Liana menantu dikeluarga yang cukup berada tapi dia dipandang rendah oleh mertuanya sendiri. Mahendra suaminya hanya bisa tunduk pada ibunya, Liana dianggap saingan bukan anak menantu..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon citra priskilai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ceraikan saja istrimu
Liana bangun tidur dan didapatinya Dion yang masih terlelap dalam mimpinya. Mahendra juga demikian, Liana beranjak menuju dapur dan beraktifitas seperti biasa. Seperti pembantu rumah tangga, ya seperti itu yang dikerjakan Liana setiap pagi jam tiga subuh.
Mahendra juga ikut bangun dan menyusul Liana di dapur, Mahendra bermanja manja pada Liana dan itu membuat pekerjaan Liana menjadi lambat.
Tanpa mereka sadari ibu Hindun melihat mereka bermesraan di dapur dan itu membuat hatinya panas tak tertahankan.
"Bisa bisanya dia sangat gatal pada Mahendra anakku"
Ujar ibu Hindun dengan suara pelan, tatapan ibu Hindun semakin terbakar dan membenci Liana. Ibu Hindun sangat jijik melihat tingkah Liana yang semakin bermanja manja pada anaknya. Karena dalam hati ibu Hindun dia tidak rela kalau anak lelakinya membahagiakan wanita lain selain dirinya. Boleh dikata ibu Hindun sangat cemburu pada Liana untuk saat ini.
Liana yang pada waktu itu tahu kalau ibu Hindun mengintip dia dan Mahendra bermesraan di dapur Liana semakin agresif dan semakin nakal pada Mahendra. Tapi ketika dia tahu kalau ibu sudah pergi dari misi mengintipnya, Liana mendorong Mahendra dan menyuruh Mahendra pergi dari hadapannya.
Jujur saja Liana sudah hambar dengan keadaan rumah tangganya saat ini, karena Liana juga sudah lelah menghadapi ibu mertua yang selalu cemburu pada menantunya sendiri. Padahal Liana tahu Mahendra selamanya milik ibu Hindun, tapi dalam bahtera rumah tangga milik Mahendra ada Liana dan Dion.
Liana mulai mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga dan akhirnya selesai dengan diakhiri memandikan Dion. Liana pergi mengantar Dion ke sekolah dan menuju toko, Liana melakukan aktifitasnya seperti biasanya.
Sedangkan di rumah Mahendra sedang di sidang oleh ibu Hindun, yang mengomel tiada hentinya tanpa memikirkan konsekuensi apa yang dikatakannya.
"Liana itu wanita gak berguna"
"Lu liat aja tu"
"Belum tentu dia anteng di toko seharian"
"Pasti keluyuran gak jelas"
"Udah wanita di luar sana banyak Mahendra"
"Cerain aja Liana"
"Toh dia hanya jadi beban dalam hidupmu"
"Nanti masalah Dion pasti nyari ibu bapaknya sendiri kalau sudah besar nanti"
Ujar ibu Hindun pada Mahendra dengan penuh emosi dan kebencian.
Tapi Mahendra hanya diam tak berkata apa apa, dia tidak pernah sekalipun membela Liana di hadapan ibunya. Dengan alasan takut dosa dan menjadi anak durhaka karena membantah omongan ibunya itu yang membuat Liana selama ini menganggap Mahendra laki laki pecundang.
Mahendra tidak berkata apa apa dan berlalu pergi, perkataan ibu Hindun terganggu di telinga Mahendra dan sangat menusuk hatinya. Mahendra berfikir apakah ibunya sebegitu benci dan muak pada Liana istrinya.
"Ibu kenapa kamu suruh aku cerain Liana"
"Aku bisa gila kalau dia pergi dari hidupku"
"Apalagi Dion anakku ibu"
"Kenapa ibu gak memikirkan Dion"
"Apa dia tidak faham dengan posisi sebagai ibu"
Gerutu Mahendra pada dirinya sendiri.
Mahendra pun mulai bekerja seperti biasanya, dan karena perkataan ibu Hindun Mahendra tidak fokus dengan pekerjaannya. Yang salah hitunglah, yang salah ambil barang lah, pokoknya pikiran Mahendra saat ini sangat kalut dan tidak terkontrol. Yang ada dalam pikirannya adalah Liana dan Dion, Mahendra sangat merindukan mereka berdua.
Sebenarnya Mahendra orang yang sangat baik dan sabar hatinya, tapi sikapnya kurang dewasa dan tegas bagi Liana. setiap langkah dalam hidupnya selalu menurut pada ibu Hindun, tanpa memikirkan apakah itu baik atau tidak bagi dirinya.
Kadangkala meski itu orang tua belum tentu mengarahkan kita pada kebaikan, meski orang tua kita sudah berumur dan berambut putih belum tentu pikirannya sedewasa penampilannya. Itulah yang ada dalam pikiran Liana untuk kedua orang tua Mahendra, ibu Hindun dan bapak Suparman.
Terimakasih