NovelToon NovelToon
Time Travel: Kali Ini Aku Akan Mengalah

Time Travel: Kali Ini Aku Akan Mengalah

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengganti / Keluarga / Time Travel / Reinkarnasi / Fantasi Wanita / Mengubah Takdir
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: Aplolyn

Di kehidupan sebelumnya, Emily begitu membenci Emy yang di adopsi untuk menggantikan dirinya yang hilang di usia 7 tahun, dia melakukan segala hal agar keluarganya kembali menyayanginya dan mengusir Emy.
Namun sayang sekali, tindakan jahatnya justru membuatnya makin di benci oleh keluarganya sampai akhirnya dia meninggal dalam kesakitan dan kesendiriannya..
"Jika saja aku di beri kesempatan untuk mengulang semuanya.. aku pasti akan mengalah.. aku janji.."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aplolyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 24

Ruang tamu utama kediaman keluarga Hambert berubah megah sore itu. Karpet merah baru digelar, meja kayu berukir penuh dengan jamuan mewah, dan bunga segar menghiasi setiap sudut. Semua terlihat sempurna, kecuali Emily, yang duduk dengan gaun panjang berwarna biru tua, jantungnya berdegup tak karuan.

Di hadapannya, ayahnya dan Ethan sibuk membicarakan urutan acara penyambutan. Emy mondar-mandir dengan cemas, memastikan semua detail beres.

“Jangan banyak bicara nanti,” bisik Ethan, mendekat ke telinga Emily. “Cukup senyum, duduk anggun, dan biarkan aku serta Ayah yang memimpin pembicaraan. Mengerti?”

Emily menoleh perlahan, bibirnya melengkung sinis. “Aku bukan patung pajangan, Ethan. Jangan harap aku akan diam saja.”

Ethan menghela napas berat, namun tak sempat menjawab karena suara pelayan terdengar dari pintu utama.

“Tuan, tamu dari Hilton Grup sudah tiba.”

Seluruh ruangan hening. Tuan Gerson berdiri, merapikan jasnya, lalu melangkah ke depan dengan senyum penuh wibawa. Emily pun bangkit, menegakkan tubuhnya, meski hatinya bergejolak.

Langkah kaki mendekat, lalu sosok pria tinggi memasuki ruangan, diiringi beberapa eksekutif Hilton Grup. Cahaya sore jatuh tepat ke wajahnya, dan Emily terhenyak.

“Albert…?” suaranya hampir tercekat.

Ya. Itu dia. Albert. Pria yang dulu mendekatinya dengan tulus di kampus, pria yang beberapa waktu lalu sempat ditemuinya lagi secara kebetulan, kini berdiri tegak dengan setelan hitam elegan. Aura dingin dan berwibawa terpancar dari sorot matanya, begitu berbeda dengan pemuda ramah yang ia kenal dulu.

Tuan Gerson melangkah maju, menjabat tangan Albert dengan penuh semangat. “Selamat datang, Tuan Albert Hilton. Kehormatan besar bagi kami menerima Anda di rumah ini.”

Albert membalas jabatan tangan itu singkat, matanya hanya sekilas menatap Tuan Gerson sebelum akhirnya jatuh pada Emily. Tatapan mereka bertemu, dan waktu seolah berhenti.

Emily berusaha menjaga ekspresi, meski dalam hatinya kacau. Jadi… dia pewaris Hilton Grup? Dan aku… akan dijodohkan dengannya?

Ethan segera mengambil alih. “Mari silakan duduk. Kita bisa membicarakan rencana kerja sama kita.”

Semua orang menempati kursi masing-masing. Albert duduk tepat di seberang Emily. Tatapan mereka masih sesekali bertemu, namun keduanya menahan diri untuk tak membuka percakapan pribadi di depan banyak orang.

Salah satu direktur Hilton mulai berbicara soal detail bisnis, menjelaskan kemungkinan suntikan dana, kerja sama hotel, dan proyek jangka panjang. Namun Ethan dengan sengaja membawa arah pembicaraan ke inti:

“Tentu, semua itu akan lebih kuat jika hubungan kita diikat dengan sesuatu yang lebih kokoh… sebuah pernikahan bisnis.”

Emily merasakan jantungnya mencelos, meski ia berusaha tetap tenang. Ia melirik Albert, ingin tahu reaksinya. Anehnya, pria itu hanya tersenyum tipis, seolah sudah tahu arah pembicaraan sejak awal.

Tuan Gerson menambahkan dengan penuh semangat, “Kami percaya, putri kami Emily adalah pasangan yang tepat. Ia cerdas, berpendidikan, dan tentu saja akan mendukung keluarga Hilton sepenuh hati.”

Emily nyaris tertawa mendengar itu, namun ia menahan diri. Alih-alih, ia mengangkat dagunya sedikit, menatap Albert dengan sorot menantang.

Albert akhirnya membuka suara. Suaranya dalam, tenang, namun penuh kuasa.

“Memang benar, Hilton Grup mempertimbangkan penguatan hubungan dengan Hambert Grup. Dan pernikahan… bisa menjadi salah satu bentuk ikatan itu.”

Ruangan langsung dipenuhi rasa lega. Ethan tersenyum puas, Emy bahkan berbisik pelan, “Akhirnya…”

Namun kalimat selanjutnya dari Albert membuat semua orang menegang.

“Tapi, keputusan akhir tentu bukan hanya dari pihak kami. Itu juga harus datang dari pihak Emily sendiri.”

Semua mata beralih padanya. Emily terdiam, jantungnya berdegup keras. Ia bisa merasakan tatapan ayahnya yang menuntut, Ethan yang menekan, dan Emy yang penuh harap. Namun sorot mata Albert berbeda, dia seolah memberi kebebasan, seolah berkata: kau punya pilihan.

Emily menghela napas pelan, lalu menegakkan tubuhnya. “Pernikahan bukan kontrak bisnis. Jika memang harus terjadi, aku ingin tahu alasan sebenarnya… dari pihak Hilton. Apa kalian ingin menyelamatkan Hambert Grup, atau… hanya ingin menjadikan aku jaminan?”

Ruangan mendadak hening. Para direktur saling pandang, jelas tidak terbiasa dengan keberanian Emily. Ethan tampak panik, hampir saja memotong ucapannya, namun Albert mengangkat tangan, menghentikannya.

Albert menatap Emily lurus. “Aku tidak butuh jaminan. Aku sudah punya segalanya. Tapi aku… memilih sendiri apa yang kuinginkan. Dan saat ini…” ia berhenti sejenak, sorot matanya menusuk langsung ke arah Emily, “…aku ingin melihat apakah kau, Emily, bersedia berjalan bersamaku. Bukan sebagai kewajiban, tapi sebagai keputusanmu sendiri.”

Emily terpaku. Ada sesuatu di balik kalimat itu — sesuatu yang hanya dimengerti mereka berdua. Sebuah perasaan lama, sebuah ikatan yang sempat terputus namun kini kembali muncul dalam situasi paling tak terduga.

Ethan berdehem, berusaha menguasai suasana. “Kita bisa membicarakan detail lebih lanjut secara privat. Tapi intinya, ini adalah kesempatan emas—”

Albert memotong dengan tegas. “Kesempatan ini hanya berarti jika Emily setuju. Aku tidak menikahi seseorang hanya karena bisnis.”

Kata-kata itu menghantam ruang tamu seperti badai. Tuan Gerson membeku, wajahnya menegang. Ethan menggertakkan gigi, jelas tak suka kendali lepas dari tangannya.

Ruang pertemuan keluarga Hambert malam itu dipenuhi suasana tegang. Di meja panjang yang penuh cahaya lampu gantung kristal, duduk dua keluarga besar yang sedang membicarakan masa depan, bukan hanya bisnis, tetapi juga perasaan.

Albert, pewaris Hilton Grup, tampak tenang dengan jas hitamnya yang rapi. Tatapannya kokoh, meski sesekali ia melirik ke arah Emily yang duduk di seberang. Gadis itu menunduk, menatap jari-jarinya yang saling bertaut di pangkuan.

Tuan Gerson membuka suara lebih dulu, suaranya dalam dan penuh wibawa.

"Seperti yang sudah kita bahas, kerja sama ini akan sangat menguntungkan kedua belah pihak. Namun, pengikat yang lebih kuat adalah pernikahan antar keluarga. Albert, tentu saja, sudah setuju. Tinggal menunggu jawaban Emily."

Semua mata tertuju padanya. Ethan dan Emy yang duduk di sisi lain hanya saling bertukar pandang tanpa komentar. Emily menarik napas panjang.

Dalam hatinya, ribuan pikiran bergejolak: rasa tak percaya, keraguan, dan… sedikit rasa penasaran terhadap pria bernama Albert itu.

Albert menatapnya lekat-lekat, tidak dengan paksaan, tapi dengan keseriusan yang membuat Emily merasa dilihat secara utuh.

Seolah ia ingin mengatakan bahwa keputusan ini bukan sekadar kontrak, melainkan awal dari sesuatu yang lebih besar.

Emily mengangkat kepalanya perlahan. Tatapannya bertemu dengan Albert. Ada jeda hening beberapa detik sebelum akhirnya ia membuka mulut.

“Aku… setuju.”

Ruangan sontak terdiam. Tuan Gerson tersenyum puas, sedangkan beberapa anggota keluarga lain bertepuk tangan kecil sebagai tanda persetujuan.

Namun, bagi Emily, keputusan ini terasa seperti menandatangani sebuah buku kosong yang dia sendiri tak tahu akan berisi apa.

Albert mengangguk pelan, lalu berkata dengan nada tenang, “Terima kasih atas kepercayaanmu, Emily. Aku berjanji tidak akan membuatmu menyesal.”

Kata-kata itu menusuk hati Emily dengan cara yang aneh, dia tidak tahu apakah harus percaya atau justru berhati-hati. Baginya, Albert masih asing, tapi ada sesuatu dalam sorot mata pria itu yang terasa tulus.

Setelah pertemuan selesai, keluarga besar beranjak meninggalkan ruang pertemuan. Emily memilih berjalan sendirian menuju balkon rumah besar itu.

Udara malam menyentuh wajahnya, membawa aroma bunga melati dari taman, dia mencoba menenangkan pikirannya yang penuh gejolak.

Tak lama kemudian, langkah kaki terdengar mendekat. Albert. Ia berdiri di sampingnya, tidak terlalu dekat, tapi cukup untuk membuat Emily sadar akan kehadirannya.

“Kau terlihat ragu,” ucap Albert pelan.

Emily tersenyum tipis, masih menatap langit malam. “Apa kau pikir aku akan langsung senang dengan keputusan seperti ini? Aku hanya… memilih jalan yang menurutku paling masuk akal. Jika ini tentang keluarga, aku tak bisa egois.”

Albert menoleh padanya, menatap serius. “Aku tahu ini sulit. Tapi aku ingin kau mengerti, aku tidak melihatmu sebagai bagian dari kesepakatan bisnis semata. Aku ingin mengenalmu lebih dalam. Jika kita akan menikah, setidaknya.. mari kita coba membangun sesuatu yang nyata.”

Ucapan itu membuat Emily tercengang. Ia menoleh, menatap wajah Albert yang begitu yakin. Ada ketulusan di sana, meski terbungkus aura dingin seorang pewaris perusahaan besar.

Emily menghela napas, lalu berkata lirih, “Kau terdengar sangat yakin, padahal aku sendiri masih merasa asing dengan semua ini.”

Albert tersenyum samar. “Mungkin karena aku terbiasa membuat keputusan besar. Tapi kali ini… aku benar-benar berharap kau akan ikut berjalan bersamaku, bukan hanya karena kontrak.”

***

Di ruang keluarga, Tuan Gerson berbincang dengan pihak Hilton Grup mengenai detail kerja sama. Ethan dan Emy hanya mendengarkan.

“Jadi Emily benar-benar setuju?” tanya Emy dengan nada setengah tidak percaya.

Tuan Gerson mengangguk. “Ya. Aku tahu ini berat untuknya, tapi dia bijak. Dia tahu apa yang terbaik untuk keluarga.”

Ethan hanya menghela napas, matanya menatap kosong ke arah pintu balkon tempat Emily dan Albert berada.

Ada sesuatu dalam dirinya yang masih tidak bisa percaya bahwa adiknya yang biasanya keras kepala bisa berkata ‘ya’ pada hal sebesar ini.

1
Cty Badria
tinggal keluarga y hanya ngangap alat, tidak suka jalan y bertele, pu nya lemah banget
Lynn_: Terimakasih sudah mampir ya kak😇
total 1 replies
Fransiska Husun
masih nyimak thor
Fransiska Husun: /Determined//Determined/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!