NovelToon NovelToon
Gelora Berbahaya Pria Simpanan

Gelora Berbahaya Pria Simpanan

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Suami Tak Berguna
Popularitas:14.3k
Nilai: 5
Nama Author: BumbleBee

Laura tidak pernah membayangkan pernikahannya akan terasa seperti penjara. Nicholas, suaminya, selalu sibuk, dingin, dan jauh. Di tengah sunyi yang menusuk, Laura mengambil keputusan nekat-menyewa lelaki bayaran untuk sekadar merasa dicintai.Max hadir seperti mimpi. Tampan, penuh perhatian, dan tahu cara membuatnya merasa hidup kembali. Tapi di balik senyum memikat dan sentuhannya yang membakar, Max menyimpan sesuatu yang tidak pernah Laura duga.Rahasia yang bisa menghancurkan segalanya.Ketika hasrat berubah menjadi keterikatan, dan cinta dibalut bahaya, Laura dihadapkan pada pilihan: tetap bertahan dalam kebohongan atau hancur oleh kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BumbleBee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sudahlah, Laura

Laura melangkah masuk ke rumahnya dengan langkah cepat dan hati yang berantakan. Ia tak menyalakan lampu ruang tamu. Kegelapan justru terasa lebih menenangkan malam itu. Ia hanya ingin satu hal—melupakan semuanya. Melupakan aroma Max. Sentuhannya. Ciumannya.

Tapi saat ia berdiri di depan cermin kamar mandi, membiarkan dirinya menatap pantulan wajahnya sendiri, bibirnya terasa… masih hangat.

"Bodoh," gumamnya pelan, lalu segera menyalakan air panas. Uap memenuhi ruangan saat ia mulai mengisi bathtub. Ia membuka pakaian satu per satu, meletakkannya tanpa hati-hati di lantai, lalu perlahan masuk ke dalam air hangat.

Tubuhnya terendam. Matanya terpejam. Tapi pikirannya tetap memutar kejadian itu—dansa mereka, pertanyaan-pertanyaan Max, ciuman yang tiba-tiba namun dalam, menyergap pertahanannya yang rapuh.

Ia mendesah panjang. Lalu bergumam dalam hati, "Aku mandi bukan karena dia menyuruhku. Bukan karena dia pernah bilang aku harus segar, harus cantik."

Tangannya menciduk air dan membasuh wajahnya.

"Aku mandi karena aku ingin. Aku ingin tampil segar. Karena malam ini… aku ingin menyambut Nick dengan baik."

Matanya terbuka, menatap langit-langit. "Karena aku ingin memperbaiki semuanya. Aku ingin menjadi istri yang tidak menyisakan ruang untuk pria lain, siapa pun dia."

Selesai mandi, Laura membuka lemari dan memilih gaun tidur terbaiknya—yang berbahan satin lembut berwarna champagne, jatuh pas di tubuhnya. Ia menyemprotkan wewangian mahal ke leher dan pergelangan tangan, aroma yang dulu selalu membuat Nicholas menatapnya lebih lama. Malam ini, ia ingin memulai kembali. Ia ingin menjadi istri yang dicintai dan diperhatikan.

Begitu mendengar suara mobil Nicholas memasuki halaman, Laura segera berlari kecil ke arah pintu. Ia membukanya dengan senyum lebar, seolah menyambut kekasih yang baru kembali dari perjalanan jauh. Saat Nicholas muncul, Laura dengan cepat mengambil tas kerjanya dan bergelayut manja di lengannya.

Nicholas menatapnya, keningnya sedikit berkerut. Ada keheranan di matanya. “Aku lelah, Laura,” katanya datar, nada suaranya nyaris tanpa emosi.

Laura sempat terdiam, hatinya nyaris merosot, namun ia menahan rasa itu dan tetap menampilkan senyum terbaik. “Apa kamu ingat aroma parfum ini, Nick?” tanyanya lembut, mencoba membangun percakapan hangat.

Nicholas memandangnya sejenak. “Kamu punya banyak parfum. Aku tidak ingat yang mana.” Ia melangkah masuk, suaranya terdengar berat. “Tidak adakah hal yang lebih penting yang perlu kita bahas selain parfum?”

Laura menghela napas dalam hati. Tapi ia tetap berdiri tegak, memaksakan nada ceria. “Ini parfum pemberianmu… waktu ulang tahunku yang ke-23. Aku merengek ingin punya ini karena katanya edisi terbatas, dan kamu benar-benar mengusahakannya untukku.”

Nicholas tampak berpikir, tapi ekspresinya kosong. Tak ada kilasan ingatan di matanya.

Laura tersenyum tipis, lalu menambahkan, “Waktu itu kamu dan Seila menyiapkan kejutan kecil buatku. Kadonya memang telat datang, tapi aku bisa memakluminya… karena kamu bilang keterlambatan itu demi mendapatkan parfum ini.”

Laura menarik napas pelan, menahan gelombang kecewa yang menyelinap setiap kali Nicholas menunjukkan betapa jauh mereka sekarang. Tapi ia tetap tersenyum, menggandeng tangan suaminya ke ruang utama.

"Ayo duduk sebentar," katanya lembut.

Nicholas menurut, duduk di sofa panjang yang tampak lebih akrab dengan kesunyian daripada obrolan hangat pasangan. Laura menyusul, berdiri di hadapannya sambil membuka kancing jas Nicholas, lalu melepasnya perlahan dari bahunya. Ia melipat jas itu rapi dan meletakkannya di sandaran sofa, kemudian beralih membuka dasi pria itu dengan hati-hati.

Nicholas menatapnya, masih dalam diam, seperti berusaha menebak arah semua ini.

"Aku cuma merasa... kita perlu memperbarui hubungan ini, Nick," kata Laura akhirnya, suaranya tenang tapi tegas.

Nicholas kembali mengerutkan kening. “Apa yang salah dengan hubungan kita?”

Pertanyaannya terdengar jujur, tapi juga menunjukkan ketidaksadaran. Dan itulah yang membuat dada Laura terasa makin sesak.

"Kita tidak pernah benar-benar bicara lagi, Nick," ucapnya pelan. "Bukan tentang pekerjaan, atau hal besar... tapi tentang kita. Tentang yang kecil-kecil. Kita hidup di bawah atap yang sama, tapi rasanya seperti dua orang asing yang hanya saling mengurus kewajiban."

Ia duduk di samping Nicholas, menatap suaminya yang kini memandang ke depan, rahangnya mengeras.

"Aku cuma ingin... kita mulai lagi. Bukan dari awal, tapi dari hati. Apa itu salah?"

Laura menunduk sebentar, jari-jarinya bermain-main dengan ujung dasi Nicholas yang kini tergeletak di pangkuannya. Suaranya nyaris seperti bisikan saat ia melanjutkan,

“Aku juga berpikir... mungkin kita bisa pergi berdua. Berbulan madu lagi. Hanya kamu dan aku. Tanpa gangguan pekerjaan, tanpa deadline. Kita butuh itu, Nick. Butuh ruang untuk jadi pasangan, bukan rekan serumah yang sibuk saling menghindar.”

Nicholas menoleh perlahan, menatap wajahnya yang penuh harap.

Laura menahan napas sejenak, lalu memberanikan diri berkata, “Aku ingin punya anak.”

Mata Nicholas membulat sedikit. Keheningan yang mengikuti terasa seperti menarik waktu menjadi lebih lambat.

“Aku tahu kamu sedang banyak beban. Dan aku tahu ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakannya,” lanjut Laura cepat-cepat, seolah takut niatnya akan ditolak sebelum sempat mendarat. “Aku tidak boleh egois. Kita butuh anak. Aku ingin rumah ini terasa hidup, Nick. Aku ingin sesuatu yang kita jaga bersama. Sesuatu... yang membuat kita tetap terikat bukan hanya karena janji, tapi juga cinta.”

Laura menatap Nicholas dengan mata yang berkilat, bukan karena marah, tapi karena harap. “Kamu masih mau, kan? Kita berusaha lagi?”

Nicholas menatap Laura lama. Tatapan yang tidak bisa ditebak; tidak dingin, tapi juga jauh dari hangat. Ia menggeser pandangannya ke meja kopi di hadapan mereka, lalu menyandarkan tubuh ke sandaran sofa.

“Laura,” ucapnya pelan, namun mengandung berat yang menghentak. “Kamu tiba-tiba bicara soal bulan madu, anak, rumah yang hidup... seolah semua baik-baik saja di antara kita.”

Laura menahan napas. Ia merasakan sesuatu mencelos di dalam dadanya. Tapi ia tetap diam, menunggu, berharap.

Nicholas melanjutkan, nada suaranya datar namun tajam, “Aku tidak tahu kamu berharap pada versi diriku yang mana. Versi yang kamu bayangkan atau versi yang selama ini kamu abaikan.”

Laura menatapnya, alisnya berkerut perlahan. “Apa maksudmu?”

“Aku tidak bilang aku tidak pernah berpikir soal anak, atau liburan berdua, atau membenahi hubungan kita,” jawab Nicholas akhirnya. “Tapi semua itu datang dari kamu, bukan dari kita. Kamu menuntut perubahan tanpa bertanya apakah aku juga ingin hal yang sama.”

Laura terdiam. Tangannya yang tadi sibuk dengan dasi kini terkepal di pangkuan.

Nicholas menoleh ke arahnya, dan ucapannya selanjutnya menampar lebih dari sekadar kata, “Apa kamu yakin kamu mau anak dariku, atau kamu cuma sedang butuh alasan untuk bertahan di pernikahan yang sudah lama kehilangan maknanya?”

Seketika, napas Laura tercekat. Matanya membelalak, tak percaya dengan pertanyaan itu.

Pundaknya sedikit merosot, tapi ia berusaha tetap tegak, tetap terlihat kuat meski dadanya sesak.

Pertanyaan Nicholas menggantung seperti kabut malam—dingin dan menyelimuti, menyusup ke dalam pikirannya.

“Kamu pikir aku selama ini bertahan tanpa makna?” bisik Laura, hampir tak terdengar.

Nicholas menghela napas panjang, lalu menatap Laura dengan sorot mata yang tak bisa dijelaskan—antara letih dan penuh penilaian.

“Dan satu hal lagi, Laura,” ujarnya pelan namun tegas. “Kamu bicara soal punya anak, tapi apa kamu yakin kamu bisa mengurus anak, sedangkan mengurus dirimu sendiri saja kamu belum mampu?”

Laura terdiam. Kata-kata itu menghantam seperti badai. Seketika semua usahanya—senyuman, aroma parfum, gaun tidur terbaiknya—terasa sia-sia.

Nicholas bangkit dari sofa, melepaskan dasinya sendiri yang tadi sempat disentuh Laura. “Sudahlah, Laura. Saat suamimu pulang dari bekerja, hal yang seharusnya kamu lakukan adalah membiarkan dia istirahat. Memulihkan diri dari kepenatan seharian. Bukan menambahi beban dengan hal-hal tidak penting seperti ini.”

Laura terdiam. Dadanya naik-turun menahan emosi. Matanya berembun, tapi ia menolak membiarkan air mata jatuh. Ia menatap punggung Nicholas yang mulai melangkah pergi, membawa serta ketidakpedulian yang selama ini hanya ia duga—sekarang terbukti nyata.

Di kepalanya berputar satu pertanyaan getir: Jadi, aku hanya beban?

1
Baim Ibrahim
ya ampun nasibmu Laura ..........gak di paijok gak di sini 😭😭😭😭ngenes
Baim Ibrahim
up dong kak
Baim Ibrahim: ini kendalanya apa kak kok up nya tersendat begini
BumbleBee: nanti aku usahakan ya/Whimper/
total 2 replies
ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞
Heleh, kamu bilang gitu tp nanti d laporin ke Nicholas
ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞
Ya ampun, Lau dia akan jadi madumu😩
ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞
ular berbisa
ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞
Siapa ya kira² klien Ren
ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞
🫢🫢🫢
Baim Ibrahim
kapan lanjut kak shienee
Baim Ibrahim
lanjjuuuttt
Baim Ibrahim
lanjuuuutttttttt
Baim Ibrahim
jika itu sebuah ketulusan tentu tidak akan ternilai tidak ada yg mampu menulis angka sebuah ketulusan,apalagi cinta dan persahabatan.
tapi saat cinta dan persahabatan akhirnya ternoda???saat itu akankah ada sebuah harga yg bisa mengganti ketulusan Laura😭😭💔💔
Baim Ibrahim
kok aku berpikir itu Sheila yg menyewa lorenzo
Baim Ibrahim
kenapa aku ketinggalan,gak ada notip /Sob/
Er's26
Emang kenapa? toh kamu juga gk peduli sama Laura🤨
Er's26
sayangnya Nic tidak sadar itu dan lebih milih menjauhi Laura
Er's26
Sebab sekarang sudah ada yg lain dihati Nic
lyani
ntu profile lucu amat kerudung
lyani
ho oh penasaran sumpah
Baim Ibrahim
besok up gak Thor????
Baim Ibrahim
wanita itu?? gak sopan sungguh,harusnya kalian jujur dg kebusukan kalian dan jauhi Laura.
Thor boleh aku kirim rudal Israel buat mereka,kelamaan nunggu mereka hancur,menangis,menyesal dan tak berani menampakkan giginya depan umum.viralkan Thor🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!