NovelToon NovelToon
MAFIA'S OBSESSION

MAFIA'S OBSESSION

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Mafia
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Kisah dewasa (mohon berhati-hati dalam membaca)
Areta dipaksa menjadi budak nafsu oleh mafia kejam dan dingin bernama Vincent untuk melunasi utang ayahnya yang menumpuk. Setelah sempat melarikan diri, Areta kembali tertangkap oleh Vincent, yang kemudian memaksanya menikah. Kehidupan pernikahan Areta jauh dari kata bahagia; ia harus menghadapi berbagai hinaan dan perlakuan buruk dari ibu serta adik Vincent.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Areta menghela napas panjang, mencoba menenangkan jantungnya yang masih berdegup kencang setelah ciuman tadi.

"Istirahatlah, Vincent. Aku ke kantin sebentar mencari makanan ringan. Dan ingat, jangan berani-berani turun dari tempat tidur atau aku tidak akan memaafkanmu," pesannya dengan nada tegas sebelum melangkah keluar.

Vincent hanya mengangguk patuh, matanya mengikuti sosok Areta hingga pintu tertutup, menyisakan senyum tipis di bibirnya.

Di kantin, Areta bergerak cepat membeli beberapa cemilan.

Perasaannya mulai sedikit melunak; ia mulai berpikir bahwa mungkin ada sisi manusiawi di balik monster itu. Namun, harapan kecil itu hancur berkeping-keping saat ia kembali ke kamar perawatan.

Pintu kamar itu sedikit terbuka. Dari celah sempit itu, Areta membeku.

Clara, wanita yang menjadi sumber segala racun dalam hubungannya sudah ada di sana.

Clara tampak histeris mengetahui Vincent tertembak.

Tanpa mempedulikan kondisi Vincent, Clara langsung menghambur dan memeluk tubuh pria itu dengan erat.

"Vincent! Syukurlah kamu hidup!" isak Clara.

"Kenapa kamu ada di sini?!" suara Vincent menggelegar, penuh kebencian dan rasa jijik.

"Cepat pergi dari sini sebelum aku sendiri yang—"

Kalimat Vincent terbungkam seketika. Clara, dalam aksi nekat dan putus asanya, langsung mencium bibir Vincent dengan paksa.

Di saat itulah, Areta mendorong pintu lebih lebar. Matanya membelalak, dadanya terasa sesak seolah dihantam godam besar.

Pemandangan itu lebih menyakitkan daripada semua siksaan fisik yang pernah ia terima.

"Kalian berdua sungguh menjijikkan!!" teriak Areta dengan suara pecah.

Vincent tersentak dan langsung melihat Areta di ambang pintu.

"Areta! Tidak, ini tidak seperti yang kau—"

Namun Areta sudah tidak mau mendengar. Ia melempar kantong cemilannya ke lantai dan berlari sekuat tenaga keluar dari rumah sakit.

Dengan napas tersengal dan air mata yang mengaburkan pandangan, ia segera mencegat sebuah taksi di lobi.

"Jalan! Cepat jalan, Pak!" seru Areta histeris.

Di dalam kamar, amarah Vincent meledak hingga ke ubun-ubun. Ia mendorong tubuh Clara dengan kasar hingga wanita itu tersungkur ke lantai.

"JONAS!!"

Jonas masuk dengan wajah pucat pasi. "Tuan?"

"Bawa wanita sialan ini ke rumah hukuman! Sekarang! Pastikan dia tidak akan pernah melihat matahari dengan tenang lagi!" raung Vincent.

Tanpa mempedulikan rasa sakit yang luar biasa di dadanya, Vincent menggunakan tangan kanannya yang bebas untuk menarik paksa ikatan di tangan kiri dan kakinya.

Tali itu terlepas, namun jahitannya kembali berdenyut hebat.

Darah segar mulai merembes membasahi perban putihnya untuk ketiga kalinya, tapi Vincent tidak peduli.

"Tuan! Luka Anda! Anda bisa mati!" Jonas mencoba menahan.

"Minggir, Jonas! Panggil sopir! Kejar taksi yang membawa Areta! Jika aku kehilangan dia hari ini, kalian semua akan menanggung akibatnya!"

Vincent bangkit berdiri dengan tubuh limbung. Dengan sisa tenaga dan tekad gila, ia berjalan keluar kamar, menekan lukanya yang berdarah, bersiap melakukan pengejaran maut demi membawa kembali miliknya yang sedang melarikan diri.

Jalanan kota yang padat dan macet menjadi saksi bisu pengejaran gila itu.

Mobil hitam Vincent melaju nekat, membelah antrean kendaraan hingga akhirnya berhasil memotong jalan taksi yang ditumpangi Areta.

Bunyi decit ban yang memekakkan telinga membuat suasana semakin mencekam.

Vincent, dengan sisa tenaga yang nyaris habis dan perban yang sudah sepenuhnya merah oleh darah, keluar dari mobil.

Langkahnya limbung, tangannya menekan dada yang terasa seperti dihantam besi panas.

Areta membuka pintu taksi dengan amarah yang meluap, hendak meneriaki pria itu, namun suaranya tertahan di tenggorokan saat melihat kondisi Vincent yang sangat mengerikan.

"Areta, dengarkan aku..." suara Vincent parau, napasnya tersengal-sengal.

"Jangan mendekat! Kembali saja pada Clara!" teriak Areta dengan air mata yang kembali luruh.

"Kalian berdua pantas bersama dalam kebohongan itu!"

Vincent mencengkeram pintu taksi agar tubuhnya tidak jatuh.

Matanya yang biasanya tajam kini meredup, namun menatap Areta dengan intensitas yang menyakitkan.

"Aku tidak peduli pada wanita itu, Areta, kamu harus tahu..." Vincent terbatuk, mengeluarkan sedikit darah dari mulutnya.

"Aku mencintaimu. Hanya kamu. Demi nyawaku, aku mencintaimu."

Areta terpaku. Kata-kata itu, yang seharusnya terdengar indah, justru terasa seperti belati yang menusuk hatinya.

Ia menggelengkan kepalanya dengan keras, mencoba menolak kenyataan bahwa monster ini baru saja menyatakan cinta di ambang kematiannya.

"Tidak, Vincent! Kamu hanya ingin memilikiku! Itu bukan cinta!" tangis Areta pecah.

Vincent mencoba meraih tangan Areta, namun tiba-tiba pandangannya menggelap.

Kekuatan yang selama ini menopang tubuhnya lenyap seketika.

Cengkeramannya di pintu taksi terlepas, dan tubuh tegap itu ambruk dengan keras ke aspal panas, tepat di depan kaki Areta.

"VIN!!"

Areta menjerit histeris. Segala kemarahan dan rasa jijiknya menguap, digantikan oleh ketakutan yang luar biasa.

Ia menghambur keluar dari taksi, berlutut di aspal, dan merengkuh kepala Vincent ke pangkuannya.

"Vincent! Bangun! Jangan tinggalkan aku sekarang!"

Areta menepuk-nepuk pipi Vincent yang terasa dingin, sementara darah pria itu kini membasahi seluruh tangan dan pakaian Areta untuk kesekian kalinya.

Jonas dan sopir segera berlari menghampiri. Suasana kemacetan itu berubah menjadi kekacauan total.

"Nyonya, kita harus membawanya kembali sekarang! Dia kehilangan terlalu banyak darah!" seru Jonas panik sambil membantu mengangkat tubuh Vincent yang sudah tak sadarkan diri.

Areta hanya bisa menangis sesenggukan, memegangi tangan Vincent yang terkulai lemas saat pria itu kembali dilarikan ke mobil.

Di tengah keputusasaannya, Areta menyadari satu hal yang paling menakutkan: ia tidak sanggup jika harus kehilangan monster yang baru saja menyatakan cinta padanya itu.

Pintu ruang operasi tertutup rapat untuk ketiga kalinya.

Areta menunggu di koridor dengan tubuh yang bergetar hebat, menatap lantai yang masih menyisakan noda darah dari pengejaran nekat tadi.

Jonas berdiri tak jauh darinya, wajahnya tampak lebih tegang dari biasanya; ia tahu bahwa kondisi tuannya sudah di ambang batas manusia normal.

Beberapa jam kemudian, Dokter keluar dengan wajah yang sangat pucat dan kecewa.

Ia melepaskan maskernya dan hanya bisa menggelengkan kepala saat menatap Areta.

"Ini adalah keajaiban jika dia masih bisa bertahan," ucap Dokter dengan nada suara yang berat.

"Jahitannya robek total, dan ada pendarahan internal yang cukup parah. Kami sudah melakukan yang terbaik untuk menutupnya kembali, tapi tubuhnya sangat lemah sekarang."

Vincent dipindahkan kembali ke ruang perawatan intensif. Kali ini, tidak ada lagi perdebatan. Tanpa menunggu permintaan dari siapa pun, tim medis segera memasang ikat pengaman medis yang jauh lebih kuat di kedua tangan dan kedua kaki Vincent.

Kali ini, ikatannya bukan lagi dari kain lembut, melainkan tali pengaman nilon yang tebal dan terkunci rapat ke rangka besi ranjang.

Mereka tidak ingin mengambil risiko lagi. Vincent benar-benar dibuat tidak berdaya, terbelenggu sepenuhnya agar luka di dadanya memiliki kesempatan untuk sembuh.

Areta masuk ke ruangan itu dengan langkah gontai.

Ia melihat Vincent yang masih belum sadar, wajahnya kini terlihat lebih tirus dan sangat pucat.

Alat bantu napasnya berbunyi secara teratur, menjadi satu-satunya tanda bahwa nyawa pria itu masih ada.

Areta duduk di kursi samping ranjang, menatap tangan Vincent yang terikat kencang.

Ia mengusap air matanya dan menggenggam jemari Vincent yang dingin.

"Kau lihat, Vincent? Sekarang kau benar-benar terikat," bisik Areta dengan suara parau.

"Kamu bilang kau mencintaiku, tapi kenapa kamu harus sebodoh ini hanya untuk membuktikannya?"

Jonas masuk perlahan, berdiri di belakang Areta.

"Nyonya, Tuan Vincent sudah membuktikan kata-katanya. Dia tidak akan membiarkan Anda pergi, bahkan jika dia harus menghancurkan tubuhnya sendiri."

Areta hanya diam, ia tahu bahwa saat Vincent bangun nanti, pria itu akan sangat marah dengan ikatan ini. Namun, untuk saat ini, Areta merasa jauh lebih aman melihat Vincent terikat daripada melihatnya mempertaruhkan nyawa di jalanan lagi.

1
putrie_07
cinta gila😆😆😆😆
lanjut Thor💪😘
اختی وحی
ikut gemeter😄
اختی وحی
semangat thor,makin seru
my name is pho: terima kasih 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!