NovelToon NovelToon
Doa Kutukan Dari Istriku

Doa Kutukan Dari Istriku

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cerai / Pelakor / Kutukan / Romansa / Penyesalan Suami
Popularitas:47.2k
Nilai: 5
Nama Author: Santi Suki

Vandra tidak menyangka kalau perselingkuhannya dengan Erika diketahui oleh Alya, istrinya.


Luka hati yang dalam dirasakan oleh Alya sampai mengucapakan kata-kata yang tidak pernah keluar dari mulutnya selama ini.


"Doa orang yang terzalimi pasti akan dikabulkan oleh Allah di dunia ini. Cepat atau lambat."


Vandra tidak menyangka kalau doa Alya untuknya sebelum perpisahan itu terkabul satu persatu.


Doa apakah yang diucapkan oleh Alya untuk Vandra?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Di depan gerbang besi tinggi berwarna abu-abu, Vandra berdiri memandangi dunia luar dengan perasaan campur aduk. Matanya memejam sesaat, seolah mencoba menyerap aroma kebebasan yang sudah lama hilang. Angin menyentuh wajahnya lembut, tetapi di dadanya terasa berat seperti masih ada belenggu yang belum lepas sepenuhnya.

Lalu, Vandra menarik napas dalam-dalam berharap perasaan itu berganti. Namun, tetap saja sama.

“Setelah sembilan bulan di dalam penjara, akhirnya aku kembali merasakan kebebasan,” gumam Vandra lirih, separuh lega, separuh getir.

Dari kejauhan, suara klakson mobil membuyarkan lamunannya. Sebuah mobil hitam berhenti di seberang jalan. Di dalamnya, dua sosok yang amat dikenalnya melambaikan tangan.

“Kak Vandra, cepatlah! Kita bosan menunggu dari tadi!” teriak Zara, adik perempuannya, dari balik jendela yang terbuka setengah.

"Ayah!" Vero melambaikan tangan.

Senyum merekah di wajah Vandra. Sungguh, dia tak menyangka Zara dan putra sulungnya datang menjemput. Tanpa pikir panjang, ia menyeberang jalan, menunggu kendaraan lewat dulu, lalu berlari kecil dan langsung memeluk Vero begitu sampai di sisi mobil.

“Ayah kangen sama kamu, Kak,” ucap Vandra kepada Vero dengan suara bergetar, menahan haru yang lama dipendam. “Bunda mana? Kok, enggak ikut?”

Matanya mencari sosok Alya, berharap sekilas akan melihat bayangan wanita yang pernah ia sakiti, tetapi sekaligus masih dirindukan itu. Tak ada. Hanya ada Zara dan Vero.

“Ngapain Mbak Alya datang ke sini? Nanti jadi fitnah! Kalian, kan, sudah bercerai,” balas Zara dengan nada sarkastik, mengingatkan Vandra pada kenyataan pahit yang seharusnya sudah ia terima.

Sekilas, wajah Vandra menegang, namun ia cepat menunduk, menelan kecewa. “Iya, kamu benar.”

“Opa dan Oma menunggu Ayah di rumah,” ucap Vero dengan suara lembut.

Vandra tersenyum kecil. “Ayo, kita pulang, Nak.”

Di dalam mobil, perjalanan terasa hangat, namun sunyi. Sesekali suara musik lembut mengisi keheningan. Di kursi belakang, Vero duduk dekat ayahnya. Anak kecil itu banyak berubah, wajahnya lebih dewasa, tatapannya menunjukan kecerdasan, dan tutur kata sopan.

“Bunda sering bilang, jangan pernah benci sama Ayah,” ujar Vero pelan, menatap jendela. “Katanya, bagaimanapun juga, Ayah tetap orang tua yang harus aku hormati.”

Vandra tertegun. Hatinya terenyuh mendengar kalimat polos itu. “Bunda kamu selalu bijak,” jawabnya pelan. “Ayah beruntung pernah punya istri seperti dia.”

Zara yang duduk di depan hanya mendengus kecil, tetapi tak menyela. Meski mulutnya sering tajam, dalam hatinya, ia juga iba melihat kakaknya yang kini tampak jauh lebih tenang.

“Ayah dengar, kamu sering ikut lomba?” tanya Vandra, mencoba mencairkan suasana.

“Ya, lomba renang, adzan, baca puisi. Alhamdulillah, semua dapat juara,” jawab Vero dengan senyum malu-malu.

Vandra tersenyum bangga, mengacak lembut rambut anaknya. “Kamu hebat sekali, Kak. Ayah bangga banget.”

Vero tersenyum, matanya berbinar. “Bunda dan Adik selalu kasih semangat. Jadi aku nggak boleh menyerah.”

Nama Axel disebut, membuat Vandra menatap jauh ke luar jendela. Hatinya mencubit. “Adik sekarang pasti sudah bisa jalan, ya? Dulu kamu juga mulai jalan seminggu sebelum ulang tahun pertamamu,” ucapnya mengenang masa kecil Vero.

"Jangan jalan, Yah, adik sudah berlari berkeliaran main bola atau kucing-kucingan. Tapi, ya, gitu suka selebor, tidak bisa ngerem kakinya jika sudah berlari kencang. Semua di tabrak sama adik," ujar Vero menceritakan Axel.

Vandra tersenyum membayangkan putra bungsunya itu. Hubungan dia dengan Axel tidak sedekat dia dengan Vero. Karena dia lebih sering di luar rumah. Berbeda ketika punya Vero, dahulu. Dia ikut mengasuh, menjaga, dan selalu mengajaknya bermain setiap hari.

Zara ikut tersenyum. “Iya, Kak Vandra. Axel itu nggak bisa diam, tapi pintar banget. Cerdas, cerewet, dan suka nanya ini-itu sampai kepala orang rumah pusing semua.”

Vandra ikut tertawa kecil. “Kalau gitu dia mirip kamu dan Amara. Suka penasaran dan nggak bisa tenang sebelum tahu segalanya.”

Zara memutar bola mata. “Gara-gara rasa penasaran itu juga, dulu kami tahu soal kamu dan Erika,” ucapnya dengan nada datar, tetapi menusuk.

Vandra terdiam, tak sanggup membalas. Ia tahu ucapan itu benar. Semua yang terjadi, semua kehancuran rumah tangganya, adalah akibat dari kesalahan yang ia buat sendiri.

“Zara,” ucap Vandra pelan, mencoba mengubah topik, “hari ini Erika juga bebas dari penjara. Kakak nggak tahu apakah ada yang menjemputnya atau tidak. Mungkin—”

“Tidak!” potong Zara tajam. “Aku nggak mau dengar nama dia lagi! Jangan libatkan kami dalam hidupnya.”

Suasana di mobil seketika hening. Vandra menatap adiknya dari kaca spion. Tatapan Zara tegas, matanya dingin. Ia tahu, keputusan adiknya itu tidak bisa diganggu gugat.

Vandra hanya menghela napas berat. Dalam hati, ia sadar, sebagian besar luka belum sembuh, dan mungkin tak akan pernah sepenuhnya sembuh.

Sementara itu di tempat lain, sebuah pintu besi besar berderit berat, menandai berakhirnya masa tahanan seorang perempuan bernama Erika. Langkahnya gontai saat melangkah keluar dari gerbang penjara wanita itu. Di tangan kanannya, sebuah tas kecil berwarna cokelat yang sudah lusuh.

Erika menatap lurus ke arah jalan utama. Tak ada siapa pun di sana. Hanya beberapa becak melintas dan satu dua mobil yang menurunkan penumpang di kejauhan. Erika berdiri kaku. Ia berharap seseorang datang menjemput, tapi sampai lima belas menit berlalu, tak ada tanda-tanda siapa pun yang mengenalnya.

“Mas Vandra sudah keluar penjara belum, ya?” batinnya pelan, matanya masih menyapu sekitar. “Papa juga belum datang untuk menjemput,” ujarnya lirih, seolah bicara dengan dirinya sendiri.

Erika menoleh ke belakang, memandangi bangunan kelabu yang telah menjadi rumah paksa selama sembilan bulan. Dindingnya tinggi, berlapis kawat berduri di atas, seperti penjara bagi harapan.

Di tempat itu, Erika merasakan bagaimana dunia benar-benar menelannya hidup-hidup.

Setiap hari terasa seperti tahun.

Setiap malam seolah meneteskan racun penyesalan di dadanya.

“Sembilan bulan, tapi rasanya seperti sembilan tahun,” gumam Erika getir.

Wanita itu masih ingat bagaimana beberapa napi lain memusuhinya sejak hari pertama. Julukan “pelakor” melekat di dirinya seperti noda yang tak bisa dicuci bersih. Setiap kali lewat di lorong sel, ada saja yang berbisik atau menyenggolnya dengan sengaja. Beberapa kali makanannya diambil, bajunya disembunyikan, bahkan pernah suatu malam ia dikurung sendirian di kamar mandi selama berjam-jam hanya karena tidak sengaja menyinggung salah satu napi senior.

Namun, yang paling tak bisa ia lupakan adalah pelecehan dari oknum penjaga yang sering menatapnya dengan cara yang membuatnya ingin muntah. Ia pernah melaporkan, tapi malah diancam. Sejak itu, Erika belajar diam menyimpan semuanya di dalam hati, membiarkan amarah membusuk di dalam tubuhnya.

Kini, setelah bebas, yang tersisa hanyalah satu hal. Yaitu dendam.

1
Uba Muhammad Al-varo
Erika mungkin masuk lagi ke dunia nya yang dahulu abu2 secara Erika materialistis dan gaya hidupnya yang hedon, kasihan aja kedua orang tuanya.
ken darsihk
Sudah bisa di tebak Vandra Ericka istri mu arah nya kemana
ken darsihk
Vero : Ayah jaga diri aja ya
Jangan bikin aq sedih lagi
Aseli sedih bocah 10 thn bisa bilang seperti itu 🩵🩵
Noor hidayati
erika sudah terbiasa dengan kebebasan,apalagi sekarang pemasukan financial ga ada,kemungkinan dirinya kembali seperti dulu,jadi simpanan orang berduit
Hary Nengsih
vandra saking cintanya y ,,istri y begitu d antepin aja
Susi Akbarini
Rudi mau nerima..
pasti tau kalo Erika mantan simpanan...
😀😀😀❤❤❤
Aditya hp/ bunda Lia
si Erika gak bakalan tobat yang ada makin sesat dia nanti ...
Sunaryati
Sepertinya jadi wanita simpanan lagi, pakai jilbab juga melakukan zina sama kamu Ndra, lebih baik telanjang sekalian
Nar Sih
sekali jdi tukang selingkuh pasti tetep mengulang lgi dan itu blsan untuk mu vandra ,firasat buruk mu pasti akan terjdi
Sunaryati
Pasangan hasil dari selingkuh, kok bangga. Candra tidak malu pada anak-anaknya
Nar Sih
bnr kta sahabat mu alya ,kmu hrus cari bahagia mu juga
partini
tuh lobang mau di Emer lagi benar Baner yah kalau ga sakit ga berhenti
Himna Mohamad
hmmm,,gimana rasanya vandra,,dikhianati
Nar Sih
dendam mu akan membuat mu hancur erika
Ayudya
bahagiakan diri mu Alya dan percantik biar tau tu vandra kalau kamu tu tambah cantik dan bahagia tanpa vandra.🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
🌸Santi Suki🌸: 👍👍👍👍👍
total 1 replies
juwita
teh santi lp menidurkan burung si vandra. mknya ttep perkasa🤣🤣
🌸Santi Suki🌸: belum dibuat tidur, itu. nanti dulu 😩 ini baru bab 27
total 1 replies
juwita
ko kutukan alya g manjur ya. burung si vandra bisa hidup itu🤣🤣
Hary Nengsih
Albiru
Susi Akbarini
sama Albiruni aja.

seiman..
baik..
sabar..
setia.

❤❤❤😍😙
🌸Santi Suki🌸: ❤️❤️❤️❤️❤️
total 1 replies
tiara
Akya sudah bahagia dengan hidupnya sekarang tanpa beban,semoga cepat mendapat pengganti Vandra biar aman ada yang melindungi
🌸Santi Suki🌸: 👍👍👍👍👍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!