Setelah dua tahun menikah, Laras tidak juga dicintai Erik. Apapun dia lakukan untuk mendapatkan cinta suaminya tapi semua sia-sia. Laras mulai lelah, cinta Erik hanya untuk Diana. Hatinya semakin sakit, saat melihat suaminya bermesraan dengan Dewi, sahabat yang telah dia tolong.
Pengkhianatan itu membuat hatinya hancur, ditambah hinaan ibu mertuanya yang menuduhnya mandul. Laras tidak lagi bersikap manja, dia mulai merencanakan pembalasan. Semua berjalan dengan baik, sikap dinginnya mulai menarik perhatian Erik tapi ketika Diana kembali, Erik kembali menghancurkan hatinya.
Saat itu juga, dia mulai merencanakan perceraian yang Elegan, dibantu oleh Briant, pria yang diam-diam mencintainya. Akankah rencananya berhasil sedangkan Erik tidak mau menceraikannya karena sudah ada perasaan dihatinya untuk Laras?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Tidak Akan Melarang
Laras duduk termenung di meja makan. Sepiring sarapan di hadapannya tetap utuh, tak tersentuh sama sekali. Selera makannya hilang, seolah ikut terkubur bersama kepingan hatinya yang remuk.
Air matanya mengalir tanpa henti. Hatinya kacau. Semua bermula dari Erik—suami yang tiba-tiba saja menuntut haknya setelah dua tahun penuh kehampaan. Selama ini, Erik tak pernah sekalipun menyentuhnya, seakan kehadirannya di rumah hanyalah sekadar formalitas belaka.
Seandainya Erik tidak tidur dengan wanita lain, mungkin Laras masih bersedia menyerahkan diri. Mungkin ia masih sanggup memupuk kembali cinta yang dulu pernah tumbuh. Dulu ia begitu berharap rumah tangga mereka bisa diperbaiki, bahwa Erik suatu hari akan berhenti menduakan dirinya. Namun, kenyataan justru semakin kejam: harapan itu pelan-pelan sirna, terkubur bersama setiap kebohongan Erik.
Laras menghapus air mata yang tak berhenti mengalir. Rasa sakitnya menusuk hingga ke dasar jiwa. Seharusnya Erik sadar bahwa semua tindakannya selama ini telah melukai hati seorang istri begitu dalam. Tapi pria itu bertindak seolah tak bersalah, seolah buta pada penderitaan yang ia sebabkan. Dan kini, Laras sangat yakin, Erik pasti sedang berada di rumah Dewi—wanita itu—untuk menyalurkan hasrat yang tak ia dapatkan dari istrinya.
“Kenapa kau tidak menceraikan aku saja, Erik…” bisiknya lirih, suaranya bergetar.
Ia butuh sandaran, seseorang yang bisa mendengarkan keluh kesahnya. Namun, Laras sadar… ia tak punya siapa pun.
Keluarganya sudah tak peduli lagi, sejak mereka menerima uang mahar yang diberikan ibu Erik. Begitu uang berpindah tangan, kasih sayang pun menguap. Bahkan satu-satunya sahabat yang ia percayai dulu justru menikamnya dari belakang.
Kini, dunia terasa terlalu luas, namun justru menelannya bulat-bulat. Laras kesepian. Benar-benar sendirian. Tidak ada lagi yang bisa dia percaya. Dia takut kesalahan kembali terulang.
Ia menangis tersedu-sedu. Hanya dengan cara itu, ia bisa sedikit menutupi luka di hati.
---
Beberapa menit berlalu, ponselnya bergetar. Laras mengusap wajahnya yang basah, berusaha tegar, lalu membuka pesan yang baru saja masuk. Dari Dewi.
Hatinya langsung mengeras. Entah hinaan macam apa lagi yang akan dilontarkan wanita itu. Yang jelas, Erik tak pernah sekalipun berusaha menghentikan orang lain merendahkan istrinya sendiri. Tapi sejak kapan Erik peduli pada perasaannya?
Pesan itu terbuka.
"Tidak menduga, Erik datang ke rumahku pagi ini… dan mencumbuku dengan liar."
Jantung Laras seolah berhenti berdetak.
"Sudah terbukti kan, siapa yang dia perlukan? Siapa yang bisa memuaskan dirinya?"
Meski hanya lewat tulisan, Laras bisa merasakan betapa sengaja Dewi menusuk jantungnya dengan kata-kata.
Pesan lain masuk.
"Oh, satu hal lagi. Erik mengajakku keluar kota selama beberapa hari. Lucu, kan? Seharusnya yang dia ajak adalah dirimu, tapi justru aku yang dipilih. Kuharap kau tidak menangis. Jaga rumah baik-baik."
Sindiran itu menusuk.
Laras terdiam. Ia tidak membalas. Ia tidak ingin terlihat semakin lemah, semakin bodoh di mata Dewi. Ia hanya mendesah pelan, seakan memberi selamat dalam hati. Nikmati saja liburan kalian berdua.
Ia menunduk, menatap sarapannya yang sudah dingin—sedingin hatinya. Meski ia mencoba menahan, air matanya kembali jatuh.
---
Brak!
Pintu rumah tiba-tiba terbuka. Laras buru-buru menghapus air matanya dan membereskan meja makan.
Erik muncul. Langkahnya cepat, namun terhenti saat melihat Laras. Keduanya saling menatap dalam diam. Hingga akhirnya Erik yang lebih dulu membuka suara.
“Jangan menungguku. Aku ada urusan keluar kota.”
Laras menyilangkan tangan di dada. “Urusan dengan Dewi, kan?”
Alis Erik terangkat. “Apa Dewi yang mengatakan padamu?”
“Apa pun yang kau lakukan dengannya, aku tahu semuanya.”
Erik mendengus sinis. “Cih, perempuan bodoh.”
Padahal dia tidak ingin Laras tahu tapi dengan begitu bodohnya Dewi justru membocorkan perjalanan mereka.
Laras menegakkan tubuh. “Aku tidak akan melarangmu, Erik. Ini bukan pertama kalinya kau pergi dengan perempuan lain. Lakukan saja. Tapi jangan lupa dengan transferan yang sudah aku minta.”
Wajah Erik mengeras. “Laras, satu miliar untuk satu malam? Itu terlalu keterlaluan!”
“Di mana letak keterlaluannya? Kau hamburkan uangmu untuk para selingkuhanmu. Bukankah itu lebih keterlaluan? Aku ini istrimu. Jadi wajar aku menikmati uangmu.”
“Kau memeras aku!” Erik meninggikan suara. “Walaupun kau istriku, kau tidak bersikap seperti istri. Seharusnya kau tidak menolak ketika aku ingin tidur denganmu, tapi kau melakukannya. Apa kau masih pantas disebut istri?”
Laras menatapnya tajam. “Kalau begitu… berikan aku sepuluh miliar, lalu ceraikan aku!”
Suasana mendadak menegang. Nafas Laras memburu. Matanya penuh amarah sekaligus luka. Ia sudah tidak tahan lagi.
Semakin hari, pernikahan itu semakin menyakitkan. Dia ingin mengakhiri semuanya. Menata hidupnya kembali, dan pergi jauh dari hidup Erik. Dia tidak mau tenggelam dalam rasa sakit hati yang dapat merusak mentalnya.
Erik hanya menatapnya dingin. Tak ada jawaban. Udara di antara mereka membeku.
"Kenapa tidak menjawab? Aku tidak bisa melakukan kewajibanku sebagai istrimu sampai kapanpun, jadi ceraikan saja aku!"
“Jangan meminta sesuatu yang tidak bisa aku berikan,” akhirnya Erik berkata datar. “Aku akan pergi beberapa hari. Urusan kantor kuserahkan padamu. Jangan mencariku. Aku akan transfer uang, tapi tidak sebanyak yang kau minta.”
Tanpa menunggu respon, Erik melangkah pergi.
Laras terduduk lemas. Namun, pikirannya justru berputar. Jika Erik benar-benar pergi keluar kota bersama Dewi, ini kesempatan baginya.
Dia dapat membuat rencana untuk menyingkirkan Dewi. Dia dapat menemui para pembisnis itu tanpa Erik tahu dan ketika mereka kembali, dia akan melemparkan bola panasnya.
Dia akan mengangkat Dewi tinggi, lalu menghempaskannya jatuh. Jatuh ke dalam jurang, dimana Erik tak dapat menolongnya. Dia pastikan, pria itu pun akan mencampakkan dirinya.
Jalan-jalan yang mereka lakukan, anggap sebagai kebersamaan mereka. Dia pun akan mengirim seseorang untuk memata-matai mereka, mengumpulkan bukti perselingkuhan itu.
Semakin banyak bukti ia miliki, semakin besar peluangnya menggugat cerai… sekaligus mengumpulkan pundi uangnya.
Beberapa menit kemudian, Erik keluar dari kamar membawa koper kecil. Laras berdiri di depan pintu, menatapnya dingin.
“Ada yang kau inginkan?” tanya Erik sekadar basa-basi.
“Kalau kau punya hati membelikan oleh-oleh, belikan saja apa pun. Terserah.” Laras menutup pintu keras-keras tanpa menoleh lagi.
Erik terdiam, memandangi pintu yang kini rapat. Dadanya bergemuruh. Mengapa Laras tidak mencegahnya? Mengapa Laras tidak menunjukkan rasa marah atau cemburu?
Ia masuk ke dalam mobil dengan wajah gelap. Sejujurnya, ada secuil harapan bahwa Laras akan menahannya, memohon, atau bahkan menangis seperti yang dia lakukan dulu. Tapi nyatanya, istrinya itu hanya melepaskannya pergi.
Dan kini, entah kenapa, Erik jadi kesal dan merasa bodoh karena dia seperti ingin membuat istrinya cemburu tapi dia tidak berhasil melakukannya.
hayuu Erik n Ratna cemuuuunguut utk tujuan kalian yg bersebrangan 🤣🤣
semangat utk mendapat luka Erik 🤣