"Sayang, kamu yang tenang ya disana. Kamu jangan khawatir soal Anak-anak. In shaa Allah kak Bian tidak akan pernah mengabaikan anak-anak kita. Kak Bian janji, akan selalu menjaga mereka, serta akan membahagiakan mereka dengan penuh kasih sayang. Bahkan apapun permintaan mereka akan kak Bian penuhi, itulah janji Kak Bian, Acha!" Itulah janji Rio dihadapan pusara istrinya, Cindy.
Ya dia Adalah Rio Febrian Yang kini berusia 33 tahun, dan berstatuskan seorang Duda yang memiliki anak kembar Empat. Semenjak istrinya meninggal, Rio langsung berubah menjadi Pria yang amat dingin dan tak berperasaan.
Namun ia begitu hangat untuk baby quadrupletsnya dan ia amat menyayangi mereka. Sehingga apapun yang menjadi keinginan anak-anaknya maka ia pun akan mengabulkan. Hingga suatu ketika putri kecilnya mengungkapkan keinginannya.
"Daddy, bolehkah Tante yang bermata Hijau itu menjadi Momy umna?" pinta gadis kecil yang berusia empat tahun.
Akankah Rio mengabulkan permintaan putri kecilnya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ramanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
YUMNA KOMA.
Hari-hari telah berlalu.
Semenjak mendengar Naazwa akan menikah dengan Hans asisten pribadi Ardiyan, Yumna berubah seratus delapan puluh derajat. Ia jadi murung, dan sangat pendiam. Membuat Rio resah, karena ia tak lagi melihat keceriaan si bungsu yang biasa dialah yang paling cerewet diantara anak-anaknya yang lain, membuat rumah menjadi ramai.
Namun kini rumah itu menjadi sepi, karena semenjak Yumna murung, para saudara dan saudarinya, jadi memilih menyibukkan diri mereka sendiri. Sementara Yumna, lebih banyak mengurung diri dikamarnya. Terkadang ia juga lebih suka menyendiri ditaman belakang yang disana terdapat danau buatan dan ia akan duduk di ayunan dengan pandangan kosong mengarah ke danau tersebut, seperti saat ini.
"Papa? Apa yang Papa lakukan disitu? Mengapa tidak sarapan?" tanya Rio, saat ia baru keluar dari kamarnya. Dan melihat Harun sedang berdiri di balkon lantai dua.
"Kemarilah! Kau akan mengetahuinya sendiri," balas Harun, tanpa menoleh sedikitpun pada Rio, karena ia masih fokus dengan apa yang dia lihat.
Rio mengerutkan keningnya, tanda ia penasaran. Lalu ia pun langsung menghampiri Harun dan berdiri tepat disampingnya, "Apa yang Papa lihat sih?" tanyanya penasaran.
"Lihatlah disana!" kata Harun, sembari ia menunjuk seorang anak kecil yang sedang duduk di ayunan.
"Yumna!" sentak Rio.
"Brian, bukankah kamu pernah berjanji dipusara Cindy dan pada keempat Anak-anakmu ketika mereka masih Bayi? Apakah kamu tidak ingat apa yang kamu janjikan pada mereka Brian?" tutur Harun, yang kini wajahnya menatap wajah Rio, yang terlihat masih melihat kearah anak kecil tersebut.
"Kalau kamu tidak Ingat, biar Papa ingatkan kembali. Kamu pernah berjanji akan memberikan kebahagiaan untuk mereka, bahkan kamu akan memenuhi keinginan mereka apapun itu! Apakah yang dikatakan Papa benar hm?"
DEGH!
Seketika jantung Rio berdetak, saat mendengar perkataan sang ayah yang terakhir. Dan Ia pun akhirnya teringat pada janji-janjinya dihari pemakaman Cindy.
"Brian ingat Pah," lirihnya.
"Lalu, apakah kamu sudah memenuhi janji itu hm? Apakah kamu sudah membuat anak-anak kamu bahagia? Dan apakah dimata kamu mereka terlihat bahagia, Brian?"
Mendengar pertanyaan Harun yang bertubi-tubi, membuat Rio, semakin merasa bersalah pada anak-anaknya. Karena memang kenyataannya, apapun yang ia lakukan, ternyata tak menjamin mereka bahagia. Lidah Rio terasa kaku, hingga ia tak mampu menjawab pertanyaan sang ayah.
"Hmm.. Kamu tak mampu menjawab bukan? Itu karena kamu terlalu egois! Kamu tahu yang mereka inginkan! Tetapi kamu selalu menutup mata dan telinga kamu, bukan? Ingat Brian! Penyesalan tidak datang diawalan, tapi dia akan datang diakhiran, dan itu tidak akan berguna lagi!" pungkas Harun, lalu ia pun berlalu meninggalkan Rio.
Rio langsung tersentak, mendengar kalimat terakhir sang Ayah, ada perasaan takut yang menyeruak dihatinya. Lalu ia kembali memandang kearah taman belakang, yang dimana disana terdapat putri kecilnya. Dan seketika ia terkejut saat, melihat gadis kecil itu, memasuki kakinya kedalam air Danau.
"Yumna!" Seketika Rio pun melompat dari balkon lantai dua itu. Sesampainya di bawah, ia pun berlari, ke arah tempat putrinya berada.
"Yumna! Apa yang kamu lakukan Nak!" teriaknya, masih berlari mendekati Yumna. Setibanya dipinggir Danau, seketika ia langsung menarik tangan Yumna, dan langsung menggendongnya.
"Apa yang kamu lakukan Nak? Danau itu dalam! Kamu bisa tenggelam Nak," kata Rio, sambil memeluk tubuh anaknya.
"Daddy! Umna lihat ada Mama disana! Umna mau sama Mama Daddy! Turunkan Umna!" teriak gadis kecil itu, sambil meronta-ronta, berharap sang ayah menurunkan tubuhnya.
"Tidak Sayang! Nggak ada Mama disana Nak! Itu hanya halusinasi kamu Nak!" balas Rio, terdengar tegas. Sambil ia mulai melangkahkan kakinya meninggalkan danau tersebut.
"Aaaah.! Pokoknya Umna mau sama Mama! Umna nggak sama Daddy, huhuhu..hiks.. Turunin Umna Daddy! Turunkan Umna! Huhuhu.. Mamaa! Umna mau sama Mama Daddy! Hiks.. hiks.."
Tangis Yumna pecah, Ia bahkan semakin mengamuk dengan sekuat tenaganya. Ia juga memukuli wajah Rio, dada Rio. Namun Rio tak menghiraukannya permintaannya ia masih terus menggendong Yumna menuju ke Villa mereka. Tetapi semakin Ia mendekati pintu masuk belakang villa, Yumna semakin menjadi-jadi, hingga akhirnya ia pun kehilangan kesadarannya.
"Yumna!" panggil Rio, saat melihat anaknya terkulai tak sadarkan diri digendongannya. Lalu ia pun mempercepat langkahnya.
"Ada apa dengan Yumna Brian?" tanya Harun, saat melihat Rio berjalan tergesa-gesa.
"Yumna pingsan Pah! Brian mau bawa dia kerumah sakit! Titip anak-anak ya Pah!" kata Rio, yang terlihat ia begitu terburu-buru.
"Iya Nak, hati-hati!" balas Harun, sambil mengikuti langkah Rio, menuju mobilnya. Ia juga terlihat begitu mencemaskan cucunya itu.
Setelah berada di dalam mobil, "Cepat Gilang! Antar kerumah sakit!" titah Rio.
"Baik Pak!" Gilang langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Karena ia memang lihai dalam mengemudi. Makanya Rio sangat menyukai Gilang, yang selalu tahu, kapan ia bertindak atau tidak.
Setibanya mereka di depan loby rumah sakit, Rio langsung turun dan langsung membawa Yumna, keruang UGD, Namun saat ia hendak memasuki pintu ruangan tersebut. Tiba-tiba ia menabrak seseorang.
"Aw! Astaghfirullah!" pekik seorang pria berjas putih dan dengan spontan pria itu, melihat wajah Rio, sambil memegang bahunya bagian lengan. Karena setelah ditabrak Rio, ia terhempas mengenai dinding dekat pintu masuk.
"Brian!" sentak pria itu.
"Dika! Lo dokter disini?" tanya Rio, dengan wajah terlihat cemas.
"Iya gue Dokter disini! Apa yang terjadi pada Anak Lo?" tanya pria itu yang ternyata dia adalah Dika.
"Dia pingsan!"
"Ya sudah, cepat bawa dia masuk!" kata Dika yang akhirnya ia kembali masuk ke dalam ruang UGD tersebut. Dan di ikuti oleh Rio.
Sesampainya di dalam Rio langsung meletakkan anaknya di atas tempat tidur pemeriksaan. Dan Dika pun langsung memeriksa tubuh anak Rio. Sedangkan Rio hanya memperhatikan saja.
"Apa yang terjadi dengan anak gue Dik?" tanya Rio, penasaran saat ia mendengar Dika, memerintahkan para suster memasang alat-alat medis ketubuh anaknya.
"Yumna koma Brian!"
"Apaa!!"
...┈┈••✾•◆❀◆•✾••┈┈...