NovelToon NovelToon
ANTARA CINTA DAN DENDAM

ANTARA CINTA DAN DENDAM

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Sania, seorang dokter spesialis forensik, merasakan hancur saat calon suaminya, Adam, seorang aktor terkenal, meninggal misterius sebelum pernikahan mereka. Polisi menyatakan Adam tewas karena jatuh dari apartemen dalam keadaan mabuk, namun Sania tidak percaya. Setelah melakukan otopsi, ia menemukan bukti suntikan narkotika dan bekas operasi di perut Adam. Menyadari ini adalah pembunuhan, Sania menelusuri jejak pelaku hingga menemukan mafia kejam bernama Salvatore. Untuk menghadapi Salvatore, Sania harus mengoperasi wajahnya dan setelah itu ia berpura-pura lemah dan pingsan di depan mobilnya, membuat Salvatore membawanya ke apartemen. Namun lama-kelamaan Salvatore justru jatuh hati pada Sania, tanpa mengetahui kecerdikan dan tekadnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

Sania membuka mata perlahan, kelopak matanya terasa berat seperti baru bangun dari mimpi buruk yang panjang.

Pandangan pertamanya jatuh pada selang infus yang terpasang di punggung tangan.

Cairan menetes perlahan, memberikan sensasi dingin menyebar di tubuhnya.

Ia melihat punggung Salvatore. Pria itu berdiri membelakanginya, tubuhnya telanjang dari pinggang ke atas.

Punggung yang biasanya tegap dan sempurna itu sekarang penuh goresan merah, beberapa masih segar, beberapa memar. Seolah ia baru saja melukai dirinya sendiri.

“Apa, yang kamu lakukan…?” bisiknya lemah.

“Aku menghukum diriku, karena aku sudah melukaimu, sayang.”

Ia menyentuh salah satu luka di punggungnya, ekspresinya seperti seseorang yang sedang mengukir nama kekasihnya, bukan menyakiti dirinya sendiri.

“Aku tidak bisa membiarkan diriku menyentuhmu seperti itu tanpa penebusan.”

Sania menggigit bibir, rasa takut menyesakkan dadanya.

“Sal, tolong lepaskan aku…” suaranya bergetar, bukan hanya karena takut, tapi karena tubuhnya sendiri masih lemah.

“Aku bukan Madeleine.”

Nama itu membuat Salvatore terdiam.

Ia berbalik sepenuhnya, berjalan pelan ke arah Sania, langkahnya seperti bayangan gelap yang mendekat menyelimuti cahaya.

Ia berlutut di samping ranjang.

“Tentu saja bukan. Sania dan Madeleine adalah dua orang berbeda.”

Ia mendekatkan wajahnya, terlalu dekat.

“Tapi kamu adalah seseorang yang lebih dari keduanya.”

Sania menjauh sebisanya, tubuhnya gemetar.

“Salvatore, aku ingin pulang. Aku ingin kembali ke Bima. Tolong lepaskan aku."

Salvatore tersenyum kecil senyum yang membuat udara di kamar itu terasa lebih dingin dari sebelumnya.

“Kamu ingin kembali padanya?” suaranya rendah, hampir berbisik.

“Pada pria yang tidak bisa menjagamu bahkan satu hari pun?”

“Aku mencintainya,” balas Sania berani, meski suaranya bergetar.

Salvatore menutup mata, napasnya naik turun seperti sedang menahan amarah yang sangat besar.

Setelah beberapa detik, ia membuka mata lagi. Dengan tatapannya yang berbahaya.

“Sania, dengarkan aku baik-baik.”

Ia menggenggam kedua pipinya, memaksa Sania menatap langsung ke dalam matanya.

“Mulai hari ini, kamu tidak akan lagi menyebut nama pria itu di hadapanku.”

“Kalau tidak…?”

Salvatore menunduk, mencium keningnya dengan perlahan namun membuat tubuh Sania kaku.

“Kalau tidak, aku takut aku akan melakukan sesuatu yang jauh lebih buruk daripada melukai diriku sendiri.”

“Aku akan menyiapkan sesuatu untukmu. Tetap di tempat.”

Ia melangkah menuju pintu. Namun sebelum keluar, ia menatap Sania sekali lagi.

“Setelah ini kita akan bicara lagi, sayang."

Ceklek.

Pintu terkunci.

Sania terisak pelan, menatap infus di tangannya, menatap luka di tubuhnya, lalu menatap jendela yang tertutup rapat dengan teralis besi.

“Bima…” bisiknya lemah.“Tolong… temukan aku…”

Setelah membersihkan luka di tubuhnya sendiri, Salvatore menekan tombol kecil di dinding.

“Siapkan sarapan untuk Sania,” perintahnya singkat.

Tak lama kemudian, salah satu anak buahnya datang tergesa-gesa.

“Tuan, ada kabar penting.”

Salvatore berhenti melangkahkan kakinya saat anak buahnya memanggilnya.

“Apa?”

“Bima, dia sedang menuju ke daerah ini. Kami melacak mobilnya di jalan utama. Sepertinya dia sudah tahu sesuatu.”

Salvatore tidak terlihat panik. Justru ia tersenyum tipis.

“Biarkan dia datanh, aku ingin lihat seberapa jauh dia berani.”

Anak buahnya mengangguk dan pergi.

Beberapa menit kemudian, pelayan datang membawa nampan sarapan bubur ayam hangat, telur rebus, potongan buah, dan segelas air lemon yang disiapkan khusus untuk ibu hamil.

“Sudah selesai, Tuan,” ucap pelayan dengan suara menunduk.

Salvatore mengambil nampan itu dan meminta pelayan kembali ke dapur.

Ia berjalan naik ke lantai atas, setiap langkahnya bergema pelan di koridor rahasia yang hanya ia dan beberapa orang tertentu tahu.

Ceklek.

Ia membuka pintu kamar Sania.

Wajah Sania pucat, matanya sembap, infus masih terpasang di tangan.

Ia menundukkan kepalanya tanpa menatap Salvatore.

“Ayo sarapan dulu,” ucap Salvatore sambil meletakkan nampan di meja kecil dekat ranjang.

Sania menggelengkan kepalanya dan menolak sarapan.

“Aku tidak lapar.”

Salvatore menghela napasnya, kemudian mendekati ranjang.

Ia jongkok, menatap Sania sejajar dengan wajahnya.

“Kamu yakin mau membuatku mengulang kejadian semalam…?” Suara itu pelan, namun jelas ancamannya.

Sania cepat-cepat menggeleng lagi.

“Tidak…”

“Bagus.”

Salvatore mengambil sendok, meniup pelan bubur hangat itu, lalu menyuapkannya ke bibir Sania.

Sania menutup mata, berusaha menghindar.

Salvatore menahan dagunya dengan ringan, tapi cukup kuat agar Sania tak bisa menggeleng.

“Buka mulutmu,” ucapnya.

Dengan napas gemetar, Sania akhirnya membuka mulut dan menerima suapan itu.

“Lagi,” perintah Salvatore sambil mengambil sendok berikutnya.

Sania kembali membuka mulutnya.

Setiap suapan terasa seperti batu yang dijatuhkan ke dalam perutnya, tapi ia memilih menuruti agar tidak terjadi sesuatu yang lebih buruk.

Setelah beberapa suapan, Salvatore mengusap ujung bibir Sania dengan tisu.

“Begitu lebih baik,” ucapnya lembut namun dingin.

Ia menegakkan tubuhnya, lalu duduk di sisi ranjang, menatap Sania seperti seseorang yang mengamati barang yang sangat berharga.

Sania melihat kain yang dibawa oleh Salvatore sejak masuk ke kamar.

"Suamimu sedang perjalanan kesini, sayang." ucap Salvatore yang langsung menutup mulut Sania dengan kain yang ia bawa.

Salvatore mengikatnya dengan sangat kencang sampai Sania tidak bisa membuka mulutnya.

"Kamu terlihat cantik, sayang." ucap Salvatore.

Kemudian Salvatore duduk di sampingnya sambil membelai rambut Sania.

"Kita tunggu suami kamu datang, sayang. Kamu akan melihat bagaimana aku akan membuat Bima seperti Adam."

"Mmmmpphh...."

Sania menggelengkan kepalanya dengan tatapan matanya yang memohon.

Sementara itu Bima sudah sampai di depan tempat persembunyian Salvatore.

Ia turun dari mobil dan anak buah Salvatore langsung menghampirinya.

"Katakan pada Salvatore kalau aku datang untuk menjemputnya istriku." ucap Bima.

Mereka tersenyum sinis dan mengambil senjata yang ada di pinggang Bima

Kemudian ia membawa Bima masuk kedalam tempat persembunyian.

Salvatore bangkit dari tempat tidurnya dan mengikat tangan Sania agar tidak bisa melepaskan kain yang menutup mulutnya .

"Aku akan membuat dia tidak bisa berjalan, Sania." ucap Salvatore.

"MMMMPPHH! MMMMPPHH!"

Sania menggelengkan kepalanya sambil mencoba melepaskan ikatannya.

Salvatore turun dan melihat Bima yang sudah di hadapannya.

Bima berdiri di hadapan Salvatore, napasnya berat, matanya memerah karena menahan emosi.

Di tangan Salvatore, Sania masih terikat, kain menutupi mulutnya. Pandangan mereka bertiga saling bertaut.

“Lepaskan dia, Salvatore,” ucap Bima dengan suara rendah, tegas, namun hampir bergetar.

“Aku tidak akan membiarkanmu menyakiti istri dan anakku.”

Salvatore tersenyum tipis, mata gelapnya seperti menelan cahaya di sekeliling mereka.

Bima menatap tajam ke arah Salvatore yang masih tertawa, matanya gelap, penuh kebencian dan obsesi.

Dengan gerakan cepat, Salvatore menarik tirai lebar di jendela, cahaya sore masuk dan menyoroti ruangan yang penuh ketegangan. Bima melihat Sania terikat, mulutnya tersumpal, matanya memohon penuh ketakutan.

“Lepaskan dia, Salvatore!” teriak Bima, suaranya berat tapi penuh tekad.

Salvatore hanya tertawa, dingin dan sinis, lalu mengangkat senjatanya dan menembakkan satu peluru ke arah kaki Bima.

Teriakan Bima pecah, darah mengalir deras, tetapi tatapannya tetap fokus pada Sania.

Sania menjerit di balik sumpalannya. Air matanya menetes deras.

Ia menahan napas dan menggeleng-geleng, tidak percaya apa yang terjadi.

Bima menatap tajam, dan dengan satu gerakan cepat, ia menekan tombol yang tergantung di cincin khususnya.

Seketika, aroma bensin dan asap memenuhi ruangan. Sebuah ledakan kecil meledak di pojok ruangan.

Molotov yang ia siapkan sebelumnya—menghalangi jalur Salvatore dan anak buahnya.

“Sekarang, Sania!” teriak Bima, menahan rasa sakit di kakinya, menunduk dari kepulan asap.

Dengan napas berat dan tubuh gemetar, Bima mendobrak pintu ruangan itu, melompat di antara reruntuhan akibat ledakan.

Ia dengan cepat melepaskan ikatan Sania, membuka kain penutup mulutnya, dan membopong tubuh istrinya yang masih gemetar.

“Bim… Bim…” suara Sania parau, tapi penuh kelegaan.

Bima menatap Sania sekejap, lalu menundukkan tubuhnya, menahan rasa sakitnya sendiri. Ia melangkah cepat ke arah mobil, anak buah Salvatore panik karena ledakan yang tak terduga itu.

Mesin mobilnya menyala, asap dari ledakan masih mengepul di belakang, tapi Bima fokus pada satu hal: menyelamatkan Sania dan anak mereka.

Ia menekan pedal gas, mobil melesat keluar dari tempat persembunyian Salvatore, meninggalkan kepulan asap dan kekacauan di belakang.

Sania, yang berada dalam pelukan Bima, menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca.

“Kita selamat, Bim…” ucapnya lirih.

Bima menatap lurus ke depan, rahangnya menegang.

“Belum sepenuhnya, San. Tapi aku janji,,tidak ada yang akan menyentuhmu lagi.”

Mobil itu melesat di jalan raya yang sunyi, meninggalkan villa Salvatore.

1
kalea rizuky
buat pergi jauh lahh sejauh jauhnya
kalea rizuky
biadap
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!