Bagaimana jadinya jika dua keberadaan paling agung dan paling tinggi di seluruh semesta yang ada, terlahir dan muncul kembali setelah jutaan tahun kematian keduanya di masa lalu.
Dan istimewanya, keduanya muncul dan terlahir justru bukan dengan tubuh fisik yang mereka miliki dahulu, melainkan tumbuh dan hidup di dalam tubuh bocah 16 tahun yang secara kebetulan memiliki nama yang merupakan gabungan dari nama kedua sosok itu di masa lalu.
Penasaran?
Tunggu apalagi, langsung masuk dan baca ceritanya di sini!👇
Novel: Pewaris Tahta Semesta
Author: Fatiih Romanaa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fatiih Romana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 35
Di sisi Ling Tian.
Semakin lama ia mendengarkan ucapan dua pria paruh baya di hadapannya, semakin mendidih pula amarah dalam dadanya.
Dan tanpa menunggu lebih lama,
WUUUUSH!
Angin berputar tajam ketika sosok Ling Tian menghilang dari tempatnya, tubuhnya melesat secepat kilat ke arah kedua tetua yang sedang tertawa puas.
Wajahnya kini jauh dari tenang. Tatapan matanya membara, seolah nyala api tak kasat mata memancar dari kedua bola matanya. Aura yang melingkupi tubuhnya menebar tekanan yang membuat udara sekitar terasa berat dan mencekik.
BRAKKKKK!!!
Serangan pertama datang tanpa ampun. Sebuah telapak tangan menghantam dada Tetua Mu dengan kekuatan luar biasa. Tubuh pria itu terpental puluhan meter, menghantam beberapa batang pohon besar hingga roboh dengan suara berderak keras.
"Kuhuk!" Tetua Mu terbatuk keras, darah kental menyembur dari mulutnya. Matanya membelalak, tak percaya akan apa yang baru saja terjadi.
"A-Apa???...Kekuatan ini?...Ranah Penyempurnaan Qi? Mustahil..."
Suara gemetar Tetua Qu menyusul, matanya terpaku pada Ling Tian yang baru saja menghajar rekannya. Aura yang bocor dari tubuh pemuda itu jauh melebihi apa yang seharusnya bisa dikuasai anak seusianya.
Ia hendak membuka mulut, mencoba mengatakan sesuatu....Namun…
"Ba–"
Belum sempat sepatah kata pun keluar, sosok Ling Tian sudah muncul tepat di hadapannya seperti bayangan yang menembus ruang.
DUAAAK!!
Sebuah lutut menghantam dagunya. Dentumannya tajam. Kepala Tetua Qu tersentak ke belakang, tubuhnya terangkat sejenak dari tanah sebelum jatuh tersungkur dengan keras.
Saat hendak bangkit dengan susah payah, telapak kaki Ling Tian telah menekan kuat dadanya.
"Berani sekali kalian menargetkanku! Bahkan mencoba mencuri sesuatu yang bahkan tidak layak kalian lihat,"
ucap Ling Tian dengan suara rendah dan dingin. Kalimatnya bagai bilah pedang tipis yang langsung menyayat jiwa kedua pria tua itu.
Kini, keduanya terkapar tak berdaya, luka parah menghiasi tubuh mereka. Tatapan mereka dipenuhi rasa takut dan kebingungan.
"Siapa..siapa sebenarnya kau…?" tanya Tetua Mu dengan suara serak, tubuhnya gemetar.
Ling Tian tidak langsung menjawab. Ia hanya mengangkat pandangan ke langit sejenak, sebelum menatap mereka kembali dengan tatapan dingin bagaikan salju musim dingin.
"Katakan satu hal padaku,"
"Apakah tindakan busuk kalian tadi itu, adalah hal biasa yang diajarkan di sektemu?"
Hening. Tak ada jawaban.
Namun Ling Tian melangkah lebih dekat, dan aura dinginnya menggelegak kembali. Kali ini, lebih tajam, lebih berat, hingga suara dedaunan pun seolah enggan berdesir.
"Aku ulangi." Suaranya mengandung tekanan menakutkan.
"Apa ini ajaran dari sektemu?"
Setelah beberapa saat terdiam, Tetua Qu yang tubuhnya lebih ringan luka dibanding rekannya akhirnya membuka suara, meski dengan suara penuh ketakutan:
"D-Di sekte kami, kekuatan adalah segalanya. Siapa yang lemah, maka miliknya bebas diambil oleh yang kuat. Itu prinsip yang berlaku di sana…"
Wajahnya tertunduk, suaranya nyaris seperti bisikan.
Ling Tian mengangguk pelan. Wajahnya tenang, tapi tatapan matanya menyala lebih panas dari bara.
"Bagus," ucapnya pelan, nada suaranya membuat udara terasa lebih dingin.
"Kalau begitu, setelah membakar salah satu dari kalian hari ini, mungkin aku akan berkunjung ke sekte kalian itu untuk menguji langsung prinsip menjijikkan kalian itu."
"Dan bila aku menemukan bahwa sektemu lebih busuk dari ucapanmu tadi, maka aku akan melakukan hal yang lebih dari sekadar kunjungan."
"T-TIDAK! TUNGGU..."
BZZZZTT!!
Sebuah cahaya merah kehitaman melesat dari ujung jari Ling Tian, langsung menembus kepala Tetua Qu. Tak ada waktu untuk menghindar, bahkan tak cukup waktu untuk menjerit.
Tubuh Tetua Qu bergetar hebat, lalu diam tak bergerak. Beberapa detik kemudian, nyalanya padam.
Lalu, seperti terbakar oleh api yang tak terlihat, tubuhnya perlahan menyala. Api itu bermula dari lubang di kepalanya, menjalar perlahan ke seluruh tubuh… hingga akhirnya hancur menjadi abu hitam yang halus.
Angin tiba-tiba bertiup pelan, membawa sisa-sisa tubuh itu lenyap tanpa jejak. Seakan keberadaannya tak pernah ada.
Tetua Mu yang menyaksikan itu langsung gemetar hebat. Napasnya kacau, tubuhnya kaku oleh rasa takut yang tak bisa ia bendung.
Namun Ling Tian tidak langsung membunuhnya. Ia berjongkok di hadapan pria itu, menatap lurus ke matanya yang sudah kehilangan cahaya harapan.
"Sampaikan pada patriark sektemu," ucap Ling Tian pelan namun penuh ancaman,
"Jika aku mendengar kabar sekecil apa pun bahwa ada yang mencoba mengejarku atau mengincarku…"
Ling Tian mendekat ke telinga Tetua Mu dan berbisik:
"...Aku akan datang ke sana. Bukan sebagai musuh… tapi sebagai penghancur."
"Ingat wajahku. Ingat namaku… Tian."
Tetua Mu hanya bisa mengangguk cepat, hampir seperti orang kerasukan. Ia tidak berani berkata apa pun lagi.
"Sekarang... Kau pergilah sebelum aku berubah pikiran!"
Tanpa membuang waktu, Tetua Mu menyeret tubuhnya yang hancur ke luar area itu secepat yang ia bisa, seolah hidupnya tergantung pada tiap langkah yang ia ambil.
Ling Tian tetap berdiri di tempat, menatap langit yang kini kembali tenang, seakan hutan baru saja kembali dari amukan badai.
"Apakah mereka mengira aku akan selalu diam dan membiarkan diriku jadi mangsa?"
Ia menghela napas perlahan. Aura ganasnya kini mulai surut.
"Aku bukan pemburu biasa. Aku adalah bencana bagi siapa pun yang mencoba menyentuhku."
Tatapannya lalu beralih ke tempat tubuh Tetua Qu sebelumnya berada. Yang kini telah lenyap sepenuhnya menjadi debu hitam, diterbangkan angin entah ke mana.
Seolah tak pernah ada kehidupan di tempat itu sebelumnya.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Ling Tian mulai melangkah mengikuti arah di mana Tetua Mu kabur sebelumnya. Jejak darah yang menetes dari tubuh luka pria itu menjadi penunjuk jalannya.
Namun, di tengah jalan, Ling Tian tiba-tiba berhenti, lalu memutar arah.
Ia menyadari bahwa arah yang dituju itu mengarah ke Sekte Hei Shan, tempat asal kedua tetua itu, dan sekaligus pemilik klaim atas hutan ini.
Alih-alih menuju ke sana, Ling Tian mengambil jalan barat. Arah yang mengarah keluar dari hutan, menuju ke Kota Hei Shi.
.....
Note:
Nama sekte dan kota ini memang mirip, karena keduanya mengambil nama dari Gunung Hei, gunung kuno yang konon berada di wilayah ini sebelum hancur di masa lampau. Karena itu, tak heran jika nama “Hei” digunakan oleh keduanya sebagai bentuk penghormatan akan sejarah yang telah hilang.
....
.
.
.
Beberapa waktu kemudian.
Ling Tian akhirnya tiba di batas barat hutan, pintu keluar yang menuju langsung ke Kota Hei Shi.
Namun sebelum melanjutkan langkahnya ke kota, ia sempat menoleh ke belakang, menajamkan perasaannya.
Namun, kosong. Tak ada aura lain yang terasa.
Padahal, ia sebenarnya sudah bersiap untuk membungkam siapa pun yang mungkin berani mengikutinya…
Namun sayangnya, tak ada satupun yang cukup bodoh untuk mencobanya.