Setting Latar 1970
Demi menebus hutang ayahnya, Asha menikah dengan putra kedua Juragan Karto, Adam. Pria yang hanya pernah sekali dua kali dia lihat.
Ia berharap cinta bisa tumbuh setelah akad, tapi harapan itu hancur saat tahu hati Adam telah dimiliki Juwita — kakak iparnya sendiri.
Di rumah itu, cinta dalam hati bersembunyi di balik sopan santun keluarga.
Asha ingin mempertahankan pernikahannya, sementara Juwita tampak seperti ingin menjadi ratu satu-satunya dikediaman itu.
Saat cinta dan harga diri dipertaruhkan, siapa yang akan tersisa tanpa luka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berulah 20
"Kami pamit dulu ya Pak, Bu."
Adam dan Asha berpamitan kepada Juragan Karto dan juga Sugiyanti. Pasangan suami istri itu tersenyum dan mengangguk. Mereka tidak menyangka ternyata mudah sekali untuk mendekatkan Adam dan Asha.
"Jika sudah sampai sana kabari rumah ya?" ucap Sugi.
Adam dan Asha masuk ke dalam mobil. Mobil mereka mulai meninggalkan rumah, dan lama kelamaan tak lagi terlihat.
Fyuuuh
Juragan Karto menghela nafasnya panjang. Meskipun hasilnya belum diketahui, apakah Adam dan istrinya bisa menjadi dekat setelah ini, tapi paling tidak usaha yang dilakukan sudah cukup bagus.
"Satu minggu, apa itu cukup, Mas?" tanya Sugi kepada Juragan Karto.
"Ya kalau belum cukup tinggal ditambah. Aku sudah bilang kepada Santo, untuk memberikan kamar itu agar ditempati oleh Adam dan Asha sesuka mereka," jawab Juragan Karto.
Hubungannya dengan temannya yang bernama Santo itu adalah hubungan yang dekat, sehingga Santo sangat senang ketika dihubungi oleh Juragan Karto soal anak dan menantunya yang akan tinggal sejenak di sana.
"Baiklah, aku percaya padamu. Haah, semoga mereka benar-benar bisa dekat setelah ini," harap Sugiyanti terhadap hubungan pernikahan putra keduanya.
"Aamiin," sahut Juragan Karto sembari mengusap wajah dengan tangannya.
Juragan Karto dan istrinya terlihat senang melepas Adam dan Asha. Meminta anak dan menantunya untuk pergi berdua merupakan cara kedua untuk mereka bisa membuat Adam dan Asha semakin dekat.
Keduanya kembali ke dalam rumah, mereka menuju ke meja makan. Sarapan agak terlambat karena mengantar Adam dan Asha lebih dulu.
Di meja makan duduk Juwita sendirian. Wajahnya terlihat sedikit pucat.
"Masih pusing kah, Ta? Kalau memang iya, sebaiknya istirahat dulu,"ucap Sugiyanti.
"Benar kata Ibu mu, sebaiknya kamu istirahat. Tidak perlu mengerjakan tugas dari Bapak. Dimana suamimu?" timpal Juragan Karto. Dia menanyakan keberadaan Adam yang tidak terlihat pagi itu.
"Mas Bimo tiba-tiba pergi tadi, Pak. Saya tidak tahu kemana karena Mas Bimo pergi karena dia tidak bilang apa-apa," sahut Juwita bingung.
Juragan Karto hanya menghela nafasnya panjang. Dia sedang enggan untuk mempermasalahkan hal-hal kecil seperti itu.
Mereka pun makan pagi dengan melewatkan Bimo.
Terlihat sekali bahwa Juwita tidak berselera untuk makan. Dia hanya mengambil nasi dan lauk sedikit, itupun masih tersisa.
"Apa kamu mau pergi ke dokter,Ta?" tanya Sugi.
"Tidak perlu, Bu. Setelah tidur nanti pasti saya akan baik-baik saja," sahut Juwita. Dia tidak ingin pergi ke dokter karena merasa dirinya baik-baik saja. Juwita sebenarnya sudah tidak merasa pusing atau apapun itu. Dia hanya sedikit kaget karena Adam dan Asha pergi bersama dan akan tinggal berdua saja.
Bruk!
Juwita menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Dia langsung kembali ke kamar setelah selesai sarapan.
Keadaan rumah menjadi sangat sepi. Biasanya tidak begini, biasanya dia akan berkeliling rumah dan mendengarkan kata-kata pujian dari para penghuni rumah. Namun kali ini dia tidak ingin sama sekali.
"Apa aku baru menyadari sesuatu?" gumamnya lirih. Ia memejamkan matanya dan sesuatu yang melintas dipikirannya membuat Juwita membuka matanya.
"Adam, dia tak lagi mencari ku. Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Biasanya dia akan datang mencari ku jika pulang kuliah. Meski tidak tiap waktu, tapi dalam satu minggu dia pasti akan datang menemui ku. Tapi sekarang tidak," ucapnya lagi.
Juwita seketika menjadi gelisah. Dia menggigiti ujung kukunya. Terlebih ingat bahwa Adam dan Asha pergi bersama.
"Hubungan mereka, apa bisa menjadi dekat? Tidak tidak, itu tidak mungkin. Adam sangat mencintaiku, dia tidak mungkin berpaling secepat itu kepada Asha. Ya, ini pasti hanya ketakutanku semata karena kondisi tubuhku tidak baik. Aku tidak boleh berpikir seperti ini."
Juwita mencoba menenangkan dirinya dari pikirannya yang berlebih. Dia tak harus khawatir seperti ini dan mencoba percaya bahwa Adam tidak secepat itu berpaling darinya.
Di tempat lain, Bimo tengah mengendarai mobilnya dengan cepat. Tangannya mencengkeram erat setir kemudi. Ia juga mengeratkan gigi-giginya.
"Sebenarnya apa yang bapak pikirkan sih, kenapa tiba-tiba peduli sangat dengan Adam. Apa bapak mau menyingkirkan aku?" gerutu Bimo.
Pikiran buruk dan kotor itu hinggap di kepala Bimo. Dia yang selama ini merasa dinomorsatukan tiba-tiba merasa khawatir kalau posisinya tergeser.
Selama Adam sering membuat ulah, Juragan Karto memang selalu menjadikan Bimo sebagai orang yang ada di sampingnya. Bimo melakukan segala hal yang diperintahkan ayahnya untuk menjalankan perkebunan dan pertanian milik keluarga Dasuki.
Bimo merasa dirinya memang sudah dipersiapkan untuk menjadi pewaris satu-satunya. Begitulah isi kepala Bimo.
Lalu tiba-tiba ayahnya menikahkan Adam dengan Asha. Iya sama sekali tidak menyangka akan hal tersebut. Ditambah lagi Juragan Karto juga berkata bahwa ia akan memberikan tanah milik keluarga Asha kepada Adam. Semakin khawatir saja Bimo dibuatnya.
"Bapak benar-benar berusaha untuk mendekatkan Adam dan Asha. Semua ini pasti ada tujuannya. Dan aku tidak akan membiarkan hal tersebut. Adam selamanya harus berada di bawahku," pungkasnya tajam.
Brummmm
Bimo menekan pedal gas lebih dalam lagi. Dia mempercepat laju mobilnya menuju ke sebuah tempat.
Ckiiiit
Bimo menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah rumah. Rumah kecil yang di luarnya terlihat seperti warung biasa. Tapi ketika masuk tempatnya sungguh sangat berbeda dari pandangan luar.
"Aku ada pekerjaan buat kalian?" ucap Bimo.
"Hooo, apa tuh? Tapi kami tidak suka dengan uang recehan?" sahut si mata satu. Orang tersebut menutup satu matanya dengan penutup mata yang khusus dibuat.
"Tenang saja, aku akan memberi bayaran yang pantas. Ini uang mukanya," Bimo berkata demikian sambil melempar sebuah amplop ke atas meja.
Orang-orang yang berada di sana tersenyum lebar. Terlebih ketika salah satu dari mereka mengambil amplop itu dan membuka isinya.
"Sempurna, apa pekerjaan kami."
"Satu minggu lagi, cegat mobil dengan nomor plat xxxxxx. Terserah bagaimana kalian melakukannya. Tapi buat seperti sebuah kecelakaan."
Bimo memandang lima orang yang ada di ruangan tersebut satu per satu. Bimo mengingat wajah mereka dengan baik-baik dan yakin bahwa mereka bisa diandalkan.
"Oke, ini sangat mudah. Serahkan kepada kami. Lalu pelunasannya?" tanya pria itu lagi.
"Aku akan memberikan bayarannya setelah kalian melakukannya dengan benar dan hasilnya sesuai dengan yang aku mau," tegas Bimo.
"Baiklah, deal."
Bimo langsung keluar dari rumah itu. Wajahnya nampak begitu serius. Dia melihat ke sekeliling kemudian masuk ke mobil. Dengan cepat, Bimo kembali melajukan mobilnya kembali ke rumah.
"Tidak akan kubiarkan ada yang mengganggu tujuanku."
TBC
Dam.. Asha ingin kamu menyadari rasamu dulu ya...
Goda terus Sha, kalian kan sudah sah suami istri