Asila Ayu Tahara. Perempuan yang tiba-tiba dituduh membunuh keluarganya, kata penyidik ini adalah perbuatan dendam ia sendiri karna sering di kucilkan oleh keluarganya . Apa benar? Ikut Hara mencari tahu siapa sih yang bunuh keluarga nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jonjuwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi
“Pak izinin saya buat bawa Hara keluar, saya punya rencana buat bikin Dewi menyerahkan diri.”
Kini Hakim sudah ada di ruangan Kepala Kepolisian sambil berdiri di sebelah bangku milik yang tertua itu menatap penuh harap pada lelaki di hadapannya.
“Tapi dia masih berstatus sebagai tersangka juga Kim, apa kata publik nanti.”
“Pak, saya janji saya akan jalanin rencana saya tanpa publik tahu”
“Kim,”
“Pak saya mohon, kini cuma Hara yang bisa bantu buat nemuin Dewi.”
Kepala Kepolisian itu menghela nafas berat sambil memijat pelipisnya ia kini menatap kepada Hakim
“Lakukan dengan baik, Kim.”
Hakim tersenyum setelah mendengar kalimat tersebut, ia mengangguk dengan senang.
“Kamu tunggu media di depan pada pergi”
Hakim mengangguk lagi lalu berlalu pergi meninggalkan ruangan tersebut.
“Kala, Alves!”
Hakim menghampiri keduanya saat sebelum mereka memasuki ruangan interogasi yang mana masih ada Hara dan Ibu Hakim.
“Rencana gue disetujui sama Pak Kepala, kita bawa Hara sama Ibu ke ruangan kita aja.”
Keduanya mengangguk lalu memasuki ruangan tersebut menuntun Hara dan Ibu Hakim ke ruangan kerja ketiganya.
“Nak, apa ini tidak boleh dibuka?” tanya Ibu Hakim sambil menunjuk ke arah pergelangan tangan Hara
Hakim menarik bibir nya ke atas lalu mengeluarkan kunci kecil dan membuka borgol ditangan Hara
“Kenapa kita disini Kak?”
“Saya punya rencana buat jebak Dewi.”
Hakim, Hara, Kala, Alves dan Ibu Hakim kini terduduk di sofa dengan beberapa berkas dan selembar peta.
Mereka siap mendengarkan arahan dari Hakim sendiri termasuk Ibu Hakim yang kini sudah tahu bahwa Dewi adalah pelaku yang juga sahabat dari Hara.
“Saya bakal minta kamu buat pancing Dewi.” Hakim berkata sembari menatap Hara
“Loh, apa tidak bahaya?” tanya Ibu Hakim
“Bu, tolong jangan potong apapun obrolan disini. Ibu cukup denger aja, Hakim juga gak mungkin bawa Hara ke dalam bahaya.” ujar Hakim masih dengan nada lembut
‘Hakim juga gak mungkin bawa Hara ke dalam bahaya.’
Entah mengapa perkataan Hakim barusan membuat hati Hara menghangat dan setelahnya garis bibir itu ditariknya keatas mengukir senyum yang juga tak kalah hangat.
“Hara, kamu pancing Dewi agar bicara ke kamu. Saya yakin kamu pasti bisa nemuin Dewi”
“Sekarang ada bayangan gak kalo Dewi ada dimana?” tanya Alves
Hara berusaha mengingat tempat-tempat yang selalu Dewi kunjungi saat bersamanya.
“Rumah nya yang di komplek aku?” jawab Hara
“Gak ada, kita udah kesana” ucap Kala
“Hotel Mama nya, firma Papa nya, dan rumahnya yang diluar kota…” ia tampak berusaha keras mengingat semua tempat
“Ah! Di hutan kemaren!” lanjut Hara
Semuanya terkejut dan lebih fokus mendengarkan
“Tapi kemaren kita udah sisir daerah sana dan gak nemu apa-apa.” ucap Kala
“Ada kak, tempat itu di ujung. Dan Dewi selalu tutupin jalur nya.”
“Tutup jalur?”
“Iya, dia selalu tutup jalur buat ke tempat itu dengan tulisan ‘Jurang’ yang digantung di pohon.”
“Anjing, anjing. Kita dibodohi!” Alves mengumpat sambil mengusak rambutnya
Hakim masih terdiam mendengar penuturan Hara, sejujurnya ia juga terkejut karna sebegitu bodohnya.
“Bisa dilakuin malam ini?” tanya Hakim
Hara menatap Hakim dengan tatapan yang ragu
“Saya ada sama kamu nanti, ada Kala dan Alves juga.”
Hakim paham betul perasaan gelisah dan takutnya Hara, ia menatap lembut seolah meyakinkan bahwa ia tak perlu takut selagi ada dirinya di belakang Hara.
Setelah beberapa persiapan kini Hara sudah berganti baju yang didalamnya sudah dilengkapi rompi anti peluru untuk jaga-jaga takutnya ada hal yang terjadi nanti.
Hakim memasang gps di sepatu Hara, lalu ia memasang kamera kecil dalam kancing baju Hara dan earphone yang sangat kecil di telinga Hara. Hakim merapikan rambut Hara yang terselip di belakang telinga gadis itu
“Rambutnya jangan di sibak, biar earphonenya ketutup sama rambut”
Hakim berkata sambil mengelus rambut Hara yang membuat sang empunya tersenyum hangat membalas tatap Hakim.
“Saya bakal terus denger dan liatin kamu dari jauh, tapi kalo nanti terjadi sesuatu sama earphone dan kamera kamu pencet ini buat panggil saya. Atau kalo memang ga sempat juga, gps ini bakal nyambung sama handphone saya kalo kamu hentakin kaki dengan keras ini bakal bunyi ke handphone saya.”
Hara tersenyum menatap Hakim, sungguh persiapan Hakim untuk Hara sangat lengkap sekali. Sejujurnya ia mempercayai Hakim meskipun tak diberi semua printilan itu, ia percaya bahwa Hakim akan melindunginya.
“Dan ini satu lagi.”
Hakim memberikan kalung dengan liontin berbentuk bunga matahari. Hara menatap heran pada kalung tersebut
“Kalo pencet bunganya seperti ini, ini akan keluar pisau kecil. Barangkali, keadaan memburuk kamu bisa pake ini.”
Hakim mengalungkan kalung itu kepada Hara, membuat Hara lagi-lagi tersenyum dan merasa sangat aman.
Setelah semua nya beres Hakim, Hara, Kala dan Alves mengambil persiapannya masing-masing sedangkan Ibu Hakim akan menunggu di ruangan kerja itu sembari menunggu Ayah Hakim menjemput.
“Kalian semua hati-hati ya, jangan sampai ada yang terluka inget itu!” ucap Ibu Hakim setelah selesai memeluki semuanya.
Semuanya berangkat menuju hutan yang dimaksud Hara, waktu dini hari mereka menapaki jalanan hutan yang gelap dengan di iringi suara jangkrik dimana-mana.
“Ves, tim polisi udah dipanggil?”
“Udah Kim, gue suruh tunggu agak jauh dari tkp.”
Hakim mengangguk sambil terus menggenggam tangan Hara di sampingnya.
Kini tibalah mereka di depan jalur yang ditutup oleh tulisan ‘Jurang’ itu.
Kala dan Alves berjalan lebih dulu menyingkirkan beberapa rumput yang menjalar ke atas.
“Anjing, beneran ada jalan.” Kala berjalan mengikuti jalan setapak itu.
“Di ujung sana emang ada rumah?” tanya Alves sedikit berbisik
“Papa sama Mama Dewi bikin itu buat dia waktu kecil.” jawab Hara dengan suara kecil
Hara menghentikan langkahnya membuat Hakim juga berhenti, merasakan itu Kala dan Alves juga ikut berhenti dan menatap Hara.
“Itu rumahnya” tunjuk Hara
Sebuah rumah dari kayu yang sangat minimalis dengan gaya panggung, mungkin hanya satu ruangan yang cukup di dalam sana.
“Kalian tunggu disini aja.”
Hakim sempat ingin berbicara namun lebih dulu di sela oleh Hara
“Aku bakal bawa Dewi keluar, Kakak tenang aja.”
“Yaudah Kim, serahin sama Hara.” ucap Kala
“Kalian bisa ngumpet di sana, atau disana.” tunjuk Hara pada pohon besar dan batu besar di arah yang berbeda
Mereka mengangguk dan Hakim memilih bersembunyi dibalik batu besar yang kebetulan searah dengan rumah tersebut.
Hara berjalan pelan dan mematikan senternya ketika sudah mendekati rumah tersebut, ia sejujurnya takut dan gugup kali ini.
Ia melatih wajahnya agar terlihat biasa dan berlatih tersenyum seperti biasa yang ia tunjukkan pada Dewi setelahnya barulah ia memasuki rumah itu yang memang tidak dikunci.
Rumah kayu itu memang hanya ada satu ruangan yang berisi kasur springbed, kulkas, dan meja-meja untuk ia dan Dewi belajar.
Ia melihat Dewi yang tengah tertidur dengan gusar lalu Hara terduduk di lantai dengan bersandar pada springbed.
Dewi merasakan ada gerakan seseorang ia membuka matanya dan yang pertama kali ia lihat adalah sebuah tubuh yang bersandar tepat di hadapannya.
Dewi terbangun lalu mengucek matanya pelan seolah yang ia lihat hanyalah halusinasinya.
“Hara?”
Hara tak menoleh atau menjawab apapun ia hanya tetap diam sambil memandang ke sembarang arah.
“Hara?” ucap Dewi sekali lagi
“Kaya nya banyak yang harus kita obrolin.” jawab Hara
“Hara, kamu gak di tahan?”
Hara kini membalik tubuhnya menatap Dewi yang masih dengan muka bantalnya.
“Aku gak bisa bantu kamu.” jawab Hara
“Ngga, kamu gak harus bantu aku Hara. Biar Papa aku yang urus semuanya.”
Hara malah mengernyitkan dahinya
“Kamu?” tunjuk Hara
“Kamu mau kabur dan gak tanggung jawab atas semuanya?” tanya Hara
Dewi terdiam raut wajah yang semula penuh dengan kesenangan itu tiba-tiba berubah suram.
Hakim yang melihat di layar iPad nya itu menyadari perubahan raut wajah Dewi
“Bawa dia keluar Hara, bahaya.”
Ucapan itu terdengar di telinga Hara lewat earphone yang ia kenakan di salah satu telinganya.
Hara beranjak pergi keluar mengikuti perintah Hakim dan duduk di sudut depan rumah kayu tersebut. Dewi mengikuti langkah Hara dan ikut terduduk di sebelahnya.
“Seharusnya kamu sadar Hara, bahwa semua ini terjadi karna kamu.” ucap Dewi yang tak menoleh sedikitpun
Hara terdiam menatap lurus pada batu besar yang ia ketahui bahwa di belakangnya ada Hakim yang melindunginya.
“Kamu salah Dewi, semua ini bukan karna aku. Semua ini karna obsesi kamu sendiri.” jawab Hara dengan nada kecil
“Ini semua karna kamu Hara! Kamu gak paham segimana aku sayang sama kamu sampe aku gak bisa liat kamu dijahatin terus menerus!”
“Aku gak ngerasa dijahati.”
“Ya, itulah kamu. Cuma pengecut yang bahkan gak bisa bela diri kamu sendiri.” jawaban sarkas Dewi membuat Hara menoleh
“Seharusnya kamu berterima kasih karna ada aku yang selalu lindungi kamu.” lanjut Dewi
“Setelah kamu bunuh semua keluarga aku? Dan aku harus berterimakasih karna kematian mereka?” tanya Hara
Dewi ikut menoleh dan menemukan tatap mata Hara yang juga tengah menatapnya
“Bukannya kamu juga senang mereka mati?!”
Hara terdiam, dan tak bisa mengkhianati perasaannya bahwa ia senang saat itu. Ia merasa bebas saat itu, namun kini apa bedanya dengan neraka sebelumnya jika ia juga harus dikhianati sahabatnya sendiri.
“Dewi, menurut kamu cinta dan kasih sayang itu seperti apa?”
“Bahkan setelah aku menyingkirkan semua orang jahat sama kamu, kamu masih tanya cinta dan kasih sayang itu seperti apa?” Dewi melayangkan pertanyaan balik
Hara tersenyum dalam tundukkannya, ia mengangkat wajah menatap ke sembarang tempat
“Bagi aku cinta dan kasih sayang itu seperti….” Hara tampak berpikir
“Kamu yang menyuapi aku bekal, kamu yang menyiapkan buku-buku novel karna aku suka membaca, kamu yang selalu mau berbagi waktu untuk aku belajar meskipun setelahnya kamu akan tidur saat menunggu, kamu yang memperhatikan aku, kamu yang memberi aku pelukan hangat, dan masih banyak lagi bahasa cinta dan kasih sayang yang aku suka dari kamu.”
“Tapi untuk ini, aku benar-benar gak suka.” lanjut Dewi
“Ini seolah membuat aku yang semula merasa dipeluk oleh malaikat tiba-tiba berubah menjadi dipeluk oleh iblis.”
Dewi terdiam sambil mengingat betapa dulu ia sangat memperhatikan hal kecil dari Hara, ia sadar jalannya kali ini salah.
“Dibalik itu semua, kamu hanyalah seorang anak gadis yang hidupnya berkecukupan. Dengan orang tua yang hebat, yang akan terus membela anaknya, bahkan dalam keadaan salah sekalipun.”
“Lalu bagaimana dengan orang-orang yang kamu bunuh?” lanjut Hara
“Hidup mereka juga berharga, meski dengan kesalahan-kesalahan kecil yang mereka perbuat kamu gak berhak ikut campur atas kehidupan mereka.”
“Mereka hidup hanya untuk menyakiti orang lain!” jawab Dewi
“Lalu kamu? Apa bedanya dengan kamu? Kamu juga hidup untuk menyakiti mereka? Itukah tujuan hidupmu?” tanya Hara
“Mereka pantes dapet pembalasan itu semua Hara!”
“Tapi bukan kamu yang balas! Itu semua tugas tuhan mereka masing-masing!” Hara tak kalah kencang suaranya.
“Perkara orang tua mu, Paman kamu yang punya ide ini.” ucap Dewi
Hara menahan tangis nya, benar-benar tak habis pikir ia berbicara dengan salah satu pembunuh keluarganya.