✍🏻 Sekuel dari novel Saoirse 📚
"Bahkan kau tidak akan menemukan cinta yang sama untuk kedua kalinya, pada orang yang sama. Dunia tidak sebaik itu padamu, Tuan. Meskipun kau punya segalanya." ucap Mighty penuh penekanan.
"Aku dan dia adalah dua orang yang berbeda, tanpa perlu kau banding-bandingkan. Dan tidak ada orang yang benar-benar sama, sekalipun mereka kembar identik!" Mighty menghentakkan kakinya, meluapkan emosi yang sudah lama memenuhi dada.
Mighty terjebak dalam permainan nya sendiri, melibatkan seorang duda berusia 35 tahun, Maximilian Gorevoy.
Ikuti kisah mereka yaaa😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 03
Max terlihat frustasi melihat Mighty meringis kesakitan. Ia menarik tubuhnya, namun dengan cepat Mighty mengunci tubuh kekar itu dengan keduanya kakinya. Membuat Max menatap heran padanya.
"Setidaknya selesaikan dulu permainan ini, jangan membuatku merasa seperti jalang yang tidak berguna." kata Mighty sambil menahan sakit, perih, dan panas di bagian intinya.
"Kau sengaja melakukan ini? Kau menjebak ku? Apa yang kau inginkan?" tanya Max kesal, ia merasa dipermainkan.
"Sudah aku katakan, jika aku butuh uang mu. Aku akan meminta bayaran yang mahal untuk ini, sekarang mari kita nikmati." kata Mighty, seolah tidak terjadi apa-apa.
"Seharusnya kau memberikan hal ini pada suamimu." kata Max, namun ia mulai mengayunkan pinggulnya.
"Engghhh ... Itu yang sedang aku lakukan ahhh ...." sahut Mighty, ia sama sekali belum bisa menikmati permainan Max.
Max hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Mighty, seharusnya semua wanita menjaga dirinya seperti Saoirse. Setidaknya, sampai mereka menemukan pria yang benar-benar mencintainya.
Tidak begitu mudah menyerahkan diri pada sembarang pria. Seperti yang dilakukan wanita yang kini dibawah kendalinya, langsung bercinta setelah beberapa jam bertemu.
Namun begitu Max tidak segan lagi. Ia benar-benar menikmati tubuh Mighty, malam ini ia akan menuntaskan hasratnya. Ia juga akan membayar mahal, seperti permintaan Mighty.
Dengan begitu, ia tidak akan dihantui rasa bersalah. Karena sudah merusak seorang gadis, terlebih gadis itu sendiri yang menyerahkan diri padanya.
Setelah mencapai pelepasan, Max beranjak dari tubuh Mighty, ia melepaskan pengaman itu dan membuangnya ketempat sampah. Dilihatnya Mighty masih berbaring, menikmati sisa pelepasan.
Max tidak perduli, ia mengambil selembar cek yang sudah ditandatangani. "Kau bisa menuliskan nominalnya sesuai keinginanmu." kata Max, melemparkan cek kosong itu pada Mighty, lalu ia masuk ke kamar mandi.
Mighty mengambil cek kosong itu dan meremasnya, kedua tangannya terkepal kuat. "Aku butuh dirimu, bukan hanya sebuah kertas kosong." gumamnya, perlahan bangkit dan memunguti pakaiannya.
Dengan tertatih, ia berjalan mendekati tempat sampah mencari sesuatu. Mighty tersenyum puas setelah mendapatkan apa yang ia cari, diliriknya pintu kamar mandi, dan belum ada tanda-tanda Max akan keluar.
"Kita akan segera bertemu lagi." gumamnya melangkah keluar dari kamar mewah itu.
.....
Max memejamkan matanya dibawah guyuran shower, menikmati tetesan air hangat yang membasahi tubuhnya. Sesekali ia mengusap kasar wajahnya dan menjambak rambutnya sendiri.
Ia masih tak percaya jika bisa menggila seperti itu, sepertinya sisi buruknya kembali. Sudah lama sekali Max tidak merasakan kenikmatan itu, membuatnya ingin mengulang kembali. Hanya satu kali bermain, tentu tidak cukup memuaskan hasrat yang selama ini ia tahan.
Max menarik sudut bibirnya sambil mengusap air yang mengaliri wajahnya. Ia berencana akan menjadi Mighty sebagai wanita penghangat ranjangnya, mengingat ia pria pertama bagi wanita itu.
Ia akan menawarkan harga yang sangat tinggi, dan ia yakin jika Mighty tidak akan menolaknya. Kali ini, Max setuju dengan kata-kata Mighty, jika mereka saling membutuhkan.
Jika hal itu benar-benar terjadi, maka keduanya akan sama-sama diuntungkan. Itulah yang Max pikirkan, ia segera menyudahi mandinya dan menyambar sebuah bathrobe putih yang tergantung disisi kamar mandi.
Max keluar dari kamar mandi dengan langkah mantap. Hatinya memang belum terbuka, namun dirinya butuh sesuatu untuk menjadi pelampiasan dan pelepasan, dan ia merasa jika sudah menemukan orang yang tepat.
Max mengerutkan keningnya sambil celingukan mencari keberadaan Mighty, wanita itu tadi masih terkapar diatas ranjang. Lalu sekarang kemana perginya? Max hanya sebentar di kamar mandi.
Setelah mencari kesana-kemari dan memastikan jika wanita itu benar-benar pergi, Max mengepalkan kedua tangannya, rahangnya terkatup keras, matanya menyala dengan kemarahan yang memuncak.
"Berani sekali dia meninggalkan ku!" buku-buku jarinya memutih karena tangannya terkepal kuat.
Max benar-benar marah, harga dirinya terluka mengetahui apa yang dilakukan Mighty. Ia berjalan ke ruang tamu, mengambil ponselnya yang ada di meja dan menghubungi asisten pribadinya, Jake.
"Temukan wanita itu!" ucap Max setelah panggilan itu tersambung, namun langsung dia matikan tanpa mendengar jawaban Jake.
Max membuka botol champagne yang ada diatas meja, ia menuangkan cairan kuning bening itu dalam gelas kaca, kemudian menyesap sedikit. Napasnya terdengar memburu, terlihat dari dadanya yang naik turun.
Ia kembali menyesap minumannya, rasa manis kering itu kembali membasahi tenggorokan nya. Matanya menatap lurus kedepan, tangannya memutar-mutar gelas kaca yang masih berisi setengah.
Pyarrrrrrrr
Max membanting gelas itu hingga pecah, bagaimana bisa seorang wanita begitu berani mempermainkan nya? Terlebih wanita itu bukan siapa-siapa, atau memang ia yang tak tahu apa-apa tentang wanita itu?.
.....
Sedangkan di tempat lain, Abby terlihat gemetaran dengan jari terus menggulir diatas layar ponselnya. Ia berusaha menghubungi Mighty, karena seseorang mencarinya dan orang itu bukan orang sembarangan.
Meskipun ia belum tahu jika orang yang dicari bernama Mighty, namun orang tersebut jelas bertanya tentang bangku yang menjadi tempat duduk Mighty, saat acara fashion show itu berlangsung.
"Kemana anak itu?" gumam Abby, matanya melihat sekitar. "Sudah aku ingatkan, agar tidak berurusan dengan Tuan Max, tapi dia memang keras kepala." geramnya.
Abby tadi sedang berkoordinasi dengan team vendor, karena acara itu telah selesai. Namun siapa sangka, jika atasannya tiba-tiba memanggil nya. Karena salah seorang dari tamu VIP, membutuhkan data tamu yang ada padanya.
Abby kebetulan 'Usher' dalam acara bergengsi tersebut, tentu ia tahu siapa saja tamu yang duduk di bangku VIP. Dan orang yang membutuhkan data itu adalah Jake, asisten pribadinya Maximilian Gorevoy.
Abby tidak bisa menolak saat Jake meminta data tamu yang ada padanya. Ia sempat mendengar, jika Jake mencari identitas gadis yang duduk tepat di sebelah Max, tuanya. Otomatis ingatannya tertuju pada sang keponakan.
"Aku benar-benar tidak bisa menolong mu, Mig." gumamnya pasrah, karena ponsel Mighty tidak bisa di hubungi.
"Abby, everything okay?" tanya salah satu rekannya, melihat wajah Abby gelisah.
Abby menoleh dan menggeleng pelan. "Kate, I'm not sure," katanya dengan tatapan kosong.
Kate mengangguk mendengar jawaban itu. "Yeah, I see it." ujar Kate. Pertanyaan memang sekedar basa-basi, karena ia bisa melihat jika Abby sangat kacau.
Kate duduk bersandar tembok disebelah Abby. "What's wrong? Share with me, maybe I can do something." katanya, namun kata-kata itu malah membuat Abby semakin lemas.
Siapa yang bisa membantunya berhadapan dengan beruang Rusia itu? Bahkan raja hutan Afrika tidak akan ikut campur, apalagi menolongnya. Memikirkan hal itu, membuat kepalanya semakin sakit.
"Carikan aku pria yang lebih berkuasa dari tuan Maximilian Gorevoy, dan katakan padanya jika aku siap menikah." sahutnya asal, membuat Kate mengerutkan keningnya.
Karena, dari yang Kate ketahui. Abby salah satu wanita yang tidak percaya dengan cinta dan pernikahan. Tidak heran jika di usianya yang sudah memasuki 45 tahun, dia hidup sendiri dan tidak punya kekasih.
"Apa hari ini matahari terbit dari selatan?" ucap Kate, namun mampu membuat Abby tertawa, hingga kedua wanita yang tak lagi muda itu sama-sama tertawa.
"Hemmm aku rasa, aku sudah gila." ujarnya, terkekeh geli namun raut wajahnya seperti orang yang putus asa.
"Dan aku teman si gila." timpal Kate, hingga tawa mereka kembali pecah. Hanya mereka yang mengerti arti kata-kata random itu, terdengar tidak nyambung dan tidak masuk akal, namun mampu melepaskan ketegangan, walau sesaat.
*
*
*
*
*
TBC
Hai, bagaimana pendapat kalian sampai chapter ini? Tolong tinggalkan jejak kalian yaaa, biar novel author gak sepi-sepi bangetttt😤
Author memaksakan diri tetap rilis novel, meskipun selalu sepi, sepi, dan sepiiii😔😔😔