Berawal dari ganti rugi, pertengkaran demi pertengkaran terus terjadi. Seiring waktu, tanpa sadar menghadirkan rindu. Hingga harus terlibat dalam sebuah hubungan pura-pura. Hanya saling mencari keuntungan. Namun, mereka lupa bahwa rasa cinta bisa muncul karena terbiasa.
Status sosial yang berbeda. Cinta segitiga. Juga masalah yang terus datang, akankah mampu membuat mereka bertahan? Atau pada akhirnya hubungan itu hanyalah sebatas kekasih pura-pura yang akan berakhir saat mereka sudah tidak saling mendapatkan keuntungan lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
"Pak Rama manggil saya, ada apa?" tanya Lily saat sudah masuk ke ruangan Rama.
Lelaki itu menghentikan pekerjaan dan menatap gadis di depannya. "Nanti malam ada hal penting yang akan aku bicarakan denganmu. Aku harap kamu tidak memiliki kesibukan apa pun."
"Hal penting apa, Pak? Kenapa tidak sekarang saja?" Lily penasaran. Apalagi ketika melihat raut wajah Rama yang begitu serius.
"Tidak. Hal ini sangat penting. Jadi, jam tujuh malam nanti aku akan menjemputmu di rumah," kata Rama.
"Baiklah." Lily pun tidak bisa menolak. Ia hanya bisa pasrah daripada harus dipecat. Ia masih membutuhkan pekerjaan ini. Setelah itu, Lily pun berpamitan keluar dari ruangan. Walaupun ia merasa sangat penasaran, tetapi dirinya harus bersabar. Semoga saja bukan hal buruk yang ingin dibicarakan oleh Rama.
Jam tujuh tepat, mobil Rama sudah berhenti di depan rumah Lily. Lelaki itu terlebih dulu masuk dan berpamitan kepada ayahnya Lily. Lalu keduanya pun pergi ke taman. Tempat di mana Rama sudah mempersiapkan semuanya.
"Pak Rama, ini ada apa?" tanya Lily heran saat melihat taman itu sudah dipenuhi lampu yang cantik. Bahkan, suasana di sana terbilang sangat romantis.
"Lily, malam ini aku ingin mengatakan sebuah hal penting padamu," kata Rama memulai.
"Pak Rama jangan membuat saya takut." Lily gelisah. Apalagi saat melihat tatapan Rama yang terus tertuju padanya. "Walaupun di sini sepi, tapi saya bisa teriak keras, Pak."
Rama mengembuskan napas kasar ketika mendengar ucapan Lily, apalagi saat ia melihat Lily sedang melindungi aset berharga. Seolah dirinya hendak merebutnya.
"Kamu pikir aku ini bajingan?" Rama bertanya kesal.
"Habis di sini sepi, Pak. Saya jadi parno sendiri." Lily menatap ke sekitar yang begitu sepi. Hampir tidak ada orang di sana. Bahkan, bulu kuduk Lily sampai meremang. Ia bergidik ngeri jika ada mbak Kunti atau mas poci di sampingnya. Padahal lebih mengerikan kalau Rama nekat berbuat uh ah padanya.
"Lily, aku hanya ingin mengatakan hal yang selama ini mengganjal di hatiku, bukan untuk menodaimu. Buanglah jauh pikiran kotormu itu!" Rama sungguh merasa sedikit kesal. "Lily, sudah lama sekali aku memendamnya. Sekarang, sudah waktunya aku untuk mengatakan semuanya."
"Pak Rama, jangan serius seperti ini. Saya takut." Lily sungguh merasa was-was.
"Aku tidak akan menerkammu di sini. Aku hanya ingin mengatakan hal yang sudah lama aku pendam. Lily, sejak pertama kita bertemu, aku sudah menaruh rasa padamu. Hanya saja aku terlalu pecundang. Hanya berani memendam saja. Tapi sekarang, aku harus berani sebelum keduluan orang lain. Lily ... aku mencintaimu."
Hening.
Lily hanya diam membisu. Tidak tahu lagi harus berbicara apa. Saat ini, Rama sedang menembak dirinya. Tubuh Lily serasa membeku. Bingung harus merespon seperti apa.
"Ah, aku tahu kamu dan Brian masih berhubungan. Tapi, hubungan kalian hanyalah sebatas pura-pura saja bukan? Perjanjian kalian hampir berakhir. Aku akan menunggunya. Atau mengganti uang ganti rugi itu. Lily, aku sungguh mencintaimu."
Ucapan Rama semakin membuat Lily membatu. Otak gadis itu mendadak blank seketika.
"Lily ..."
"Maaf, Pak. Tapi saya tidak menaruh perasaan lebih kepada Bapak. Saya hanyalah karyawan Bapak," tolak Lily halus. Khawatir akan menyinggung perasaan Rama.
"Aku mencintaimu, Ly. Menikahlah denganku. Aku akan bertanggung jawab atas segala kebutuhanmu." Rama menarik tangan Lily. Menggenggamnya kuat. Sementara Lily memalingkan wajah karena tidak berani menatap Rama. "Kalau kamu bersedia, aku akan menemanimu bertemu dengan Brian. Mengakhiri perjanjian kalian. Aku akan membayar ganti rugi itu."
"Pak Rama tidak perlu repot-repot melakukan itu, Pak. Bapak berhak mendapatkan wanita yang lebih baik dari saya." Lily menarik tangannya. Melepaskan genggaman tangan Rama. "Saya tidak pernah pantas bersanding dengan Bapak. Masih banyak wanita yang lebih baik di luar sana yang pantas."
"Tapi aku hanya ingin kamu, Ly. Setiap hari aku hanya memikirkan kamu. Tidak ada wanita lain." Rama bersikukuh. Namun, Lily menggeleng cepat.
"Tidak, Pak. Saya tidak bisa. Walaupun perjanjian saya dan Om Tampan sudah selesai nantinya, tetapi saya tidak bisa menerima Anda. Saya tidak mau memaksa. Saya tidak menaruh perasaan apa pun terhadap Anda. Maaf, Pak. Mungkin ini menyakitkan. Tapi saya tidak ingin Anda menaruh harapan lebih." Lily menolak. Ia tidak ingin menyesal di kemudian hari. Apalagi menyakiti Rama semakin dalam.
"Apa kamu yakin, Ly? Cukup aku yang mencintaimu saja tidak apa. Aku yakin suatu saat nanti kamu bisa mencintaiku," pinta Rama. Namun, Lily menggeleng cepat.
"Maaf, Pak. Tapi saya tidak bisa." Lily juga menolak. "Saya tidak mau menyakiti siapa pun. Lebih baik Pak Rama lupakan perasaan itu, ada wanita yang lebih baik juga mencintai Pak Rama. Maaf, sekali, Pak."
Pada akhirnya Rama tidak bisa lagi mendesak Lily. Bagaimana juga, ia harus bisa menerima dan membiarkan Lily. Namun, dalam hati ia berharap semoga saja suatu saat nanti Lily bisa menerima cintanya.
***
"Brian, aku mau ke luar negeri." Sherly masuk ke ruangan Brian. Wajahnya tampak sedih hingga membuat Brian menghentikan pekerjaannya.
"Kenapa cepat sekali? Bukankah kamu bilang kalau akan tinggal lama di sini. Kamu masih ingin kembali dengan Rama?"
"Ya, itu dulu. Tapi sekarang aku sudah tidak memiliki harapan lagi. Semalam, aku melihat Rama sedang menembak Nona Lily."
"Lily?" Kening Brian mengerut dalam. "Apa maksud kamu Lily itu ...."
"Ya." Sherly mengeluarkan ponsel dan menunjukkan rekaman semalam. Ia tidak sengaja melihat Rama bersama Lily di taman dan Sherly memang merekam hal menyakitkan itu.
Dengan tidak sabar, Brian merebut ponsel Sherly dan melihat rekaman itu. Rahangnya mengeras ketika mendengar semua itu. Rama benar-benar mengungkapkan perasaannya untuk Lily. Hal ini sungguh membuat hati Brian memanas.
"Sepertinya Rama memang sudah tidak mencintaiku lagi. Percuma aku ada di sini untuk mengejarnya. Aku dan dia memang telah selesai walaupun hatiku masih mencintainya," kata Sherly sedih. Sementara Brian masih diam karena hatinya merasa sangat dongkol. Ia tidak menyangka kalau Rama akan berani mengatakan cinta kepada Lily.
"Aku harus pergi sekarang." Brian menyerahkan ponsel Sherly dan bangkit berdiri.
"Brian, kamu mau ke mana?"
"Aku harus bertemu Rama sekarang." Dengan langkah lebar, Brian meninggalkan ruangan itu disusul oleh Sherly di belakangnya.