NovelToon NovelToon
Agent Khusus Yang Diceraikan Istrinya

Agent Khusus Yang Diceraikan Istrinya

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Anak Genius / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Anak Lelaki/Pria Miskin / Penyelamat
Popularitas:539
Nilai: 5
Nama Author: Khusus Game

Yansya diceraikan istrinya karena dia miskin. Setelah menjadi agent khusus, akankah hidupnya berubah menjadi lebih baik? atau menjadi semakin buruk?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ledakan Di Taman Hiburan

Sarah, yang masih terkapar di tanah, menatap Lisa dengan mata melotot karena terkejut mendengar balasan Lisa yang begitu menusuk. Ia mencoba bangkit, tetapi rasa sakit di punggungnya membuat dirinya kembali tersungkur. Herman, yang tadinya hanya terdiam, segera berlari mendekat dan mencoba membantu Sarah berdiri. Wajahnya pucat pasi, tidak menyangka bahwa ia akan menyaksikan pertengkaran seperti ini di tengah keramaian.

Sementara itu, Yansya hanya berdiri santai. Tatapannya menyiratkan kepuasan saat melihat Sarah yang tidak berdaya, karena ia tahu Sarah sudah mendapatkan pelajaran yang setimpal.

Yansya kemudian melirik Lisa, menyunggingkan senyum tipis seolah berkata, "Sudah selesai, kan?" Lisa mengangguk samar, membalas senyum Yansya dengan rona tipis di pipinya. Mereka berdua lalu berbalik, meninggalkan Sarah dan Herman yang masih bergulat dengan rasa malu.

Kencan mereka berlanjut seperti tidak ada yang terjadi. Tangan Yansya merangkul pinggang Lisa dengan posesif, membawa wanita itu menjauh dari keramaian dan menuju wahana rumah hantu yang sudah mereka incar sejak tadi. Seolah semua kegaduhan barusan hanyalah bumbu penyedap bagi malam mereka yang sempurna.

Saat mereka berdua mengantre di depan wahana rumah hantu, Yansya tidak bisa berhenti mengeluh soal harga tiket yang selangit, padahal isinya hanya kejutan-kejutan murahan. "Lima puluh ribu hanya untuk ditakut-takuti boneka kain?" Yansya berbisik pada Lisa, nadanya terdengar seperti sedang menghitung kerugian besar. "Mending uangnya kubelikan saham, Nona. Setidaknya ada potensi untung daripada cuma dapat trauma."

Lisa hanya bisa menggelengkan kepala sambil menahan tawa geli. Ia sudah menduga Yansya akan mengeluh tentang harga, karena memang sifat mata duitan Yansya itu sudah mendarah daging, bahkan di tengah kencan romantis sekalipun. Lisa kemudian mencolek pinggang Yansya. "Sudah, jangan banyak protes," Lisa berucap dengan suara yang teredam geli, "nanti hantunya betulan keluar dan menagih utang padamu, bagaimana?"

Yansya langsung terdiam, matanya membelalak, membayangkan hantu penagih utang yang jauh lebih menyeramkan dari apa pun yang ada di dalam rumah hantu itu.

Setelah keluar dari rumah hantu dengan wajah sedikit pucat, Yansya langsung menarik Lisa menuju sebuah arena permainan kartu yang menjanjikan hadiah uang tunai. "Lihat, Nona!" serunya dengan mata berbinar, menunjuk papan hadiah yang terpampang besar. "Ini baru investasi yang benar! Cukup kalahkan si bandar, kita bisa dapat uang jajan tambahan untuk beli es krim yang lebih mahal!"

Lisa hanya bisa tersenyum pasrah melihat semangat Yansya yang mendadak bangkit lagi. Ia tahu, di mata Yansya, setiap sudut taman hiburan ini adalah ladang cuan yang potensial. Bahkan suara gemerisik koin yang jatuh dari mesin permainan jauh lebih merdu daripada musik romantis mana pun.

Yansya bahkan sempat mencoba peruntungannya di sebuah mesin capit boneka, tetapi setelah sepuluh kali percobaan dan hanya mendapatkan kekecewaan, ia mulai mengeluh lagi. "Ini pasti ada triknya, Nona," gumam Yansya, menyipitkan mata ke arah mesin itu seolah sedang menganalisis strategi lawan. "Mana mungkin aku kalah terus! Ini namanya penipuan!"

Lisa hanya bisa tertawa kecil melihat tingkah Yansya yang tidak mau mengakui kekalahannya. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. "Yansya," panggil Lisa dengan nada geli, "sudah kubilang jangan panggil aku 'Nona' di luar kantor. Itu membuatku merasa seperti asistenmu."

Yansya terkekeh, mendekatkan wajahnya ke Lisa dengan senyum jahil. "Oh, benarkah? Padahal menurutku itu panggilan paling pas untukmu, Nona Bos yang paling cantik."

Lisa mendengus, tetapi rona merah di pipinya tidak bisa disembunyikan. Ia tahu Yansya sengaja menggodanya, dan entah mengapa, ia tidak bisa benar-benar marah.

Lisa menyentuh lembut lengan Yansya, pandangannya beralih dari mesin capit ke wajah Yansya yang kini menatapnya penuh perhatian. "Kalau begitu, di luar kantor, kamu bisa panggil aku apa saja, asalkan bukan 'Nona' atau 'Bos'," bisik Lisa, suaranya lebih lembut dari biasanya, menciptakan keintiman di tengah keramaian taman hiburan.

Sebuah senyum tipis yang hanya ditujukan untuk Yansya terukir di bibirnya. Yansya tersenyum, menyadari ada makna tersembunyi di balik ucapan Lisa. Ia mendekatkan wajahnya, berbisik kembali, "Bagaimana kalau 'Sayang'?"

Rona merah di pipi Lisa semakin jelas, dan ia hanya bisa mencubit pelan pinggang Yansya, tetapi tatapan matanya mengisyaratkan bahwa ia tidak keberatan dengan panggilan itu.

"Apa-apaan kamu ini, Yansya!" seru Lisa, meskipun cubitan di pinggang Yansya terasa manja, dan nada suaranya lebih bernada geli daripada marah sungguhan. "Masa di tempat umum begini panggil 'Sayang'?"

Ia menatap sekeliling, memastikan tidak ada yang terlalu memperhatikan, meskipun ia tahu beberapa pasang mata sudah melirik mereka. "Nanti orang-orang mengira kita ini pasangan alay!"

Yansya hanya tertawa, semakin mengeratkan rangkulannya di pinggang Lisa. "Biarkan saja, Sayang," balas Yansya santai, seolah menikmati perhatian itu, "yang penting kita tidak bohong, kan?"

Lisa mendengus, mencoba menyembunyikan senyumnya. Ia memukul pelan dada Yansya, tetapi tidak ada perlawanan, karena ia tahu ia sudah kalah telak dalam permainan godaan itu.

Lisa kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Yansya, mendesah pelan. "Baiklah, Sayang," ucapnya lirih, nadanya penuh kelegaan, "kamu memang keras kepala, tetapi aku rasa aku suka itu."

Ia mendongak, menatap Yansya dengan mata berbinar. "Asal kamu janji, jangan panggil aku 'Nona' lagi di mana pun, ya. Aku lebih suka dipanggil 'Sayang', atau apa pun yang membuatku merasa istimewa di matamu."

Yansya tersenyum, mengecup puncak kepala Lisa dengan lembut. "Tentu saja, Sayang," jawabnya, suaranya kini lebih tulus. "Kamu selalu istimewa bagiku, dan mulai sekarang, hanya 'Sayang' yang akan keluar dari mulutku untukmu."

Para pengunjung di sekitar mereka yang sedari tadi mencuri pandang, kini tidak bisa menahan diri lagi. Beberapa remaja putri langsung menjerit gemas, "Aduh, romantisnya!" sementara sepasang kakek nenek di bangku taman hanya tersenyum tipis, seolah teringat masa muda mereka.

Bahkan beberapa anak kecil yang sedang makan es krim ikut bersorak, "Cium! Cium! Cium!" dengan polosnya. Yansya hanya terkekeh, merasa terhibur dengan reaksi orang-orang di sekitarnya, sedangkan Lisa semakin menyembunyikan wajahnya di bahu Yansya, antara malu dan senang.

Tidak jauh dari mereka, Delisa dan Rio, yang kebetulan sedang menikmati es krim sambil mengamati keramaian, langsung saling berbisik heboh. "Lihat, Rio! Itu Ketua Tim Yansya sama Nona Lisa!" bisik Delisa, menunjuk dengan sendok es krimnya.

Rio langsung menyipitkan mata, lalu mendengus geli. "Wah, wah, wah, dugaanku benar! Mereka ini memang pacaran!" Rio terkikik, sementara Layla yang entah muncul dari mana, tiba-tiba sudah berada di antara mereka. "Aduh, romantisnya! Kita kira tadi cuma gosip."

Beban hanya bisa menggelengkan kepala, menghela napas pasrah, "Pasti mereka sedang rebutan hadiah sepuluh miliar itu." Mereka bertiga lalu menatap Yansya dan Lisa dengan tatapan penuh selidik, siap mengumpulkan gosip terbaru untuk bahan obrolan besok di kantor.

Sementara itu, di sudut lain taman hiburan, Reno, Clara, David, Maya, dan Alex dari Tim Predator juga terlihat sedang menyamar, berpura-pura menikmati wahana, tetapi mata mereka terus mencari keberadaan Yansya dan Lisa. "Ssst, jangan sampai ketahuan!" bisik Reno kepada Alex yang terlalu bersemangat saat melihat Yansya mengecup kepala Lisa. "Kita kan sedang menjalankan misi pengamatan, bukan misi jadi paparazzi!"

Tiba-tiba, Delisa muncul dari belakang mereka dengan senyum jahil. "Wah, wah, wah, ternyata kalian juga kepoan, ya?" serunya, membuat kelima anggota Tim Predator itu langsung terlonjak kaget. "Kalian kira hanya kami yang tertarik dengan gosip romansa ketua tim kalian?" Rio dan Layla ikut menyusul di belakang Delisa, siap melancarkan ejekan bertubi-tubi.

Reno, yang kini tertangkap basah, berusaha mencari alasan yang paling masuk akal, tetapi ekspresinya sudah lebih dulu mengkhianatinya. "T-tidak, ini bukan karena kepo," Reno tergagap, wajahnya memerah. "Kami... kami hanya sedang melakukan observasi lapangan, memastikan Ketua Tim Yansya tidak membuat kegaduhan atau... atau menghabiskan anggaran tim untuk kencan. Iya, benar! Ini demi kelangsungan Tim Predator!"

Alex, Clara, David, dan Maya hanya bisa mengangguk pasrah, mendukung alasan Reno yang terdengar sangat tidak meyakinkan, membuat Delisa, Rio, dan Layla semakin terbahak-bahak melihat tingkah laku tim terbaik itu.

"Wah, wah, wah, lihat itu, Delisa!" seru Layla dengan nada mengejek, matanya melirik ke arah Tim Predator yang sedang panik. "Ternyata Tim Predator yang katanya profesional itu sama saja keponya dengan kita!" Rio mengangguk setuju, tawanya meledak.

"Kalian kira kami tidak tahu? Sejak tadi kalian bersiul-siul aneh seperti sedang mencari sinyal mata-mata, padahal mata kalian sibuk mencari Ketua Tim Yansya!" Mendengar itu, Reno, Clara, David, Maya, dan Alex langsung terdiam. Mereka bertatapan, lalu serentak mulai bersiul-siul dengan gaya santai, berpura-pura menikmati suasana taman hiburan.

"Oh, itu... itu bukan apa-apa, kok," Reno berucap, berusaha terdengar tenang. "Kami sedang melatih koordinasi pernapasan untuk misi bawah air. Iya, kan, Clara?" Clara hanya mengangguk cepat, "Betul! Dan kami juga sedang membahas teori fisika tentang lintasan proyektil wahana ini, sangat kompleks, lho!" Delisa, Rio, dan Layla hanya bisa memutar bola mata, menahan tawa yang siap meledak melihat akting Tim Predator yang sangat payah itu.

Tiba-tiba, Alex menunjuk ke langit dengan ekspresi serius yang dibuat-buat. "Ssst! Kalian dengar tidak? Sepertinya ada helikopter patroli militer yang terbang rendah ke arah sini! Mungkin sedang ada operasi rahasia!"

Reno dan yang lain langsung mengangguk kompak, ikut memandang ke langit dengan wajah tegang. "Iya, benar!" David menyahut cepat. "Itu pasti terkait dengan keamanan nasional! Makanya kami harus memantau, jangan sampai ada penyusup!"

Delisa dan Rio hanya melongo mendengar alasan absurd itu, lalu Layla tidak bisa menahan tawanya lagi. "Helikopter? Mana ada helikopter di taman hiburan seperti ini, Alex!" Layla berucap sambil tertawa. "Kalian itu alasan saja, dasar kepo!" Mereka semua kembali terbahak, sementara Tim Predator hanya bisa menggaruk-garuk kepala, mengakui kekalahan telak dalam sesi "ngeles" itu.

Di tengah kehebohan mereka, suara Yansya tiba-tiba terdengar dari belakang Tim Predator. "Serius, ya? Sejak kapan Tim Predator jadi tim pengamat hubungan orang?" Yansya menyeringai, melipat tangannya di dada, tatapannya menyapu satu per satu anggota timnya yang langsung membeku.

Bersamaan dengan itu, suara Lisa menyusul dari belakang Tim Rose. "Dan kalian, Tim Rose, bukankah seharusnya kalian sedang bergosip tentang drama di sinetron, bukan drama kencan ketua tim?" Lisa berucap dengan nada geli, membuat Delisa, Rio, dan Layla langsung terkesiap, lalu mereka semua serempak menunjuk ke arah belakang tim lawan masing-masing.

"Ketua Tim Yansya di belakang kalian!" seru Delisa ke Tim Predator. "Nona Lisa di belakang kalian!" balas Alex kepada Tim Rose, membuat kedua kelompok itu saling terkejut dan kikuk, sadar bahwa mereka semua tertangkap basah sedang memata-matai.

Keringat dingin mulai mengucur di dahi Reno dan yang lainnya, sementara Tim Rose juga tidak kalah panik. Mereka saling pandang, mencari ide untuk menyelamatkan diri dari situasi memalukan ini. "K-kita... kita sedang mengadakan pertandingan persahabatan!" Reno tergagap, menunjuk ke lapangan kosong di dekat mereka. "Iya, benar! Futsal! Pertandingan futsal persahabatan antara Tim Predator dan Tim Rose! Kami sedang pemanasan tadi!"

Delisa, Rio, dan Layla mengangguk cepat, menyahut, "Benar! Kami mau menantang Tim Predator tanding futsal di sini, Ketua!" Wajah Yansya dan Lisa hanya menunjukkan ekspresi geli dan tidak percaya melihat akting dadakan anak buah mereka yang sangat buruk.

Tepat saat Yansya dan Lisa hendak memberikan "hukuman" kepada tim masing-masing, sebuah ledakan keras mengguncang seluruh area taman hiburan. Lampu-lampu wahana padam, kepanikan pecah, dan teriakan orang-orang mulai terdengar di mana-mana. Asap hitam membumbung tinggi dari sisi timur taman, menciptakan kekacauan yang mengerikan. Seringai Yansya dan senyum geli Lisa langsung lenyap, digantikan ekspresi serius. Insting agen mereka langsung mengambil alih, karena mereka tahu, ini bukan lagi soal tawa atau kencan, melainkan bahaya nyata yang baru saja dimulai.

1
Khusus Game
oke, bantu share k
Glastor Roy
yg bayak tor up ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!