Sebelum lanjut membaca, boleh mampir di season 1 nya "Membawa Lari Benih Sang Mafia"
***
Malika, gadis polos berusia 19 tahun, tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah hanya dalam satu malam. Dijual oleh pamannya demi sejumlah uang, ia terpaksa memasuki kamar hotel milik mafia paling menakutkan di kota itu.
“Temukan gadis gila yang sudah berani menendang asetku!” perintah Alexander pada tangan kanannya.
Sejak malam itu, Alexander yang sudah memiliki tunangan justru terobsesi. Ia bersumpah akan mendapatkan Malika, meski harus menentang keluarganya dan bahkan seluruh dunia.
Akankah Alexander berhasil menemukan gadis itu ataukah justru gadis itu adalah kelemahan yang akan menghancurkan dirinya sendiri?
Dan sanggupkah Malika bertahan ketika ia menjadi incaran pria paling berbahaya di Milan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22
Mendengar kata hukuman, Malika langsung berbalik dan bersimpuh di lantai. Tanpa pikir panjang, ia berlutut tepat di depan kaki Alexander, kedua tangannya ditangkupkan seperti sedang memohon.
Rasa takut mengalahkan rasa malu karena Alexander hanya dibalut handuk.
“Tuan Muda, Lika minta maaf. Lika mohon jangan hukum Lika! Sejak kecil hidup Lika sudah menderita. Lika ingin bahagia. Jadi jangan bunuh Lika, ya.” ucapnya lirih dengan suara bergetar putus asa.
Alexander mengangkat satu alis tinggi-tinggi. Ia menatap gadis kecil itu dari kepala hingga kaki dengan ekspresi tidak percaya dan heran.
Gadis itu berlutut begitu saja, seakan Alex adalah seorang algojo yang siap memenggal kepala dengan pisau besar, bukan pria yang baru selesai mandi.
“Bunuh?” gumam Alex, suaranya mengandung kejengkelan yang aneh. “Siapa yang bilang aku mau membunuhmu?”
Tetapi, Malika tidak
mendengar apa yang Alex katakan. Ia semakin menunduk, kedua tangannya kini mencengkeram ujung handuk Alexander erat-erat, hampir-hampir menariknya ke bawah.
“Lika akan melakukan apa pun! Lika janji! Asal jangan musnahkan Lika dari dunia yang indah ini.”
Alexander mulai kehabisan kesabaran. Bukan karena marah, lebih karena heran tingkat dewa melihat tingkah gadis di depannya. Ia berjongkok, menurunkan tubuhnya hingga sejajar dengan Malika.
Dengan ujung telunjuk, ia mengangkat dagu gadis itu agar menatapnya.
“Aku ada di depanmu. Kenapa kau terus menatap lantai?” tanyanya dengan suara lebih lembut dari yang biasanya. “Apa lantai itu lebih kau hormati dibandingkan diriku?”
Malika mirip seperti anak kucing yang takut dimarahi, matanya yang berwarna coklat gelap memantulkan bayangan Alex.
“B-bukan begitu. Lika takut,” jawabnya lirih.
Alexander menatapnya lama, menelaah wajah polos itu. Ada sesuatu yang mencurigakan.
Mata itu, bentuknya dan kilauannya.
Aneh.
Alex seperti pernah melihatnya. Tatapan itu membawanya pada satu ingatan, sebuah klub malam, lampu berkedip, dan seorang gadis dengan dandanan mengerikan yang berhasil menegangkan seluruh syarafnya.
Tidak mungkin. Tidak mungkin gadis itu Malika!
Yang di klub malam itu terlalu norak. Dan dandananya sangat jelek.
Yang ini manis, berkulit putih, polos, dan...
Alex menahan napas sejenak.
Menggemaskan.
"Sial, apa yang baru saja kupikirkan?" gumamnya dalam hati.
Sementara itu, Malika hanya mengedipkan mata cepat-cepat, bingung melihat Tuan Muda yang tiba-tiba terdiam menatapnya intens.
Malika mengira Alex sedang marah atau mengukur berapa lama lagi ia boleh hidup.
“Tuan Muda, Lika mph—!” Ucapan Malika seketika terputus.
Sebuah benda kenyal, hangat, lembut, dan sedikit tebal menempel di bibirnya.
Mata Malika membelalak.
Jantungnya langsung memukul dada, berdetak seperti genderang perang yang tak terkendali.
Alex mencium bibirnya? Apa ini mimpi?
Bukan hanya menempel.
Tapi benar-benar menekan lembut. Alexander bahkan menahan tengkuk Malika agar gadis itu tak menghindar.
Semua otot di tubuh Malika lumpuh dalam sekejap, dan wajahnya memerah dari leher hingga telinga. Aroma mint dan maskulin Alex memenuhi indranya.
“Tuan Muda kenapa malah cium Lika? Apa ini hukuman yang dia maksud tadi? Hukuman kok lembut begini? Harusnya sakit, kan?” pikir Malika kalut, kepolosannya benar-benar tidak membantu dalam situasi ini.
Alexander sendiri tidak mengerti apa yang sedang ia lakukan. Entah karena aroma sabun Malika yang menenangkan, atau karena jarak mereka yang terlalu dekat, atau karena tatapan polos itu.
Membuat sesuatu dalam dirinya bergerak tanpa perintah, mendobrak batas pribadinya. Ketika Alex menutup mata, Malika tidak bergerak sedikit pun. Tidak mendorong, tidak menjauh. Bahkan tidak bernapas.
Setelah beberapa detik, Alex menarik diri perlahan. Namun wajahnya tetap sangat dekat, hidungnya nyaris menyentuh hidung Malika.
Malika masih membeku.
Tidak berkedip.
Tidak bernapas.
Tidak sadar dunia masih berputar.
“Kenapa kau tampak seperti batu nisan? Bernapaslah!” Alex menatapnya dengan mata menyipit.
Malika membuka mulut dan meraup oksigen sebanyak-banyaknya.
“Lika pikir, kalau ini hukuman, Lika harus diam agar cepat selesai,” ucap Malika jujur.
Alexander mengusap wajahnya frustrasi. “Shit! Gadis ini benar-benar idiot atau terlalu polos?” gumamnya.
Sekali lagi, saat menatap Malika, rasa kesal itu berubah. Entah menjadi apa. Ada sedikit tarikan halus di sudut bibirnya, nyaris seperti senyum, tapi Alex buru-buru menahannya.
“Dengarkan aku.” Alex mencondongkan wajahnya lagi, membuat Malika refleks mundur dan punggungnya menempel dinding.
Gadis itu seperti tikus kecil yang terperangkap.
“Aku tidak akan membunuhmu. Aku tidak akan menghukummu seperti yang kau pikirkan. Tapi masuk tanpa izin tetap salah,” ucap Alex sembari merapikan rambut Malika yang berantakan.
Malika cepat-cepat mengangguk. “Lika tahu Lika salah. Tapi, Lika tidak sengaja. Lika pikir Tuan Muda pingsan di dalam kamar mandi. Jadi, Lika masuk untuk menolong.”
Alexander menatapnya lekat-lekat. “Pingsan? Kenapa aku harus pingsan?”
“Karena mungkin Tuan Muda kepleset sabun atau digigit nyamuk besar atau—”
“Cukup!” Alex memotongnya cepat sebelum omong kosong itu semakin panjang. “Sebelum otakku rusak mendengar ocehanmu, lakukan satu hal.”
Malika menelan ludah. “A-apa itu, Tuan?”
Alex mendekat lagi, menahan kedua bahu Malika agar gadis itu tidak kabur.
“Hentikan kebodohanmu dan bernyanyilah untukku,” bisiknya.
“Bernyanyi?” tanya Malika bingung.
Jelas saja gadis itu bingung, bukankah Sofia bilang padanya untuk tidak bernyanyi di depan Tuan Muda karena Alexander membenci suara berisik?
Lalu ini apa? Perintah itu seolah melanggar semua aturan yang Alex buat sendiri.
malika dan Leon cm korban😄🤣