NovelToon NovelToon
Menguasai Petir Dari Hogwarts

Menguasai Petir Dari Hogwarts

Status: sedang berlangsung
Genre:Akademi Sihir / Fantasi / Slice of Life / Action
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Zikisri

Nama Ethan Cross dikenal di seluruh dunia sihir sebagai legenda hidup.

Profesor pelatihan taktis di Hogwarts, mantan juara Duel Sihir Internasional, dan penerima Medali Ksatria Merlin Kelas Satu — penyihir yang mampu mengendalikan petir hanya dengan satu gerakan tongkatnya.

Bagi para murid, ia bukan sekadar guru. Ethan adalah sosok yang menakutkan dan menginspirasi sekaligus, pria yang setiap tahun memimpin latihan perang di lapangan Hogwarts, mengajarkan arti kekuatan dan pengendalian diri.

Namun jauh sebelum menjadi legenda, Ethan hanyalah penyihir muda dari Godric’s Hollow yang ingin hidup damai di tengah dunia yang diliputi ketakutan. Hingga suatu malam, petir menjawab panggilannya — dan takdir pun mulai berputar.

“Aku tidak mencari pertempuran,” katanya menatap langit yang bergemuruh.

“Tapi jika harus bertarung… aku tidak akan kalah dari siapa pun.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zikisri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 24 — Abnormal

“Profesor, saya—” Ethan hendak berbicara, namun Profesor Flitwick langsung mengangkat tangan kecilnya, menghentikan kata-kata itu dengan senyum tipis.

“Tuan Cross, kalau saya tidak salah lihat… apakah itu silent casting barusan?” tanya Profesor Flitwick dengan nada lembut, namun matanya setajam air yang tenang.

Akhirnya, ia ketahuan.

“Eh… ya, Profesor. Tapi panggil saja saya Ethan,” jawabnya hati-hati, menatap Flitwick dengan sedikit canggung.

Berdasarkan apa yang ia saksikan kemarin, sulit baginya membedakan siapa yang bisa dipercaya. Dunia sihir ini, walau megah, tetap menyimpan banyak wajah.

“Jangan gugup, Ethan.” Profesor Flitwick melambaikan tongkatnya perlahan. Dua kursi kayu ringan melayang dari sudut ruangan, lalu turun lembut ke lantai. Ia duduk di salah satunya, memberi isyarat agar Ethan ikut duduk.

Ethan menurut. Suasana ruang kantor yang dipenuhi aroma tinta dan perkamen tua terasa menenangkan, tapi tetap membuat jantungnya berdebar.

“Aku tahu mantramu tidak terlepas secara tidak sengaja,” kata Flitwick, menatap Ethan dengan mata berbinar kecil. “Seperti yang kukatakan, mantramu nyaris sempurna. Banyak penyihir dewasa pun tak bisa melakukannya setenang itu.”

Ethan menunduk, tidak tahu harus menanggapi apa.

Melihat ekspresi muridnya yang menahan diri, Flitwick mengubah nada suaranya.

“Baiklah, kalau begitu, mari bicara hal yang lebih ringan. Kau menyukai kelasku, bukan?”

Nada ramah itu membuat Ethan sedikit rileks. “Iya, Profesor. Pelajaran Anda mudah dimengerti. Teori mantranya sangat jelas dan—”

“Dan kau masih sempat menulis surat di tengah pelajaran pertama,” potong Flitwick, terkekeh pelan. “Bahkan sempat melamun di latihan berikutnya.”

Ethan menegang. Jadi… semua tingkah lakunya ternyata diperhatikan.

Ia tersenyum canggung, mencoba menutupi rasa malu yang membara di pipinya.

Flitwick mencondongkan tubuh ke depan. “Aku sudah mendengar tentangmu, Ethan, bahkan sebelum kau mendaftar di Hogwarts. Profesor McGonagall menceritakan prestasimu. Ia menyebutmu anak yang istimewa. Dan Lily—” suaranya melembut, “Lily Potter adalah salah satu muridku yang paling aku banggakan. Dalam surat-suratnya, ia menyinggung rasa terima kasih pada seseorang yang menyelamatkan sirius.”

Ethan terdiam.

Jadi… Profesor Flitwick juga tahu tentang itu.

Ia menarik napas dalam. “Maaf, Profesor. Saya tidak bermaksud mengganggu di kelas Anda. Saya hanya… sedikit terganggu waktu itu.”

Flitwick menggeleng pelan. “Tidak perlu minta maaf. Aku bisa melihat kau bukan tipe murid yang sembrono. Sekarang, aku hanya ingin tahu satu hal — apa pendapatmu tentang kelasku?”

Ethan berpikir sejenak, lalu berkata jujur, “Menurut saya, kelas Anda luar biasa. Tapi… kalau boleh jujur, materinya sedikit terlalu mudah untuk saya.”

“Begitu, ya?” Flitwick menaikkan alisnya, matanya kini bersinar lebih terang.

“Kalau begitu, kau sudah mempelajari teori dan mantra dasar sebelumnya?”

“Sebenarnya, iya. Saya sudah mempelajari sebagian besar mantra sebelum mendaftar. Bahkan… saya sudah menguasai hampir semua mantra tahun pertama.”

Kata-kata itu membuat Flitwick terdiam sejenak, lalu tersenyum lebar. “Aku sudah menduganya. Dari cara kau merapal mantra, aku tahu levelmu jauh di atas anak seusiamu.”

Ia mengelus jenggot putihnya pelan.

“Tahukah kau kenapa aku sangat tertarik pada kemampuanmu, Ethan?”

Ethan menatapnya bingung. “Karena… saya cepat belajar?”

Flitwick tertawa kecil. “Tidak. Karena kau abnormal.”

Ethan berkedip. “...Maaf, apa?”

“Ya,” kata Flitwick santai, seolah menyebutkan fakta ilmiah. “Kau berbeda dari pola umum perkembangan penyihir.”

Ia mencondongkan tubuh sedikit, menjelaskan dengan nada seperti dosen yang bersemangat.

“Ketika seorang bayi lahir, tidak ada yang bisa memastikan apakah ia memiliki bakat sihir. Biasanya, tanda pertama baru muncul di usia enam sampai sepuluh tahun — disebut gelombang sihir pertama. Dari situlah diketahui apakah seorang anak punya potensi menjadi penyihir.”

Ethan mengangguk pelan. Ia juga mulai merasakan kekuatan aneh sejak usia tujuh tahun — mungkin itulah yang dimaksud Flitwick.

“Namun setelah gelombang itu,” lanjut Flitwick, “sihir di tubuh anak masih tidak stabil. Emosinya, pertumbuhannya, bahkan pikirannya bisa membuat energi magisnya kacau. Karena itu, anak-anak baru diperbolehkan belajar sihir di usia sebelas tahun. Sebelumnya, terlalu berbahaya.”

Ia berhenti sejenak, lalu mengangkat tongkat sihirnya. Ujungnya bergetar lembut memancarkan percikan biru muda.

“Sihir adalah kekuatan yang hidup, Ethan. Tanpa kendali dan bimbingan, ia bisa melukai pemiliknya sendiri. Itulah kenapa penemuan tongkat sihir menjadi momen besar dalam sejarah dunia sihir. Tongkat membantu menstabilkan energi di tubuh kita — mengarahkan, menyalurkan, dan menenangkan.”

Ethan mendengarkan dengan khidmat. Semua itu cocok dengan pengalamannya: sejak pertama kali memegang tongkat, aliran sihir dalam dirinya terasa lebih teratur.

“Tapi…” lanjut Flitwick sambil menatap lurus ke mata Ethan, “tongkat juga melemahkan kepekaan alami kita terhadap sihir. Dulu, penyihir bisa merapal mantra tanpa tongkat, bahkan tanpa suara. Sekarang, kemampuan itu hampir hilang.”

Ia tersenyum kecil, seolah baru menemukan teka-teki yang menarik.

“Itulah sebabnya kau menarik perhatianku, Ethan. Karena sekalipun menggunakan tongkat, kau masih mempertahankan kepekaan magis yang luar biasa. Kau berbeda.”

Ethan hanya bisa terdiam. Kata “abnormal” itu kini terasa lebih seperti pujian daripada tuduhan.

Flitwick menatapnya sambil mengusap jenggotnya lagi.

“Dan aku yakin… itu bukan sekadar bakat. Ada sesuatu dalam dirimu yang unik.”

Ethan mengangkat alis, menunggu penjelasan selanjutnya. Tapi Flitwick hanya tersenyum penuh arti.

“Kalau begitu,” katanya lembut, “mari kita bicarakan satu hal penting berikutnya… tentang kepekaan magis itu sendiri."

1
Mike Shrye❀∂я
wiiih tulisan nya rapi..... semangat
Zikisri: makasih atas penyemangat nya kk🤭
total 1 replies
Opety Quot's
di tunggu chapter selanjutnya thor
Sertia
Mantap/Good/ lanjutkan
Iqsan Maulana
lumayan bagus ni😁
Iqsan Maulana
next Thor
Hani Andini
next..
king_s1mbaaa s1mbaa
tambahin chapter nya thor...
Reyhan Ramdhan
lanjut thor👍
Zikisri: siap💪
total 1 replies
Reyhan Ramdhan
Bagus, Sangat Rekomen/Good/
Zikisri: thanks 👍
total 1 replies
I Fine
lebih banyak chapter nya thor/Shy/
I Fine
next chapter nya thor💪
Zikisri: Oke 👍
total 1 replies
Niat Pemulihan
nice
Evan Setyawan
Lanjutannya thor👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!