"Jangan lagi kau mencintaiku,cinta mu tidak pantas untuk hatiku yang rusak"
Devan,mengatakannya kepada istrinya Nadira... tepat di hari anniversary mereka yang ke tiga
bagaimana reaksi Nadira? dan alasan apa yang membuat Devan berkata seperti itu?
simak cerita lengkapnya,di sini. Sebuah novel yang menceritakan sepasang suami istri yang tadinya hangat menjadi dingin hingga tak tersentuh
Jangan lupa subscribe dan like kalo kamu suka alur ceritanya🤍
Salam hangat dari penulis💕
ig:FahZa
tikt*k:Catatan FahZa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tulisan_nic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Celah untuk Henry
Beberapa pengawal terlewati,langkah Nadira bersama Henry semakin mantap.Hanya dengan hitungan menit saja mereka sudah berada di dalam mobil yang akan di kemudikan oleh Luca.
"Aku tidak menyangka kau akan datang Henry".
"Jadi,bagaimana perasaanmu saat aku datang?"
"Aku senang,karna dari semalam aku sudah memikirkan cara untuk pergi dari tempat itu"
"Boleh aku tahu alasannya?"
"Mama mertua ku,dia aku rasa hanya peduli dengan anak yang aku kandung.Hingga mudah sekali untuknya merendahkan aku" nada bicara Nadira menunjukkan ketidak terimaannya pada apa yang di ucapkan Nyonya Maria.
Henry melihat kilatan amarah itu di matanya,sesuatu terlintas cepat.Sengaja ia rekam dalam-dalam apa yang barusan Nadira ceritakan.Seperti mendapat celah untuk bisa menyelinap diam-diam.
"Apa Devan tahu soal ini?"
"Itulah yang ingin aku cari tahu".
"Maksudmu?"
"Saat Nyonya Maria,Mama mertua ku itu membawaku ke mansion mereka.Dia bilang,sudah membicarakannya dengan Devan.Makanya aku mau di ajak ke sana."
Henry manggut-manggut,ingin mendengar kelanjutan cerita Nadira.
"Tapi,sejak kepergiannya dua hari lalu,Devan tidak pulang bahkan tidak bisa aku hubungi".
Mendengar itu,Henry terperanjat.Ia mengubah posisi duduknya,sedikit lebih miring menghadap Nadira.
"Jadi,Devan tidak ada kabar sejak dua hari lalu?"
"Iya,aku sudah menghubungi sekertaris nya.Tapi sama saja,tidak bisa".
"Apa,ini biasa terjadi?"
"Tidak,Devan tidak pernah begini sebelumnya.Dia selalu memberi tahu ku kalau ada apa-apa".
"Jadi begitu ya".
Henry merasa ini sudah waktunya, untuk berusaha mendapatkan Nadira.Entah kenapa,dia merasa sedang ada yang tidak beres di hubungan mereka.Membuat ruang yang lebih lebar untuk nya mengambil peluang.
"Nadira,kau ingin aku melakukan apa untuk mu?".
Ditanya begitu, Nadira menatap serius pada Henry.Dia merasa mendapat harapan untuk mempermudah langkahnya mencari tahu keberadaan Devan.
"Henry,kau mau melakukan sesuatu untukku?"
"Apapun itu,akan ku lakukan." Seringai tipis di wajahnya,menunjukkan ada maksud lain dari ucapannya.'Tentu ini tidak gratis Nadira,aku ingin dirimu sebagai bayarannya.' begitulah hatinya berbicara.
***
"Bodoh!!!"
"Kenapa Nadira bisa pergi dari sini?"
Nyonya Maria,melambungkan suaranya.Seolah kekesalan sudah menguasai dirinya.
Bibi Lusi hanya menunduk,menyadari keteledorannya.
Ia tidak tahu,kalau kedatangan Henry tadi akan membuat kekacauan pada majikannya.
"Dengar Lusi,kau aku bayar untuk menuruti perintahku.
Bukan orang asing,bernama Callen itu!" suara Nyonya Maria bergetar,memenuhi ruangan.Matanya menyala-nyala,tangannya mengepal dengan keras.
"Maafkan aku Nyonya,aku tidak tahu kalau tamu VIP itu akan membawa Nyonya Muda." Suara Bibi Lusi tenggelam dalam lautan Amarah Nyonya Maria. Hingga itu terdengar seperti gumaman kecil yang penuh dengan ketakutan.
Nyonya Maria mendekat,meraih kerah seragam maid yang Bibi Lusi kenakan.Genggamannya kuat,sehingga buku-buku jemarinya nampak memutih.
"Kalau sampai ada apa-apa pada calon cucuku,kau akan aku habisi" Sambil mendengus kasar,ia melepas genggaman tadi dengan sedikit mendorong tubuh Bibik Lusi.
Langkah Bibik Lusi tersurut,tubuhnya yang lebih ramping dari Nyonya Maria dengan mudah terhempas.
Tidak ada rasa lain di benaknya,selain rasa takut dan cemas.Ia tahu,Nyonya Maria tidak pernah main-main dengan ucapannya.
***
Asap rokok berputar pelan di udara, membentuk lingkaran samar sebelum lenyap di antara sinar lampu gantung kristal.Di tengah ruangan yang dipenuhi aroma kayu jati tua dan wangi tembakau mahal,Tuan Alfonso duduk dengan jas hitamnya terlipat rapi, dasinya longgar, tapi wibawanya seperti bayangan yang menelan seluruh ruangan.
Tangannya menggenggam tongkat kayu berukir yang bersandar di lututnya. Ujungnya mengetuk-ngetuk lantai marmer dengan ritme lambat,seperti detak jam dinding yang menegangkan.
Matanya menatap lurus ke arah jendela besar yang memperlihatkan pemandangan kota.
Satu isapan rokok, lalu embusan panjang.Abu di ujungnya jatuh ke asbak perak, tapi ekspresinya tak berubah sedikit pun.
“Kadang…” suaranya berat, dalam, dan bergetar rendah seperti suara yang tak butuh penegasan,
“dunia ini tidak butuh orang baik. Ia hanya menghargai orang kuat.”
Ia meletakkan rokok itu di tepi meja, menatap foto keluarga di sisi kanan.Potret masa lalu,yang kini lebih mirip simbol kepemilikan daripada kasih sayang.
Senyum samar muncul di ujung bibirnya,ia merasa semua ini adalah hasil dari keputusan-keputusan dingin yang dulu pernah ia buat.
Ketukan pintu terdengar.Tuan Alfonso tidak langsung menjawab, hanya menggerakkan tongkatnya sedikit tanda bahwa tamunya boleh masuk.
Dan dalam diam itu, terasa jelas… bahwa siapa pun yang berdiri di hadapannya, tak akan pernah bisa memandangnya setara.
*
*
*
~Salam hangat dari penulis 🤍