Setelah mengusir Arya Widura dari Madangkara, Permadi dan Shakila menjadi orang kepercayaan Prabu Wanapati. Hubungan Dewi Garnis dan Widura pun kandas. Akan tetapi, Widura bersumpah, tidak akan pernah berhenti membongkar kedok Permadi dan Shakila sebagai orang Kuntala. Dewi Garnis dan Raden Bentar berjanji untuk membersihkan nama baik Widura.
Ternyata, bukan hanya Widura saja yang tahu identitas Permadi dan Shakila, ada orang lain lagi, seorang laki-laki misterius yang selalu mengenakan cadar hitam. Lewat si cadar hitam, Bentar dan Garnis mendapatkan kebenaran tentang siapa Permadi dan Shakila itu. Mereka adalah orang-orang licik yang berusaha untuk menggulingkan Kerajaan Madangkara dan mengembalikan kejayaan Kerajaan Kuntala. Menghadapi orang seperti mereka tidak bisa menggunakan kekerasan akan tetapi, harus menggunakan siasat jitu. Berhasilkah Bentar dan Garnis membongkar kedok mereka ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eric Leonadus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Babak Kedua Puluh
# 20
Dulu sebelum menjadi anak buah Samitra Gantari, Colopala adalah seorang petani yang memiliki sawah cukup luas dan letaknya tak jauh dari rumahnya itu. Memiliki seorang isteri yang jelita dan 3 orang anak. Dua pria dan satu wanita. Keluarganya begitu harmonis, suka membantu orang yang sedang kesusahan. Sebenarnyalah, Colapala bukanlah asli penduduk Jawadwipa, tapi berasal dari Bengali. Di Bengali, keluarganya adalah salah satu orang terkaya disana, namun, karena kalah bersaing dengan perusahaan lain, akhirnya bangkrut, sementara Colopala harus menanggung biaya hidup 4 orang adiknya yang masih kecil. Maka, iapun mencoba merantau di Jawadwipa. Semula ia bekerja pada Juragan Mataraman, seorang saudagar terkaya di daerah Cigombong. Berkat kejujuran dan keuletannya bekerja, Colopala dalam waktu singkat, ia menjadi salah satu orang kepercayaan Juragan Mataraman dan diberi kepercayaan untuk mengelola salah satu perusahaan milik Juragan tersebut.
Juragan Mataraman sebenarnya memiliki seorang putera yang bernama LANGKOR. Namun, Langkor, adalah seorang pemuda pemalas dan biasa berfoya – foya, tak mampu mengelola perusahaan dengan baik. Itulah sebabnya, Juragan Mataraman cenderung meminta Colopala mengelola salah satu perusahaannya. Langkor tidak bisa menerimanya, maka, dengan berbagai cara berusaha untuk membuat perusahaan yang dikelola Colopala jatuh ke tangannya. Itulah yang membuat Colopala terpaksa mengundurkan diri dari perusahaan pimpinan Juragan Mataraman. Walau sebenarnya Juragan Mataraman tidak ingin Colopala pergi, namun, tekad pria Bengali itu tidak bisa dicegah. Sebelum pergi, Colopala diberi pesangon yang jumlahnya cukup besar. Dengan pesangon itu, Colopala membeli sebidang tanah di daerah Kalapanunggal yang jaraknya cukup jauh dari Cigombong, disanalah ia bersama keluarganya tinggal. Dia membina hubungan baik dengan penduduk setempat, namanya disegani dan dihormati sebagai hartawan budiman, karena suka membantu orang yang mengalami kesusahan.
Sementara itu di pihak Juragan Mataraman, saudagar itu mau tak mau harus mewariskan perusahaan kepada anaknya, Langkor. Dan, ia sendiri memilih untuk menyepi, tidak lagi mencampuri urusan perusahaan. Dalam waktu yang tidak lama, perusahaan pimpinan Langkor itu bangkrut. Setelah perusahaannya gulung tikar, untuk bertahan hidup Langkor hanya mengandalkan uluran belas kasihan dari orang. Tanpa diduga sama sekali, bertemu dengan Colopala. Melihat anak bekas majikannya ini hidup menderita, maka, Langkor ditolong dan diberinya pekerjaan. Sri Murti, isteri Colopala sudah mengingatkan agar jangan lagi ikut campur dengan Langkor yang telah membuatnya sengsara sewaktu bekerja di rumah Juragan Mataraman, namun, Colopala terlalu baik hati.
Semula Langkor bekerja dengan baik dan rajin, membuang kebiasaan lamanya yang suka berfoya – foya. Colopala makin mempercayainya, namun tidak bagi sang isteri. Sri Murti. Ia masih tidak mempercayai Langkor sepenuhnya ada sebuah perasaan janggal. Perasaan janggal itu terbukti dengan tindakan Langkor yang mulai menunjukkan ketidak beresan. Ia pergi tanpa ijin dan pulang dalam keadaan mabuk. Itu terjadi saat, Colopala tidak ada di rumah.
Dulu sewaktu, SRI MURTI belum menikah dengan Colopala, dia terkenal sebagai kembang desa di wilayah KIARAWARUNG. Banyak para pemuda yang jatuh hati padanya. Karena, selain cantik jelita, bahenol, ia juga seorang wanita yang cerdas, suka sekali bekerja keras. Namun, para pemuda itu harus gigit jari karena banyak diantara mereka yang cintanya ditolak. Salah satu diantara mereka adalah SAMITRA GANTARI. Umurnya saat itu sudah 35 tahunan, sementara, Sri Murti baru 15 tahun dan Gantari sudah memiliki 3 orang isteri. Sekian lamanya, Sri Murti dan keluarganya diteror oleh Gantari, hingga COLOPALA datang dan mendengar kabar burung tentang kembang desa dari KIARAWARUNG hendak dinikah paksa oleh Samitra.
Pertemuan Colopala dan Sri Murti, terjadi secara kebetulan. Saat itu Sri Murti sedang digoda oleh anak buah Samitra di sebuah warung. Colopala yang pada dasarnya tidak bisa diam akan ketidak adilan, segera menolongnya. Kepandaiannya dalam berdiplomasi, membuat para anak buah Samitra salut, lewat merekalah akhirnya Colopala bisa bertemu dengan Samitra. Hingga antara COLOPALA dan SAMITRA terikat sebuah perjanjian, Samitra tidak akan mengganggu keluarga Sri Murti asalkan Colopala sudi menikahinya dan menjadi anak buah Samitra. Demi keselamatan Sri Murti dan keluarganya, Colopala bersedia menikahi Sri Murti. Sejak saat itulah Samitra dan orang – orangnya tidak berani lagi mengganggu Sri Murti berikut keluarganya.
Namun permasalahan tidak berhenti disitu, Samitra ternyata masih berniat ingin memiliki Sri Murti. Maka, ia menunggu saat yang tepat untuk bertindak.
SAMITRA GANTARI adalah seorang pendekar yang sudah malang melintang di dunia persilatan, namanya terkenal di seantero Gunung Salak sebagai ELANG KARANG PARA. Berita mengenai Juragan Mataraman dan perusahaannya juga ia dengar, hal itu disebabkan oleh Langkor sendiri yang iri hati dengan keberhasilan COLOPALA dalam mengelola perusahaan milik Juragan Mataraman. Berulang kali Langkor meminta bantuannya untuk menghancurkan perusahaan tersebut, namun, sebelum Gerombolan Rampok ELANG KARANG PARA bertindak, COLOPALA sudah pergi dan Juragan Mataraman mewariskan perusahaannya pada LANGKOR.
Sebelum mewarisi Perusahaan Ayahnya, Langkor secara tidak langsung telah mengikat perjanjian dengan Gerombolan Rampok ELANG KARANG PARA, tak heran sewaktu menjalankan perusahaan itu orang – orang ELANG KARANG PARA berulang kali menagih janji pada Langkor, yakni, harus membagi separuh keuntungan yang diperoleh dari perusahaan. Langkor ternyata tidak mampu mengelola perusahaan itu dengan baik hingga gulung tikar. Langkor tidak mampu menepati janji tersebut, Samitra Gantari, mengajukan persyaratan lain. Dan itu berhubungan dengan keluarga COLOPALA, terlebih setelah Colopala memberinya tempat tinggal dan pekerjaan. Persyaratan yang diajukan oleh Samitra itu adalah, Langkor harus bisa membuat Sri Murti jatuh ke pelukan Samitra Gantari.
Hingga pada suatu hari, mendadak Sri Murti dan anak – anaknya tertidur pulas, tampaknya Langkor telah memberi obat bius pada makanan dan minuman. Dengan dibantu beberapa anak buah Samitra Gantari, mereka membawa Sri Murti ke hadapan pimpinan Gerombolan Rampok ELANG KARANG PARA itu. Saat Sri Murti sadar, ia mendapati dirinya terbaring di pembaringan beralas sutera dalam keadaan tanpa sehelai kainpun dan Samitra yang juga tanpa busana tengah memandanginya. Sri Murti sadar bahwa Samitra telah menodainya. Hati Sri Murti hancur berantakan. Dalam keadaan seperti itu wanita cantik itu bagai kesetanan dan menyerang Samitra secara membabi buta. Tapi, orang di hadapannya itu bukanlah orang sembarangan, gagal membunuh Samitra, ia menyambar keris yang tergeletak di lantai dan menusuk ulu hatinya dengan keris tersebut. Iapun tewas saat itu juga. Sementara, putera – puteri Colopala : JAKA SMARA, JAKA SWASTU yang baru beranjak remaja dan mendengar peristiwa itu, melabrak ke markas GEROMBOLAN RAMPOK ELANG KARANG PARA. Sekalipun mereka sejak kecil telah mempelajari ilmu kanuragan, namun, Sasmita bukanlah tandingan mereka. Dalam waktu singkat Sasmita dapat melumpuhkan mereka dan menjebloskannya ke dalam penjara bawah tanah. Dengan bantuan PAMAN SUKA, tetangga Colopala, anak ketiga COLOPALA – SRI MURTI, dilarikan ke tempat yang aman dari jangkauan orang – orang ELANG KARANG PARA.
Colopala yang mendengar berita keluarganya itu, terpaksa pulang dan langsung melabrak Samitra. Pertarungan sengit terjadi, namun, Samitra terlalu tangguh bagi Colopala, demi menyelamatkan putera – puterinya, ia tunduk sepenuhnya pada Samitra sambil sesekali menahan diri melihat anak – anaknya : JAKA SMARA dan JAKA SWASTU diperlakukan bagai binatang hingga akhir hayat mereka. COLOPALA tetap bertahan sambil mencari berita mengenai keberadaan puterinya, DEWI WULANDARI. Dan lewat Paman Suka-lah, Colopala mengetahui siapa dalang di balik kehancuran rumah tangganya, LANGKOR. Ia bersumpah untuk mencari keberadaan Langkor berikut puteri yang tinggal satu – satunya, DEWI WULANDARI.
..._____ bersambung _____...