Shaerin seorang gadis cantik yang berusia 18 tahun, hidupnya yang tidak berkecukupan dan sederhana kadang-kadang menjadi ejekan di sekolahnya.
Dia memiliki kekasih dan sahabat yang selalu menyemangatinya dan membantu kerap jika Shaerin sedang dalam masa sulit.
Tapi tanpa disangka, mereka berdua justru telah mengkhianati Shaerin dengan hubungan gelapnya, hal itu membuat Shaerin kecewa dan sakit hati.
Suatu hari dirinya diharuskan menikah oleh sang Ibu untuk melunasi semua hutangnya kepada keluarga Algio, Shaerin di nikahkan dengan anak tengah dari keluarga Algio.
Sifat laki-laki itu berbanding balik dengan Shaerin. Cuek, kasar dan keras kepala. tapi jauh dari itu semua ternyata ia memiliki trauma masa kecil yang membuatnya menjadi sangat menderita.
Akankah Shaerin dapat membantu laki-laki itu untuk menghilangkan rasa trauma masa kecilnya? Karena mau bagaimanapun mereka menikah tanpa di dasari cinta dan hanya di atas kertas saja. ataukah mereka akan saling mencintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NG STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25
Ziel melangkahkan kakinya keluar dari perusahaan, tatapannya yang tajam dan juga wajahnya yang tidak memiliki ekspresi sama sekali mampu membuat orang-orang yang ada disekitarnya merinding karena ketakutan, tapi tidak bisa dipungkiri jika wajah tampannya mampu membuat semua wanita yang ada disekitarnya menjerit histeris.
"Apakah bocah itu sudah ada di rumah?" tanya Ziel begitu sudah masuk ke dalam mobil.
Kaivan membenarkan kacamatanya sambil melihat jam yang ada di pergelangan tangannya.
"Ini sudah jam lima, Nona Kecil sepertinya memang sudah ada dirumah." jawab Kaivan
"Coba kau hubungi bocah itu, siapa tau dia masih ada di sekolah, kita akan menjemputnya sekalian."
Kaivan memperlihatkan senyumannya, walaupun tipis mungkin orang akan menyadari jika laki-laki itu sedang tersenyum.
"Begini Tuan muda, saat Nona kecil bertengkar dengan sahabatnya, ponselnya tidak sengaja jatuh ke lantai jadi ponselnya sudah rusak dan tidak bisa digunakan lagi."
"Ya sudah, jalan!"
"Kemana Tuan?" tanya sopir pribadinya.
"Toko handphone."
"Untuk apa kita pergi kesana, Tuan?" tanya Kaivan menoleh kebelakang untuk melihat Ziel.
"Untuk apa lagi? beli handphone untuk bocah itu." jawab Ziel dengan begitu angkuh.
Walaupun di lubuk hatinya, ia merasa gugup saat Kaivan menanyakan hal itu, jangan sampai laki-laki itu mengira jika Ziel sudah perduli kepada bocah ingusan itu.
"Ah begitu, tolong jalankan mobilnya ke toko handphone langganan keluarga Algio." titah Kaivan kepada sopir itu.
Tak lama mobil pun melaju meninggalkan area perusahaan Algio dan kebetulan di saa itu turunlah hujan.
Di waktu yang bersamaan, Shaerin masih ada di sekolah. baru saja ia ingin pulang tapi tiba-tiba saja hujan turun dengan lumayan deras.
Hari itu sudah semakin gelap karena sudah hampir malam, kabut menghalangi jalan dan cuacanya semakin dingin.
Di kejauhan terlihat Karel yang sedang berdiam diri sambil melihat kedua wanita yang ia cintai, di tangannya ia menggenggam gagang payung, hatinya menjadi bimbang antara harus menghampiri Shaerin atau Naera.
'Jika kau meninggalkanku, aku akan membuat perusahaan Papahmu hancur, lihat saja kau akan datang kepadaku atau Shaerin, anak sialan itu!'
Dengan berat hati Karel menghampiri Naera, gadis itu tersenyum lebar saat melihat kedatangan Karel.
"Maaf sudah membuatmu menunggu lama." kata Karel tidak bersemangat.
"Tidak apa-apa, ayo kita pergi! aku ingin makan di restoran langganan kita."
Karel menganggukan kepalanya, sesekli ia melirik kearah Shaerin yang sedang memeluk tasnya, sepertinya gadis cantik itu sedang kedinginan.
"Lagi-lagi aku mengecewakanmu, maafkan aku sayang, aku tidak ingin perusahaan Papahku hancur, tapi aku berjanji akan membuatmu jatuh cinta lagi kepadaku." gumam Karel dalam hati lalu mengikuti langkah Naera yang sudah pergi meningalkan tempat itu.
Shaerin menatap kepergian mantan kekasihnya dan juga sahabatnya itu, sangat sakit sekali baginya jika mengingat pengkhianatan itu lagi.
Dari kejauhan seorang laki-laki tampan datang menghampiri Shaerin yang sedang larut dalam lamunannya sendiri.
Laki-laki itu melihat Shaerin yang sepertinya tidak menyadari kedatangannya.
"Shaerin!" kata Zyan sedikit meninggikan suaranya.
"Kak Zyan? kenapa ada disini?" tanya Shaerin begitu tersadar dari lamunannya.
"Apakah suamimu tidak menjemputmu?" tanya balik Zyan.
Dengan perlahan Shaerin menggelengkan kepalanya, laki-laki jangkung itu kemudian duduk di samping Shaerin.
Untuk jangka waktu yang panjang mereka saling terdiam, entah mau memulai topik darimana karena mereka berdua memang tidak sedekat itu walaupun mereka adalah saudara kandung.
"Aku datang kesini karena ingin menanyakan sesuatu kepadamu." kata Zyan yang akhirnya membuka suara duluan.
"Apa?"
"Ini soalmu dengan Naera, beberapa hari yang lalu Naera menemuiku, apakah kau ada masalah dengannya?"
Shaerin terdiam, enggan menjawab pertanyaan kakak laki-lakinya itu.
"Naera sudah menceritakannya kepadaku, kenapa kau tidak memaafkannya saja?"
Shaerin menghembuskan nafasnya dengan kasar lalu ia menatap Zyan dengan tajam.
"Apakah aku harus memaafkan dia yang sudah menjebakku di bar? apakah kakak tahu masalah itu? apakah Naera menceritakannya kepadamu?" tanya Shaerin.
Zyan mengerutkan keningnya karena tidak mengerti dengan ucapan adiknya itu, "Maksudmu?"
"Sangat berat sekali aku memaafkannya, dia sudah menjebakku di bar dan menyewa beberapa pria hidung belang untuk meniduriku, bahkan pagi ini dia sudah menyebarkan fotoku yang ada di bar dan vidio ibu yang sudah melayani seorang pria,"
"Semua orang yang ada di sekolah mengejekku kak, aku sangat malu sekali!" kata Shaerin.
"Tapi soal dia tidur dengan pacarmu itu-"
"Itu benar! aku sangat bodoh sekali karena telah mempercayainya, selama ini aku tidak menyadari saat dia mengatakan jika dia menyukai semua yang aku suka, ternyata dia berkata seperti itu karena ada maksud lain. apakah kau tahu alasannya kak?"
Shaerin menarik nafas panjang agar paru-parunya terisi oleh udara kembali, buliran air matapun sudah jatuh dari pelupuk matanya di barengi oleh isakan yang keluar dari mulut kecil itu.
"Dia melakukan itu karena ingin membalaskan dendamnya kepada ibu yang sudah merusak rumah tangga orang tuanya, dia membalaskannya kepadaku!" lanjut Shaerin sambil beranjak dari tempat duduknya.
"Apakah kakak ingin tetap membelanya dan lebih memilih untuk mempercayai ucapannya itu? dimatanya aku adalah orang jahat."
Deg!
Entah kenapa hatinya menjadi sakit setelah mendengar pengakuan dari adik perempuannya itu, jika dilihat dari matanya, Shaerin memang seperti sedang menyimpan rasa kesedihan dan ketakutannya itu sendirian.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Shaerin berlari meninggalkan kakaknya itu sendirian, tidak perduli dengan hujan yang sudah membuatnya menjadi basah kuyup yang ia pikirkan hanyalah pergi untuk menjauhi kakak laki-lakinya itu.
.
.
.
"Kau mau apa? kau mau apa dariku!"
"Enyahlah dari hadapanku sialan!"
"Kau ingin menemui wanita pelacur itukan? apakah kau tidak ingat kepada Naera yang masih kecil? kau ingin melukai perasaannya?"
Suara barang-barang yang pecah terdengar begitu nyaring, Naera yang baru saja pulang dari sekolah pun kembali melihat kedua orang tuanya yang bertengkar hebat di dalam kamarnya.
"Ini minumanmu."
Naera tersadar dari lamunannya, ia melihat Karel yang sudah duduk di hadapannya, dengan senyuman yang manisnya ia pun mulai mencicipi minumannya.
"Karel, kau tidak melupakan perkataanku bukan?" tanya Naera setelah meletakan kembali gelas di atas meja.
"Tidak."
"Jika kau meninggalkanku, aku akan menghancurkan perusahaan Papahmu, kau pasti tahu alasannya kan, itu semua aku lakukan karena aku benar-benar menyukaimu!"
"Jika kau melanggarnya, aku juga tidak akan segan-segan untuk melukai Shaerin, gadis sialan itu." ancamnya sehingga membuat laki-laki tampan yang ada di depannya itu mendelikan matanya.
"Apakah kau gila? bukankah kau tidak akan mampu untuk melukai sahabatmu sendiri?"
"Ya aku gila, ini semua gara-gara gadis licik itu! jika saja ibunya tidak datang ke kehidupan keluargaku aku pasti tidak akan melakukan hal sejauh ini, dulu kami memang sangat dekat tapi untuk sekarang tidak lagi."
"Kita melakukan hubungan badanpun sudah cukup Naera, aku tidak ingin melihat Shaerin menderita lagi karenaku."
"Kau menyukainya?" tanya Naera sambil menatap tajam Karel.
"Sudahku peringati sejak awal, jadi turuti saja perintahku" lanjutnya.