NovelToon NovelToon
Pesona Kakak Posesif

Pesona Kakak Posesif

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Anak Yatim Piatu / Identitas Tersembunyi
Popularitas:495
Nilai: 5
Nama Author: Dwi Asti A

Jika bukan cinta, lalu apa arti ciuman itu? apakah dirinya hanya sebuah kelinci percobaan?
Pertanyaan itu selalu muncul di benak Hanin setelah kejadian Satya, kakaknya menciumnya tiba-tiba untuk pertama kali.
Sayangnya pertanyaan itu tak pernah terjawab.
Sebuah kebenaran yang terungkap, membuat hubungan persaudaraan mereka yang indah mulai memudar. Satya berubah menjadi sosok kakak yang dingin dan acuh, bahkan memutuskan meninggalkan Hanin demi menghindarinya.
Apakah Hanin akan menyerah dengan cintanya yang tak berbalas dan memilih laki-laki lain?
Ataukah lebih mengalah dengan mempertahankan hubungan persaudaraan mereka selama ini asalkan tetap bersama dengan Satya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi Asti A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mereka Mulai Mengganggu Hanin

(Dua hari kemudian)

Malam sebelum kepergian Satya, Hanin melihat Satya tengah sibuk berbenah. Hanin semakin sedih, tapi dia berusaha tak memperlihatkan kesedihannya. Didorongnya pintu kamar Satya yang setengah terbuka itu dan melangkah masuk.

“Ada yang bisa Hani bantu?” tanya Hani langsung melompat ke atas tempat tidur di mana ada pakaian-pakaian Satya siap dimasukkan ke dalam koper.

“Kau bisa masukkan pakaian itu ke dalam koper,” jawab Satya.

“Oke, ini mah gampang,” pikir Hanin. Dia mulai menata pakaian yang telah dilipat rapi ke dalam koper satu persatu. Sementara Satya masih berjalan ke sana kemari mengumpulkan barang-barang yang perlu dia bawa. Dia hanya akan membawa barang-barang yang diperlukan saja dan memastikan tidak ada barang penting yang tertinggal, terutama buku.

Saat asyik memasukkan pakaian, Hanin tak sengaja melihat pakaian dalam milik Satya yang belum dilipat. Hanin ragu-ragu saat mengambil barang yang satu itu, dia melirik pada Satya yang masih duduk di dekat meja belajar. Spontan saja pikiran Hanin langsung pada hal yang tidak senonoh. Hanin kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha menghilangkan pikiran mesum di dalam otaknya.

“Apa yang sedang kamu pikirkan Hani?” tiba-tiba Satya sudah duduk di sampingnya menatap dirinya. Pandangan Satya jatuh pada tangan Hanin yang sedang memegang pakaian dalam miliknya. Hani buru-buru meletakkannya begitu saja.

“Tidak ada,” jawab Hanin.

“Apa yang sedang kamu pikirkan dengan benda itu? Jangan coba-coba membayangkan apa yang ada di dalam benda itu, Hani, kau masih kecil,” ucap Satya menunjuk pada kening Hanin dengan jarinya lantas kembali pergi.

Satya terlihat biasa-biasa saja, tapi perasaan Hanin tak karuan. Namun, dia tetap merapikan pakaian itu dengan rapi dan memasukkannya ke dalam koper.

Satya diam-diam memperhatikan tingkah Hanin yang lucu karena benda itu. Satya sebenarnya malu saat ada orang lain menyentuh barang-barang pribadinya. Namun, untuk Hanin dia berpikir tidak ada masalah. Hanin bukan orang lain.

Tengah malam Satya merasa semuanya sudah siap tanpa ada yang tertinggal. Koper yang akan dibawanya, dan pakaian yang akan dikenakannya besok semuanya sudah siap, lalu memutuskan segera beristirahat.

Satya melihat Hanin tertidur di ranjangnya, dia menghampiri. Ketika dia merapikan selimut di tubuh Hanin, Miranda muncul dari balik pintu.

“Apa Hanin sudah tidur?” tanya Miranda.

“Iya, Mah, sepertinya sudah pulas,” jawab Satya.

“Nanti kau harus pindahkan dia di kamarnya sendiri Satya!” perintah Miranda.

“Kasihan, Mah, dia baru saja tidur, biarkan saja,” ujar Satya.

“Mama bilang pindahkan dia Satya!” tiba-tiba nada suara Miranda meninggi membuat Satya terkejut, lalu menatap Miranda penuh tanda tanya.

Satya merasa heran melihat reaksi mamanya yang tak biasanya, terlihat tak senang melihat Hanin tidur di kamarnya. Padahal sebelumnya tak seperti itu. Satya merasa ada yang aneh, dia lantas menghampiri Miranda bukannya menuruti perintahnya untuk segera memindahkan Hanin.

“Ada apa ini, Mah? tidak biasanya Mama bersikap seperti ini?” tanya Satya curiga.

“Apanya yang aneh, Satya. Mama cuma minta kamu memindahkan Hanin ke kamarnya, apa ada yang salah?”

“Salah, Mah, karena sebelumnya baik Mama maupun Papah tidak pernah melarangnya, tapi kali ini Mama terlihat begitu marah. Apa salahnya Hani tidur di sini, dia adikku.”

“Bukan Satya,” tukas Miranda. “Mm, ... maksud mama bukan tidak boleh, tapi Hani bisa mengganggu tidurmu. Sedangkan besok kau harus berangkat pagi-pagi, kan?” Miranda buru-buru meralat kata-katanya dengan sikapnya yang gugup.

“Benar, tapi biarkan saja, dia baru saja tidur kasihan jika dibangunkan dia akan sulit untuk tidur lagi,” jelas Satya.

“Tapi, Satya ...,”

Tak ingin berdebat, perlahan Satya menggiring Miranda ke arah pintu hingga keluar kamar, setelah itu menutup pintu tanpa menguncinya.

‘Entah apa yang ada di pikiran Mama dan ini sungguh aneh, tapi sudahlah.’

Setelah membersihkan diri Satya langsung merebahkan dirinya dan berusaha memejamkan matanya. Dia meletakkan satu bantal guling di antara dirinya dan Hanin supaya Hanin tidak sembarangan meletakkan kakinya. Namun, dia masih bisa melihat wajah Hanin yang tidur tenang di hadapannya, sebentar mengusap wajah Hanin dan bibir mungilnya hingga tak sadar akhirnya Satya tertidur.

Di luar kamar Miranda tampak tidak tenang. Dia kembali mendorong pintu kamar itu yang tak terkunci dan memperhatikan dua putranya sudah tertidur saat ini.

‘Dalam hal ini aku yang salah, seharusnya sejak dulu aku sudah membatasi mereka. Sekarang bagaimana membuat mereka bisa menjaga jarak. Aku percaya dengan Satya, tapi perasaan cemas ini selalu saja menghantui.’ Perlahan Miranda menutup pintu itu kembali dan berlalu meninggalkan kamar.

Meskipun dibatasi dengan bantal guling, tetap saja Hanin yang merasa dingin mencari selimut. Saat tak menemukannya dia melihat Satya, dia merapatkan dirinya pada Satya.

Satya terbangun entah pukul berapa dia merasakan tangan Hanin memeluknya dari belakang, Satya mengabaikannya lalu melanjutkan tidurnya.

••

Satya bangun lebih awal karena bunyi alarm yang dia nyalakan. Selesai mandi dia langsung menghampiri Hanin dan membangunkannya.

“Bangun, Hani, nanti kau terlambat ke sekolah.” Satya mengusap-usap Kepala Hanin lembut.

Hanin menggeliat dan membuka matanya. Melihat Satya hanya mengenakan piama handuk dan terlihat bagian dadanya, Hanin membeliakkan matanya kaget, sontak dia bangun, melompat turun dan pergi begitu saja meninggalkan kamar. Satya hanya menggeleng-geleng heran menatap kepergian Hanin.

••

Hanin hanya bisa mengantar Satya hingga depan rumah. Rencananya Satya akan berangkat menuju stasiun bersama dengan teman-temannya naik bus sekolah.

“Jaga diri baik-baik di Jakarta, papa mendoakan yang terbaik untukmu,” Ucap Elvan seraya memeluk Satya dan menepuk-nepuk punggung anak laki-lakinya itu. Dia bisa menahan perasaan haru sebagai seorang pria, tak seperti Miranda yang menangis ketika memeluk Satya.

Doa dan nasihat serta pesan ini itu untuk Satya dari Miranda panjangnya seperti kereta jurusan Yogyakarta-Jakarta, tak cukup satu dua kata, entah apakah semua itu nyangkut di kepala Satya yang dengan tenang tetap mendengarkan dengan baik hingga selesai. Baru setelah Elvan menegur, Miranda baru berhenti. Itu pun Miranda masih kembali memeluk Satya sekali lagi.

Satya kemudian menghampiri Hanin yang semenjak tadi terdiam dengan wajah murung.

“Jangan sedih, kakak pergi untuk belajar. Selama tak ada kakak kau harus bisa menjaga diri dengan baik.” Sembari merengkuh tubuh Hanin dalam pelukannya, dan mengucapkan pesan-pesan untuk Hanin. “Sebaiknya saat pergi-pergi jangan sendirian, kakak sudah berpesan pada Rio dan Zaki untuk selalu menemanimu.”

Hanin menarik tubuhnya.

“Kakak meminta mereka berdua untuk mengikutiku?” tanya Hanin terlihat tak senang.

“Bukan, tapi menemanimu, mereka lebih baik dari yang lainnya untuk menjagamu. Ingat satu hal! Jangan temui Awan!” pesan Satya.

“Dia baik Kok,” gumam Hanin.

“Tetap saja dia hanya anak baru, kita belum mengenalnya dengan baik.”

Hanin kembali memeluk Satya dengan manja seakan tak mau berpisah. Satya mengusap rambutnya kemudian melepasnya, pergi dengan segera masuk ke dalam bus sekolah yang tiba pada saat itu. Melambaikan tangan melalui jendela bus.

Meskipun sedih, Hanin tetap berangkat sekolah di antar Pak Joko. Duduk di jok belakang dengan wajah murung. Membayangkan kepergian Satya, kedua mata Hanin berkaca-kaca.

Kabar keberangkatan beberapa anak ke Jakarta hari itu tentu saja semua siswa tahu. Tak ada Satya di samping Hanin dijadikan kesempatan beberapa anak laki-laki untuk mendekati Hanin yang kini tanpa pengawalan Satya.

Seperti di hari pertama itu Hanin baru tiba di halaman parkir berjalan menuju ruang kelasnya. Beberapa siswa laki-laki di koridor memanggil-manggilnya berusaha mencari perhatian Hanin, tapi Hanin acuh saja dengan terus berjalan. Sesekali memelototi mereka yang berusaha mengganggu dan menghalangi jalannya.

“Jangan coba-coba mengganggu gadis kesayangan Satya, bakal babak belur nanti saat dia kembali,” kata seorang siswa laki-laki mengingatkan temannya hingga urung mengganggu Hanin.

Melewati kelas 12 tepatnya di ruang kelas Geng Rubah, Hanin melihat dua teman Niken berdiri di depan pintu menatap dirinya semenjak ujung koridor. Tatapan sinis dan rasa tak suka membuat Hanin agak cemas.

Tepat saat tiba di depan mereka, dua gadis itu maju menghadang langkah Hanin, tak memberikan kesempatan Hanin untuk lewat tanpa Hanin ketahui apa maunya mereka.

“Maunya apa? Aku mau lewat,” kata Hanin.

“Masih begitu angkuh meskipun tanpa kakakmu yang sok keren itu. Ingat ya, walaupun kalian sudah membuat temanku dihukum, tapi bukan berarti kami akan diam begitu saja. Kami pasti akan membalasmu, anak manja,” ucap Iren dengan sedikit dorongan dengan jarinya di bahu Hanin. Membuat tubuh Hanin membentur seseorang.

“Anak manja, kalau tidak ada Satya kau ini bukan siapa-siapa. Kau tidak akan terkenal dan disukai banyak anak laki-laki di sekolah ini. Ingat ya, kau ini bukan anak berprestasi, kau ini hanya gadis bodoh yang tidak bisa apa-apa,” ucap Lisa, anggota Geng Rubah ikut memaki Hanin.

“Hai kalian berdua hati-hati dengan ucapan kalian berdua, kalau Satya tahu kalian sudah menghina adiknya, kalian berdua tidak akan bisa selamat.” Seorang siswi yang berada di tempat itu menyaksikan perilaku Iren mengingatkan.

Iren dan Lisa tersenyum sinis, sama sekali tak menghiraukan teguran itu.

“Apa yang akan dilakukannya? Siapa si dia hingga kita harus selalu takut dengannya. Dia sama-sama murid di sini,” sahut Iren. “Kalau kalian mau mengadu silakan saja, aku juga bisa melakukan sesuatu pada kalian.” Ucapan Iren yang terlalu berani dan sombong membuat beberapa anak bergidik.

“Dibilangi ngeyel, dia lupa apa yang sudah terjadi dengan Niken saat ini, itu juga karena mereka mencari masalah dengan Satya. Sekarang sepertinya dia mau nasibnya kayak Niken,” celetuk dua siswi. Keduanya langsung berlari pergi saat Iren memelototi mereka.

Hanin masih terdiam di tempatnya, setiap kali dia ingin pergi, Iren dan Lisa selalu menghalanginya. Perkataan Iren tentang dirinya membuat Hanin hilang rasa percaya dirinya seperti saat dia masih duduk di kursi roda. Dirinya yang tidak pintar dan bukan siapa-siapa tanpa Satya. Bahkan tanpa Satya seluruh murid di sekolah itu mungkin tidak akan mengenal dirinya.

“Biarkan aku lewat,” pinta Hanin.

Iren dan Lisa tertawa melihat sikap Hanin yang ketakutan membuat mereka semakin berani mengganggunya.

“Jadi seperti ini saja gadis manja ini tanpa Satya, ternyata hanya gadis lemah. Cantik si ..., tapi bodoh,” ucap Iren sembari menoyor kepala Hanin.

Hanin tiba-tiba menangis, Iren dan Lisa bertambah senang untuk mengganggunya, tapi karena dia melihat ada guru berjalan ke arah mereka di koridor, mereka buru-buru pergi meninggalkan Hanin.

Hanin bergegas melanjutkan langkahnya sembari mengusap kedua matanya yang basah. Dia tidak ingin teman-temannya melihatnya menangis. Sayangnya banyak anak yang melihat kejadian itu dan melihat Hanin menangis. Beberapa murid tampak kasihan, tapi beberapa juga merasa senang melihat adik kesayangan Satya dibuat menangis.

1
D Asti
Semoga suka, baca kelanjutannya akan semakin seru loh
María Paula
Gak nyangka endingnya bakal begini keren!! 👍
Majin Boo
Sudut pandang baru
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!