat tentang janji, Nathania mengangkat kepalanya dari bahu dan menatap Raymond dengan tatapan yang sulit dimengerti. "Ada apa?" Raymond heran dengan reaksi Nathania yang tiba-tiba dan melepaskan pegangannya.
"Pak, mohon izin. Apa saya bisa lepas cincin ini untuk sementara?" Tanya Nathania sambil menunjuk jarinya. Raymond memicingkan mata dan menatap Nathania dengan serius. Banyak hal berputar dalam kepala Raymond atas sikap dan permohonan Nathania.
"Ada apa? Apa itu tidak cocok denganmu?" Raymond jadi menegakan punggung mendengar pertanyaan Nathania.
"Bukan, Pak. Saya tidak bisa fokus bekerja kalau pakai ini. Takut jatuh atau batunya rusak."
Nathania khawatir lupa bertanya kepada Raymond dan akan jadi awal persoalan mereka. Karena ketika Raymond membicarakan tentang sesuatu yang mungkin terjadi, dia ingat tentang cincin.
"Dan kalau keluar rumah, saya harus berhati-hati, takut dirampok." Nathania jadi malu dengan pemikirannya.
Raymond hampir tertawa mendengar alasan yang dikatakan Nathania. Tapi saat mendengar takut dirampok, Raymond jadi berpikir lagi tentang aktivitas Nathania di luar rumah. "Apa mau diganti dengan yang lain?" Raymond bertanya serius.
"Tidak, Pak. Yang ini saja. Sudah sangat suka." Nathania menggoyang kedua tangannya di depan Raymond. Dia menolak sungguh-sungguh. Raymond jadi tersenyum melihat gerakan tangan Nathania.
"Saya tidak lepas selamanya, Pak. Saya akan pakai lagi kalau ada acara khusus dan ada bersama Pak Ray." Nathania melanjutkan, agar Raymond tidak salah mengerti maksudnya.
"Ok. Lakukan yang kau pandang baik. Jangan cincin itu jadi beban dan kau tidak fokus pada aktivitas." Raymond jadi serius memikirkan kondisi yang dikatakan Nathania.
"Iya, Pak. Kalau begitu, saya minta tempatnya." Ucap Nathania sambil mengulurkan kedua tangan ke arah Raymond.
"Tempatnya?" Raymond memicingkan mata dan alisnya bertaut.
"Kotak cincinnya, Pak. Supaya aman di tempatnya." Raymond jadi tersenyum mendengar ucapan Nathania yang disertai mimik wajah serius.
"Oh, iya." Raymond berdiri dan memasukan tangan ke dalam saku celana. "Ini, tapi jangan dilepaskan sekarang. Minimal masih aman dibawa tidur." Raymond jadi tertawa.
"Jangan tertawa, Pak. Sepertinya, saya tidak bisa tidur lihat ini." Ucap Nathania serius. Tapi hatinya semringah, membayangkan dia akan berbaring sambil memandang cincin indah di jarinya.
"Kalau begitu, lepaskan saja. Dari pada besok bangun kesiangan." refleks Nathania menyembunyikan tangannya ke belakang, menghindari Raymond.
Refleks Raymond merai pundak Nathania. "Itu milikmu. Atur sesuai keinginanmu." Raymond memeluk Nathania dengan sayang.
~*
Di Jakarta : Belvaria berjalan masuk ke ballroom sebuah hotel bintang lima di Jakarta selatan. Dia akan mengikuti acara gala dinner yang diselenggarakan untuk orang-orang yang telah bekerja keras. Hingga film Ketika Hati Menyatu sukses besar.
Belvaria melangkah diiringi alunan musik dan suara indah penyanyi yang memeriakan acara. Jantungnya berdetak cepat melihat para artis pendukung, crew film, para sponsor, produser dan lainnya, takjub melihat kehadirannya.
Dia tampil mempesona, bagaikan seorang putri. Sehingga ketika menyapa, para pemuja memuji kecantikannya yang paripurna. Hal itu membuat wanita berwajah minimalis dan bertubuh standar menjauh darinya. Agar perbedaan mereka tidak menyolok, kalau terus berada di dekat Belvaria.
Namun semua pandangan takjub dan mengagumi itu, tidak bisa menaikan rasa percaya diri Belvaria yang mulai terkikis oleh kehadirannya tanpa pendamping. Para pembenci mulai berkasak-kusuk mempertanyakan dan membicarakan status pernikahannya. Sehingga emosinya gampang tersulut, jika ada yang menanyakan ketidakhadiran Raymond.
Jadi walau tubuhnya dibalut oleh busana dari brand terkenal dan perhiasan mahal, hatinya tidak tenang. Selain tidak ada Raymond, dia akan bertemu Devino setelah perang panas di antara mereka.
'Belva, ingat. Tetap tenang. Fokus pada acara gala dinner. Jangan macam-macam dengan Devin.' Peringatan asistennya terus mendengung bagaikan sekelompok laron yang berputar di sekitar kepalanya, hingga kadang membuatnya pusing.
Hal itu mengakibatkan dia tidak bisa konsentrasi pada apa yang dikatakan produser dan sutradara yang mengajaknya bicara. Dia tidak bisa menikmati pujian mereka, bahwa akting dan kecantikannya telah berhasil mendongkrak film, hingga sukses besar di bioskop-bioskop.
Tiba-tiba semua mata memandang ke arah pintu masuk ballroom. "Akhirnya, aktor tampan kita datang juga." Ucapan produser membuat Belvaria ikut melihat ke arah pintu masuk. Hatinya tercekat melihat Devino tidak datang sendiri. Jennie berjalan anggun dan cantik di sampingnya sambil menggandeng mesra.
Melihat tatapan Belvaria ke arah mereka, Jennie makin mempererat pegangan di lengan Devino sambil menebar senyum sangat manis.
Penampilan dan senyuman Jennie bagaikan tamparan yang menyakitkan dan mengesalkan hati Belvaria. Tapi dia harus berhadapan dengan Devino dan Jennie, agar tidak menimbulkan riak gosip dan gelombang pergunjingan di antara yang hadir.
"Selamat Mbak Belva. Filmnya sukses besar." Ucap Jennie sambil menyalami Belvaria setelah menyalami produsen dan sutradara. Dia bersikap seakan tidak ada masalah di antara mereka. Devino ikut menyalami sepintas, tanpa berani melakukan gerakan yang memancing rasa curiga Jennie.
"Pengecut." Bisik Belvaria saat Devino menyalaminya, tanpa peduli Jennie mendengar. Karena sejak syuting terakhir di Malang, baru sekarang bisa bertemu dan bicara dengan Devino dari dekat.
Devino bersikap seakan tidak mendengar umpatan Belvaria. Padahal jantungnya sedang memukul dada dengan kuat, melihat kilatan mata marah Belvaria dan pegangan tangan Jennie yang terus mengirimkan ancaman.
Tanpa disadari, Jennie mendengar umpatan Belvaria bagaikan ular mendesis di telinganya. Jennie cari kesempatan untuk mendekati Belvaria setelah menyalami yang lain. "Mbak Belva datang dengan siapa?" Pertanyaan Jennie membuat Belvaria geram.
"Orang yang anda bilang pengecut ini, tahu mana yang lebih penting dipertahankan. Sama seperti mantan suami anda tahu mana yang lebih berharga." Bisik Jennie, sinis. Belvaria mengepalkan tangan, menahan emosi dengar Jennie bilang mantan suami.
"Kau kira saya akan melepaskan dia untukmu? Nikmati kesendirianmu. Anak kami lagi senang-senangnya bermain di pangkuan Papanya. Sudah tidak ada tempat di pangkuannya untuk wanita hina sepertimu." Kata Jennie menusuk hati.
"Oh, iya. Tunggu saya bosan melihat anakku bermain dengan Papanya, mungkin saya akan merilis video kalian. Saya yakin, akan lebih sukses dari film ini." Ancam Jennie kepada Belvaria, sekaligus Devino.
Demi anaknya, dia masih mempertahankan rumah tangganya sambil melihat kesungguhan hati Devino berubah dan memperbaiki diri. Dia tidak mau Belvaria menang dengan membiarkan Devino pergi ke pelukannya.
"Mari menyingkir dari sini. Kita sudah jadi perhatian." Bisik Devino kepada Jennie, karena melihat Jennie belum mau melepaskan Belvaria.
"Mari, sayang. Aroma amis mulai tercium dari parfum ja^lang." Jennie menggandeng lengan Devino menjauh. Dia berjalan tenang sambil tersenyum meninggalkan Belvaria yang hatinya sudah berlumuran darah, karena sabetan pedang kata-kata Jennie.
...~_~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
. he..