NovelToon NovelToon
Keikhlasan Cinta

Keikhlasan Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Hamil di luar nikah / Anak Yatim Piatu / Teen Angst / Angst
Popularitas:61.7k
Nilai: 5
Nama Author: mama reni

Rasa trauma karena mahkotanya direnggut paksa oleh sahabat sendiri membuat Khanza nekat bunuh diri. Namun, percobaannya digagalkan oleh seorang pria bernama Dipta. Pria itu jugalah yang memperkenalkannya kepada Vania, seorang dokter kandungan.

Khanza dan Vania jadi berteman baik. Vania menjadi tempat curhat bagi Khanza yang membuatnya sembuh dari rasa trauma.

Siapa sangka, pertemanan baik mereka tidak bertahan lama disebabkan oleh perasaan yang terbelenggu dalam memilih untuk pergi atau bertahan karena keduanya memiliki perasaan yang sama kepada Dipta. Akhirnya, Vania yang memilih mundur dari medan percintaan karena merasa tidak dicintai. Namun, Khanza merasa bersalah dan tidak sanggup menyakiti hati Vania yang telah baik padanya.

Khanza pun memilih pergi. Dalam pelariannya dia bertemu Ryan, lelaki durjana yang merenggut kesuciannya. Ryan ingin bertanggung jawab atas perbuatannya dahulu. Antara cinta dan tanggung jawab, siapakah yang akan Khanza pilih?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab Dua Puluh

Senyuman dipaksakan di wajah Vania saat melihat Dipta berkeliling di antara rak-rak perlengkapan bayi. Suasana toko yang penuh warna-warni mainan dan pakaian bayi itu membuat hatinya sedikit bergetar. Dipta terlihat sangat bahagia saat melirik Khanza yang sedang memilih baju kecil berwarna biru. Rasa cemburu muncul begitu saja meski dia segera menepisnya. “Ingat Nia, Dipta telah memilih Khanza, bukan aku,” batinnya.

“Lihat, ya! Ini lucu banget!” seru Khanza sambil mengangkat sebuah bodysuit dengan gambar kucing yang imut. Matanya berbinar-binar, kebahagiaan perempuan itu seolah menular ke Dipta yang dengan penuh perhatian memperhatikan pilihan Khanza.

“Bagus, tapi aku lebih suka yang ini,” jawab Dipta sambil menunjukkan bodysuit berwarna biru muda.

Vania hanya bisa menahan napas. Seharusnya dia merasa bahagia untuk pasangan yang sedang jatuh cinta itu, tetapi ada rasa sakit yang terus menghantuinya. Terlalu nyata betapa Dipta memperhatikan Khanza. Bagaimana bisa dia tidak merasa cemburu? Setiap senyuman Dipta untuk Khanza adalah seperti jarum yang menusuk perasaannya yang terdalam.

“Mau pilih warna yang mana, Vania?” Tanya Dipta, mengambil alih perhatiannya.

“Eh … aku? Uh, ya … aku … ini,” Vania menunjuk pada sebuah kaos dengan gambar dino yang terlihat lucu. “Tapi buat siapa, ya?” Dia tertawa gugup, mencoba meredakan keheningan yang tersebar di antara mereka.

“Kok tanya buat siapa? Tentu saja untuk anaknya Khanza dong!" jawab Dipta.

"Bajunya lucu. Tapi aku rasa sudah cukup, Mas. Jangan terlalu banyak juga beli bajunya," balas Khanza.

"Tak apa, nanti juga bisa dipakai sama anak yang lahir di klinik Vania jika kebetulan ibunya tak bawa baju," ucap Dipta.

Melihat energi positif antara Dipta dan Khanza, hatinya bergejolak. Kenapa dia merasa seperti penghalang dalam kebahagiaan mereka? Dipta yang dia cintai, telah memiliki wanita lain di sisinya. Lagipula, seharusnya dia bahagia melihat sahabatnya bahagia, bukan?

“Eh, Mbak Vania! Ayo sini, lihat ini!” Khanza memanggilnya. “Ayo foto bareng di depan rak bayi! Kita harus mendokumentasikan momen ini, Mbak!”

Khanza menyeretnya dan tanpa bisa menolak, Vania mengikuti. “Satu, dua, tiga!”

Kamera Dipta mengklik dan mereka semua tersenyum. Vania terlihat ceria di foto itu, tetapi saat melihat kembali ke arah Dipta dan Khanza, senyuman mereka tampak terlalu sempurna. Vania setengah tersenyum, setengah merasa seperti tambahan yang tidak diinginkan.

“Kamu harus ikut mengedit foto-foto ini,” saran Dipta saat mereka melanjutkan berkeliling. Tanpa terduga, dia menggenggam tangan Khanza dan memimpin jalan—seolah mereka sudah membentuk keluarga kecil.

Di sudut pikirannya, Vania berusaha untuk mundur sedikit. Dia ingin bahagia untuk mereka. Dia harus bisa. Saat mereka bertiga menghampiri rak yang penuh dengan mainan bayi, Vania menghentikan langkahnya lagi.

“Dipta, lihat itu!” dia menunjuk bertumpuk-tumpuk mainan. Momen itu seakan mengingatkan mereka bahwa bayi Khanza, yang ditunggu tiap harinya semakin dekat. “Aku suka ini!” Dia mengangkat boneka beruang berwarna coklat dengan mata yang besar.

“Lucu banget! Tapi aku rasa kita perlu lebih dari satu ya. Untuk bantal dan dipeluk bayinya,” Dipta menjawab.

“Iya, benar! Lima tahun yang lalu aku pernah baca di majalah, bayi itu butuh mainan dan bantal peluk,” ujarnya menyenggol topik pembicaraan.

“Apa benar? Kita harus cari tahu lagi ya,” jawab Khanza sembari tersenyum.

“Pasti. Kalaupun bayi menikmatinya bersama kita, itu jauh lebih menyenangkan,” sambung Dipta dengan nada lembut.

Mendengarkan itu adalah satu hal yang baik, namun Vania merasa semakin terasing. Perlahan ia mengalihkan perhatian sambil mengutak-atik handphone-nya. Tanpa sadar, hatinya berdoa agar Tuhan memberikannya kebahagiaan yang sama.

Tanpa kehadirannya secara sadar, Dipta menoleh pada Vania. “Kamu kenapa? Kok diam saja?”

“Oh, tidak apa-apa, kok. Hanya melihat foto-foto lama,” Vania berusaha menunjukkan senyuman paling tulusnya meski di dalam jiwa ada kepedihan yang dalam.

“Tapi kita juga butuh pendapatmu,” ujar Dipta.

“Uh, oke! Tunggu … yang mana yang kita pilih? Oh, ini.” Vania menunjuk mainan beruang yang lucu di tangan Khanza. “Pilih ini! Warnanya netral dan enak dipandang.”

“Baiklah, beruang itu jadi pilihan kita!” teriak Dipta. Pria itu tampak yang paling bersemangat, seakan menanti kehadiran bayi kandungnya sendiri.

Sambil bergerak menuju kasir, ada saat-saat hening di antara mereka. Vania merasa seolah dia seperti tidak ada di sana, tapi berusaha mengabaikan perasaan itu. Terkadang, lebih baik untuk tetap bersyukur dan berdoa untuk kebahagiaan orang yang dicintainya.

Ketika mereka beranjak dari kasir, Vania melihat sekeliling, berharap menemukan sesuatu yang bisa menunjukkan ketertarikan dirinya sendiri. Tanpa sengaja, matanya terpikat pada rak sepatu. Segera, perhatian Dipta dan Khanza pun teralihkan.

“Wah, lucunya!” Dipta berlari menghampiri, dan Khanza mengikuti di belakangnya.

“Kita harus beli ini! Lucu banget untuk si kecil!” Dipta bersemangat sambil mengangkat sepatu kecil itu.

“Nanti kita harus mencari sepatu-lain juga. Supaya dia punya banyak pilihan,” anjur Dipta lagi.

“Bisa juga dijadikan aksesori saat foto-foto nanti!” sahut Vania, mendalami kebahagiaan yang terpancar dari wajah Dipta dan Khanza.

Tidak lama kemudian mereka pun kembali ke rak utama untuk beralih ke kategori barang lain. Ada saat yang ditunggu-tunggu, saatnya menuju perlengkapan terakhir untuk si kecil. Di sepanjang jalan, selama obrolan ringan dilangsungkan, Vania berusaha sekuat tenaga untuk menahan air mata yang mulai menggenang.

“Wah, sisa pilihan kita tinggal penggendong bayi nih. Kita harus memutuskan yang terbaik,” ucap Dipta sambil melirik ke arah Khanza.

Pelayan toko itu lalu menawarkan beberapa jenis dan merek gendongan bayi. Lagi-lagi Dipta begitu semangat mendengar penjelasannya.

“Berapa harganya ya? Kita lihat dulu saja. Yang penting nyaman untuk si kecil,” ujar Vania mencoba memberi masukan, walau dia sudah sangat ingin pergi. Menyebalkan sekali, aneh sekali rasanya di tengah kebahagiaan yang sebenarnya bukan miliknya.

Akhirnya, Khanza memutuskan satu pilihan, dan mereka beranjak menuju kasir untuk menyelesaikan semuanya. Vania merasa lega karena sebuah perjalanan sudah selesai, tetapi suatu perasaan aneh masih menghantuinya.

Sebelum mereka meninggalkan toko, Dipta dan Khanza bergandeng tangan seolah membentuk ikatan yang tak bisa dipecah. Vania berjalan sedikit di belakang, menyaksikan dua sosok yang mencinta yang selamanya terjalin, dan dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Bohong, jika dia mengatakan sudah benar-benar ikhlas. Walau dia telah melepaskan dan merelakan Dipta, tapi di sudut hatinya masih ada rasa sedih. Bukan waktu yang sebentar kebersamaan dirinya dan Dipta. Sepuluh tahun lebih mereka dekat layaknya pasangan kekasih, ternyata hanya semu. Dia mencintai sendiri sedangkan Dipta hanya menganggapnya teman biasa.

“Makasih ya, Vania, sudah ikut dan bantu memilihkan. Kamu pasti capek,” ucap Dipta, seolah merasakan kegundahan di hati Vania.

“Aku senang kok menemani kamu dan Khanza!” jawabnya dengan senyuman yang mencoba dipaksakan. Mereka bertiga akhirnya meninggalkan toko pakaian itu dan menuju sebuah restaurant untuk makan malam sebelum pulang. Vania kembali menarik napas mencoba menghilangkan perasaan yang ada dihatinya.

Jangan tangisi dia yang telah pergi, meski dia sangat berarti. Tuhan punya rencana yang lebih baik di kemudian hari. Skenario Tuhan bukan untuk dibaca dan diterka, tapi hanya untuk dimainkan oleh kita sebagai pemeran utamanya. Suatu hari, kamu akan menyadari bahwa Tuhan punya rencana yang lebih baik, kamu melepaskan seseorang agar yang lebih baik bisa datang. Apa pun yang terjadi dalam hidupmu, percayalah, segalanya dalam rencana Tuhan, dan yakinlah akan selalu indah pada akhirnya. Bersyukur atas apa pun yang diterima. Menyenangkan ataupun tidak, Tuhan pasti punya rencana yang pastinya terbaik untukmu.

1
dyah EkaPratiwi
apa Ruan nanti akanemilih Khanza menjadi sekretaris nya
Patrick Khan
knp q ngerasa dipta suka sm kanza karna dia kagum bukan cinta..
Iffah Olivia
jgn sampai Ryan ma Khanza males inget perbuatan nya
Tasmiyati Yati
Alhamdulillah gek Ndang ketemu terus tanggung jawab kalau gak bisa jadi suami SE enggaknya jadi ayah yg bisa kasih nafkah buat anaknya Ryan
🌷💚SITI.R💚🌷
typo dikit mam...kira² gmn ya reaksi khanza sm Ryan ketika bertemu lagi...kita tunggu keseruany
🌷💚SITI.R💚🌷
sdh jelas memang dipta ga ada perasaan apa2 sm vania,,jd sdh tepat tindakan vania tuk pergi dan melupakan perasaan walau ga bisa hilang 100% ..
Felycia R. Fernandez: seperti judulnya ya kk...
ditujukan untuk Vania dan Ryan kayaknya...
total 1 replies
Ninik
dan bukannya Khanza memang dah pakai hijab ya dr awal cerita
Mama Reni: Belum, Ma. Yang dah hijab Vania
total 1 replies
ken darsihk
Typho mam di alenea terakhir Ryan jd Dipta 😃😃
Mama Reni: Dihh masa iya. ini gara2 lolosnya lama. coba tolong revisikan, Bu🙏🙏
total 1 replies
Naufal Affiq
tambah runyam masalahnya
Apriyanti
semoga Vania pergi dpt jodoh,,aplg KLO Vania bs bertemu dgn daniel🙏
🌷💚SITI.R💚🌷
bikin dipta nyesel mam dan jangan ktmu lg sm vania tp klu mam reni mau jodohin dipta sm khanza ga pa2 mam..tp vania kasih jodoh yg benar² menerima dia menyayangi dia dengan ikhlas jg apa ada vania..
Apriyanti
dasar licik, mana mau Vania SM Dipta aplgi Vania tau skrg sifat nya si Lily,, lanjut thor 🙏
🌷💚SITI.R💚🌷
lah beberapa saat yg lalu msh emosi dan menuduh vania klu dia menghasut mm ksmu
Tasmiyati Yati
memang enak di tinggal walaupun kamu menganggap sahabat, tetap menyesal kan
Adelia Rahma
guncangan yang terhebat di alami Khanza sehingga nekat mengakhiri hidupnya dan gak mau merepotkan orang ² di sekitarnya
Adelia Rahma
itu karma mu karena sudah berbuat jahat sama Khanza Fanny..
makanya jadi cewek jangan murahan
Yoyoh Yulianawati
kapan nih ngebahas orang yg dzolim pd Khanza kak??
Mama Reni: Dua bab lagi
total 1 replies
Agunk Setyawan
hadech
Sugiharti Rusli
wah ternyata si Vania ada meninggalkan surat tuk si Dipta, apa isinya nanti akan membuat si Dipta tambah menyesal yah
Sugiharti Rusli
walo memang ga salah juga sih, toh si bibi mungkin juga sudah lama mengabdi di rumah Vania yah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!