Cinta, benarkah cinta itu ada? kalau ya, kenapa kamu selalu mempermainkan perasaan ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erny Su, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Satu minggu setelah kepulangan Jiwa dari luar negeri, Jiwa kini kembali bekerja di perusahaan Rudy, dia diterima dengan baik oleh Rudy dan Rudy masih menempatkan Jiwa di posisi yang sama.
Sudah satu minggu Jiwa tidak dihubungi oleh Dion maupun dia yang menghubungi Dion, seperti perjanjian yang telah mereka sepakati diatas keterpaksaan, Jiwa akan tetap menjadi istri Dion jika Dion berjanji untuk tetap menjalankan pernikahan nya dengan Kasandra meskipun batin Jiwa terluka dan Dion harus menjalani itu dengan terpaksa.
Jiwa pun akan menjadi orang asing jika mereka berpapasan diluar, dan jika Dion bertemu dengan nya saat bersama dengan Kasandra.
Istri pertama serasa istri simpanan itu memang benar dan Zoya pun sudah menyetujui permintaan putranya untuk tidak menekan Jiwa agar meninggalkan Dion.
Hari yang Jiwa lewati berjalan seperti semestinya, meskipun berat Jiwa masih tetap menjalani aktivitasnya dengan tegar dibalik semua cobaan yang ia dapatkan Jiwa pun masih tetap tersenyum saat menyapa seluruh pengunjung cafe yang hadir di malam hari nya saat dia bekerja sebagai penyanyi.
Jiwa sudah berjanji pada Zoya tidak akan meminta apapun dari Dion kecuali jika Dion yang memaksa memberikan dia nafkah, meskipun sebisa mungkin Jiwa tidak akan menggunakan uang itu.
Jiwa bernyanyi di cafe hingga pukul satu dini hari, dan dia pun pulang dengan menggunakan mobil nya meskipun tempat tinggal nya tidak jauh dari area cafe milik Devan.
Dan gaji yang ia terima pun cukup untuk memenuhi kebutuhan nya sehari-hari ditambah dengan saweran yang mereka berikan di setiap malam nya.
Dia mungkin bukan wanita sempurna yang memiliki segalanya tapi Jiwa bukan wanita yang suka memanfaatkan orang lain, dia lebih baik bekerja keras daripada harus bergantung pada orang lain selagi dia masih bisa bekerja.
Jiwa yang baru saja tiba di rumah nya dia berjalan dengan langkah pelan karena tubuhnya sudah sangat lelah tapi dia tidak ingin menyerah dengan itu.
Hingga dia selesai mandi dan berganti pakaian dia pun langsung bergegas menghampiri tempat tidur nya dan menjatuhkan tubuhnya disana.
Jiwa langsung terlelap dalam tidurnya tanpa peduli dengan tubuh nya yang bahkan tidak menggunakan selimut, Jiwa bahkan tidak mengganti lampu terang dengan lampu temaram.
Sampai saat seseorang masuk kedalam dan mengganti lampu terang itu dengan lampu temaram dia membetulkan posisi Jiwa dan menyelimuti tubuh wanita cantik yang kini sudah terlelap dalam tidurnya hingga tidak menyadari kedatangan nya.
Pria itu pun berbaring di samping Jiwa dan berada di dalam selimut yang sama dengan posisi memeluk istrinya yang sudah sangat ia rindukan.
Jiwa baru mengetahui bahwa suaminya ada di samping nya dan memeluk dirinya di pagi hari saat dia membuka mata.
"Dion."lirih Jiwa.
"Morning babe I miss you so much."ucap Dion yang kini mendaratkan kecupan mesra.
"Hmm..."lirih Jiwa yang langsung bangkit namun Dion kembali menariknya ke dalam dekapan nya.
"Mau kemana hmm... temani aku tidur aku belum istirahat."ucap Dion beralasan.
"Aku belum mandi sayang lagipula aku akan bekerja."ucap Jiwa.
"Untuk apa bekerja uang suamimu tidak akan habis untuk tujuh turunan."ucap Dion.
"Itu uang mu dan dia, kamu lupa dengan perjanjian kita."ucap Jiwa yang membuat hati Dion seakan ditusuk jarum.
"Aku akan menceraikan nya."ucap Dion lagi.
"Jangan ngarang kamu Di, lebih baik kamu ceraikan saja aku. Karena dengan kamu menceraikan istri sah mu sama saja dengan kamu menempatkan aku di neraka."ucap Jiwa.
"Tidak peduli dengan itu, jika ternyata pernikahan ku dengan nya hanya membuat mu jadi pembangkang itu tidak jauh berbeda dengan neraka."ucap Dion.
"Aku hanya,
"Hanya apa hmm...?"potong Dion yang tidak terima.
"Aku tidak membangkang Di, aku hanya melakukan yang seharusnya aku lakukan itu saja."ucap Jiwa.
"Dengan menolak semua keputusan ku."ucap Dion.
"Babe bahkan kamu tidak memberikan hak ku."ucap Dion yang kini membuat Jiwa berlinang air mata.
"Aku ingin mati saja daripada seperti ini Di, aku sadar aku tidak pantas untuk mu sejak awal kita bertemu. Apalagi sekarang kamu bukan hanya milikku, ada dia yang lebih berhak atas dirimu pernikahan kita pun hanya pernikahan siri jadi aku tidak punya kekuatan apapun untuk bisa melawan takdir yang begitu menyakitkan ini."ucap Jiwa.
"Babe kamu istri pertama ku, dan kamu bukan istri siri ku, dan kenapa kamu tidak menolak pernikahan kedua ku saat itu. Bahkan kamu juga yang meminta ku untuk menjalani semua itu."ucap Dion.
"Apa aku punya kuasa? Apa aku juga diberikan pilihan bahkan aku tidak pernah tau bahwa saat kamu memaksaku untuk terus berada di sisimu saat itu hari pernikahan mu sudah ditetapkan. Apa aku punya hak untuk menghentikan itu? Aku bahkan,"ucapan Jiwa terhenti saat Dion membungkam bibir nya dengan ciuman kasar karena hatinya sudah terlanjur sakit mendengar semua curahan hati wanita yang sangat ia cintai itu.
Dion bahkan tidak melepaskan pelukannya hingga dia berhasil menenangkan Jiwa, setelah itu ia pun meminta izin untuk mengambil haknya, dan Jiwa pun mengangguk pelan karena tidak mungkin terus menolak keinginan Dion yang memang berhak untuk itu.
Meskipun didalam sana ada rasa sakit yang teramat sangat saat membayangkan kebersamaan Dion dengan wanita cantik itu dan melakukan apa yang mereka lakukan saat ini.
Air mata Jiwa sempat menetes di sudut matanya tapi dia langsung menghapus nya karena tidak ingin Dion melihatnya.
Percintaan yang dilakukan berulang kali itu bahkan tidak bisa menghapus rasa sakitnya, Jiwa memaksakan diri untuk tersenyum pada Dion meskipun itu benar-benar terpaksa, tapi setidaknya dia sudah memenuhi kewajibannya.
Dion yang sudah selesai menuntaskan hasratnya pun menatap lekat wajah cantik yang kini berada di hadapannya lalu berkata."Lain kali jangan seperti ini lagi babe jika kamu tidak siap kamu bisa menolak ku aku tidak akan marah. Daripada aku seperti penjahat yang memper***a gadis yang tidak pernah mencintai ku."ucap Dion yang kini bangkit dari ranjang, setelah dia menggunakan bokser miliknya.
"Aku minta maaf, aku tau kamu tidak akan pernah marah karena kamu punya dia yang selama ini menggantikan ku."ucap Jiwa yang kini membuat Dion menghentikan langkahnya.
"Stop babe, aku bahkan tidak pernah menyentuhnya aku berani bersumpah kecuali ciuman itu hanya untuk membuat dia tidak sakit hati."ucap Dion yang kini membuat Jiwa terdiam.
"Bahkan saat ini pun mungkin dia masih terlelap dalam tidurnya karena aku selalu memberi dia obat tidur sebelum dia bertanya-tanya."ujar Dion lagi yang kini terlihat kecewa dengan tuduhan Jiwa.
"Kamu jahat Yank dia istri sah mu."ucap Jiwa.
"Tapi aku tidak mencintai dia seperti aku mencintai mu sepenuh jiwa ku babe! Aku hanya mencintaimu seorang sejak pertama kali kita bertemu aku sangat mencintaimu hingga rasanya aku kesulitan untuk bernafas saat melihat mu dengan pria itu."ucap Dion jujur.
"Jika seperti itu bisakah kamu hanya menjadi milikku dan meninggalkan semua yang kamu miliki termasuk keluarga mu. dan biarkan aku menjadi wanita yang egois dan tidak berperasaan, aku bahkan tidak peduli sekalipun seluruh dunia menghujat ku dan melempar ku dengan batu hingga aku mati nanti, bisakah kamu berjanji padaku untuk melakukan semuanya itu?"ujar Jiwa yang akhirnya bercucuran air mata.
"Babe"lirih Dion.
...*****...
Sudah lebih dari tiga puluh menit Dion mencoba untuk menenangkan istrinya yang masih menangis sesenggukan didalam dekapannya.
"Biarkan aku egois."ucap Jiwa lirih hingga akhirnya ia bangkit dan pergi menuju kamar mandi, saat ini Dion hanya mematung di tempatnya menatap kearah pintu yang kini tertutup rapat.
Dion pun melirik kearah handphone milik istrinya, handphone jadul milik istrinya itu pun terus berdering dan Dion pun meraihnya."Jiwa dimana kamu kenapa belum datang juga aku sudah menunggu mu sejak tadi di bandara apa kamu baik-baik saja."ucap pria di sebrang sana.
"Istri saya sedang tidak enak badan, nanti saya sampaikan."ucap Dion yang langsung membuat pria di sebrang sana terdiam untuk beberapa saat.
"Tuan Dion, Jiwa dan saya ada pekerjaan di luar kota, tapi jika dia tidak baik-baik saja tidak usah dipaksakan."ucap pria yang tidak lain adalah Rudy.
"Hmm..."lirih Dion yang kini mengakhiri sambungan telefon nya.
Dia kembali memperhatikan ponsel milik Jiwa yang kini membuat dia merasa tidak berguna sebagai suami.
Dion pun menghubungi seseorang dan dia meminta handphone baru untuk istrinya itu, Dion tidak akan membiarkan Jiwa menolak nya.
Sampai saat Jiwa keluar dari dalam kamar mandi dengan wajah sembab meskipun dia sudah mandi dan lebih fresh dari sebelumnya."Rudy bilang kamu tidak perlu masuk kerja, dia sudah berangkat keluar kota."ucap Dion.
"Aku baik-baik saja dan akan berangkat meskipun terlambat Rudy pasti kesulitan jika aku tidak datang karena semua data yang dia butuhkan ada padaku."ucap Jiwa.
"Aku akan menyuruh orang untuk memberikan nya, sekarang kamu temani aku ke perusahaan."ucap Dion.
"Bagaimana kalau semua orang tau?"ucap Jiwa.
"Memangnya kenapa bukankah dunia ini memang harus tau bahwa kita adalah suami istri dan kamu adalah wanita yang sangat aku cintai."ucap Dion.
"Apa kamu ingin menghancurkan semuanya?"ucap Jiwa.
"Bukankah aku harus melakukan semua yang istriku inginkan?"ucap Dion.
"Jangan lakukan itu jika kamu terpaksa."ucap Jiwa.
"Babe aku sudah berniat melakukan itu sejak awal tapi kamu malah terus menolak."ucap Dion.
"Di,
"Jangan menolak lagi."tegas Dion yang kini masuk kedalam kamar mandi milik istrinya yang cukup sederhana itu.
Dion ingin rasanya memenjarakan istrinya itu di menara kayangan, agar dia tidak pergi lagi dan tidak pernah menolak semua nafkah yang ia berikan.
"Yank aku tidak mau apa kamu dengar itu?"ujar Jiwa yang kini mengetuk pintu.
Jujur dia belum sanggup untuk menerima hujatan dari semua orang saat ini Jika Dion benar-benar memberitahu bahwa ia adalah istri istrinya yang tidak pernah dipublikasikan oleh Dion.
Sementara Dion kini tengah mandi dan tidak mau mendengar apa yang dikatakan oleh Jiwa saat ini.
Jiwa pun hanya menggunakan daster tanpa peduli dengan Dion yang akan marah nantinya.
"Babe baju apa yang kamu kenakan ini, kenapa tidak bersiap untuk pergi?"ucap Dion yang kini menatap penampilan Jiwa dari atas hingga bawah yang berpenampilan seperti emak-emak yang menggunakan rolan di rambutnya meskipun versi tercantik nya.
"Hmm... aku malas keluar, kamu bisa ajak dia saja lagipula semua orang sudah sangat mengenal nya. Jadi tidak akan ada yang bertanya-tanya lagi."ucap Jiwa yang kini pergi ke dapur untuk membuat sarapan pagi untuk mereka berdua.
Saat ini Jiwa hanya membuat kopi dan sandwich untuk suaminya dan untuknya salad sayur dan segelas jus.
Tidak butuh waktu lama untuk Jiwa menyiapkan semuanya hingga dia menatanya dimeja, namun saat ingin berbalik hendak memanggil Dion Jiwa kaget karena melihat ibu mertuanya yang kini tengah berdiri menatapnya.
"Nyonya."ucap Jiwa lirih.
"Tiara, maaf sebelumnya tapi saya datang untuk menjemput Dion karena istrinya sedang sangat membutuhkan nya."ucap Ayudia yang kini tidak memberikan kesempatan pada Dion untuk bicara.
"Silahkan nyonya, maaf untuk semuanya."ucap Jiwa yang kini menundukkan kepalanya.
"Mom tapi Tiara juga istriku."ucap Dion.
"Dion kita bicarakan semua nya nanti."ucap Ayudia.
"Pergilah tuan muda jangan membantah."ucap Jiwa yang kini berlalu pergi meninggalkan keduanya menuju dapur.
"Babe aku minta maaf, aku akan segera kembali."ucap Dion tegas.
Sementara Jiwa sendiri kini terduduk lemah di lantai dan bersandar di pintu kulkas air matanya meluncur deras. hatinya begitu hancur, dia memang tidak pernah pantas untuk bersanding dengan Dion yang bagaikan langit dan Jiwa adalah butiran debu.
Sampai saat suara pintu tertutup Jiwa masih terduduk di sana dan menatap kosong.
Sarapan pagi yang telah dia siapkan pun dibiarkan begitu saja, hingga dia teringat pada Alvin yang selama ini selalu berusaha untuk kembali padanya.
Jiwa pun bangkit dan berganti pakaian dengan tapi dia berdandan untuk menutupi wajahnya yang sembab meskipun tidak sepenuhnya bisa tertutupi.
Dia menggunakan pakaian terbaiknya meskipun itu adalah pakaian lama miliknya saat dulu dia bekerja di perusahaan Alvin.
Jiwa pun bergegas dengan membawa tas punggung mungil miliknya berisi barang-barang pribadinya seperti handphone dan dompet nya.
Dia sudah mengunci pintu dan berangkat menggunakan mobil pribadi nya peninggalan almarhum Juna yang juga miliknya sebelum itu.
Jiwa menyetir dengan kecepatan sedang dengan menggunakan kacamata hitam yang kini bertengger di hidung mancung nya itu.
Sampai saat Jiwa tiba di gedung pencakar langit tersebut, dia pun langsung masuk dan bertanya pada resepsionis kantor tersebut.
"Maaf apa tuan Alvino Wijaya nya ada?"tanya Jiwa.
"Ada beliau sedang berada di ruang meeting, maaf apa sudah buat janji sebelumnya?"tanya resepsionis tersebut.
"Belum tapi saya ada perlu sama beliau kalau bisa saya ingin bertemu."ucap Jiwa.
"Tapi anda harus buat janji dulu, maaf dengan nona siapa?"tanya wanita cantik itu.
"Jiwa, tapi tidak apa-apa jika tidak bisa saya permisi."ucap Jiwa yang kini berbalik dan hendak pergi.
"Jiwa."ucap seseorang yang kini masuk kedalam.
"Tuan"ucap Jiwa yang kini tersenyum pada Alvaro yang baru saja datang.
"Kamu sedang apa disini?"tanya Alvaro.
"Maaf tadi saya mencari seseorang."ucap Jiwa yang langsung pamit pergi.