NovelToon NovelToon
Anakku Bukan Anakku

Anakku Bukan Anakku

Status: tamat
Genre:Pernikahan Kilat / Cinta Murni / Romansa / Menikah Karena Anak / Tamat
Popularitas:32.3k
Nilai: 5
Nama Author: As Cempreng

Febi begitu terpukul, saat tahu anak kembarnya bukan anak suaminya. Dia diceraikan paksa oleh keluarga Michael.

Di tengah keputusasaan Febi, ada hal lebih mengejutkan bahwa seorang dokter yang adalah kenalannya memberitahu kalau sang anak menderita penyakit yang sulit sekali didiagnosis.

Dunia Febi begitu gelap, dia ingin menceritakan bahwa anak geniusnya ternyata menderita penyakit langka kepada Michael agar juga membatalkan proses perceraiannya. Dia begitu sulit menghadapi hidup berat ini sendirian.

Jordan Reyes melihat dua anak Febi yang pintar. Dia mendengar cerita dari Adam mengenai kesusahan yang dihadapi Febi selama ini, termasuk soal perceraian.

Jordan mendapati Febi menangis di rumah sakit bahwa mungkin Adam takkan terselamatkan. Secara diam-diam Jordan bermaksud menjadi pendonor demi kesembuhan Adam.

Kemana cerita ini berakhir? Ayuk baca!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon As Cempreng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19 : Chat Adam

"Tadi kamu bilang apa?" Febi menutup mulut dan menguap.

"Nona Febi, Mia terus-menerus di dalam apartemen, mau sampai kapan dia di dalam rumah? Jadi, ijinkan saya mengajak Mia ke rumah adikku, besok. Boleh, yah?"

Febi sebenarnya tidak sepenuhnya membiarkan Mia di dalam kamar, karena Donna temannya itu hampir tiap hari mengajak anaknya jalan-jalan. Dia kembali menutup mulut dan menguap. "Apa harus besok?" Tanyanya dengan suara seram.

Bukannya menjawab lelaki itu memandangi Febi mengangkat satu sudut bibirnya. Wajah mengantuk itu membuat Febi semakin manis.

Merasa tidak dijawab, Febi melirik sebentar dan dia menjumpai mata Jordan berkedut lalu mengukir senyum malu-malu. "Iya, besok aku akan ikut, aku tak bisa membiarkanmu sendirian dengan putriku lalu merepotkanmu dan juga jangan lama-lama di sana."

"Iya, hanya satu jam. Janji tidak akan lebih." Jordan cukup mengerti bagaimana single mom itu harus membagi waktu untuk Mia di apartemen dan Adam di rumah sakit. Emh, apakah wanita itu sudah tidak sedih lagi ya, setelah tahu si kembar bukan anaknya? Padahal, kata Dokter Dennis, tadi sore Febi tampak syok dan fia diminta segera kemari untuk menghibur.

Mereka memasuki area cafe. Febi membiarkan Jordan memesan makanan, dia sendiri sibuk membalas chat sang putri, dan berulangkali menguap.

Satu tangan Febi memangku pipi di atas meja. Kelopak matanya seolah ada magnet, tiap kali membuka mata, otomatis akan menutup dengan sendiri.

Perlahan Jordan berpindah, tadi yang berhadapan, kini di sebelah Febi. Sepertinya, wanita itu begitu mengantuk dan Jordan menangkap pipi Febi dengan dua tangannya sebelum sampai membentur meja.

Mulut Jordan ternganga pada kelembutan pipi mungil ditangannya. Bahkan, saat pelayan mengantarkan makanan, Jordan masih membiarkan Febi terlelap sampai kedua tangannya mulai pegal.

"Jangan bawa mereka! Aku yang membesarkannya!" teriak Febi saat si kembar menangis histeris dalam gendongan sepasang kekasih, yang salah satunya berambut keriting.

"Dia anak kami, kamu yang mengambilnya dari kami! Anda harus dipenjara atas kasus penculikan putri kami!" Pria yang membawa Adam menyuruh polisi langsung membawa Febi.

Febi tidak bisa mengelak. Semua bukti menjelaskan bahwa si kembar anak mereka. Dia menangis tersedu-sedu dan dibawa ke mobil polisi saat si kembar juga histeris memanggil namanya.

Febi membuka mata dengan jantung berdebar kencang. Dia melotot pada mimpi barusan yang mengerikan sampai tubuhnya menggigil. Di depannya tidak ada Jordan. Sesuatu empuk hangat di pipinya membuat terkejut dan suara Jordan ada di belakangnya. Dia menoleh ke samping kanan, ada Jordan.

"Kenapa Nona Febi, kamu bermimpi buruk?"

"Ya." Febi tertegun. Kenapa bisa dia tidur di telapak tangan Jordan dan sejak kapan pria itu duduk di sampingnya?

"Jangan takut, itu hanya mimpi." Jordan menunjuk makanan di depan. "Ini sudah dingin apa mau pesan lagi?"

"Tidak perlu." Febi meminum segelas air bening dan Jordan kembali ke tempat semula

"Kalau kamu tidak keberatan, beristirahatlah di rumah. Biarkan aku akan menunggu Adam mala ini," kata Jordan ketika menaruh serbet di pahanya dan mendapati Febi makan lebih dulu dengan tatapan seperti melihat hantu ke arah makanannya.

"Kenapa aku harus pulang? Dia kan putraku, menjadi kewajiban untukku dalam menjaganya, tak peduli lelah ataupun tidak." Febi menjadi lebih sensitif, dia menghembuskan napas panjang. Kenapa menjadi marah dengan Jordan, yang tidak ada hubungannya dengan mimpi buruk barusan. Huft!

"Kamu amat lelah, ya." Jordan memperhatikan wajah Febi yang lusuh. Cara makan perempuan itu terlalu cepat, hanya dalam dua kunyahan kasar dan langsung ditelan. Jordan saja baru makan sepertiga steak dan butuh mengunyah lama, sekarang Febi selesai makan lebih dulu.

"Ngomong-ngomong kamu mengurus bisnismu di sini sampai kapan, Jo?" Tanya Febi.

Kebiasaan Adam yang menanyakan Jordan, setiap kali dia datang ke rumah sakit membuat dia kesal. Walau ada sisi baiknya karena Adam tidak lagi menelepon atau sekadar menanyakan soal Mike.

Jordan mengigit bibir bawah. Tatapannya semakin tajam. "Kedengarannya Nona Febi tidak suka aku di sini?"

Febi mengelap mulut dengan serbet. "Itu pertanyaan sederhana dan tidak ada hubungannya denganku, ya."

Mereka terdiam dan saling memandang dengan dipenuhi penasaran, rasanya ingin tahu apa yang dipikirkan lawan bicaranya.

"Dengan jujur saya mengakui, pada awalnya memang aku tidak ada jadwal kunjungan ke sini," kata Jordan membuat mata Febi berkedut. "Tenang saja, aku ke sini bukan karena kalian. Ada suatu hal lain yang menahanku di sini dan itu tidak bisa disebutkan."

Febi mengangguk-angguk. "Apapun hal itu, aku kuharap semoga sesuai dengan harapanmu itu, ya."

Jordan tersenyum ringan. "Terimakasih, Febyan."

Lelaki itu tidak menghabiskan makanan, dan mengelap mulutnya. Dia teringat pada panggilan dengan Sekertaris Li satu minggu lalu.

Ponselnya bergetar di saku celana, dia langsung menerima. Untuk apa Li menelponnya di jam 1 pagi.

"Tuan, saya menemukan tempat asal-usul Evan. Enam tahun lalu Nyonya Jeslyn mengadopsi Evan di sebuah panti asuhan lewat seorang perempuan. Ini bisa menjadi bukti kuat untuk Anda menghadapi nyonya besar-"

"Kirim alamatnya sekarang."

"Tuan, kebetulan sekali Anda di sana. Panti itu tidak jauh dari tempat balapan Anda. Apa anda akan ke sana sendiri? Atau saya perlu terbang sekarang dan kita pergi bersama?"

"Tidak perlu. Awasi saja Jesslyn dan Evan."

"Kali ini Mami tidak akan memojokkanku lagi."

Jordan menimbang-nimbang harus lebih lama di sini. Seharusnya, dia memusatkan perhatian mencari asal-usul Evan. Bukan cuma itu, dia juga harusnya fokus mengerjakan projek mobil Ferarri GTO yang kini adalah miliknya dan telah dibawa kemari, tetapi itu juga menjadi sering terbengkalai. Mengapa dia harus terus mengundur-ngundur dan justru mendatangi Adam setiap hari?

"Lalu dengan Evans?" Tanya Febi pada pria yang terus memegangi segelas air bening di depan mulut tanpa meminumnya.

Jordan menaruh gelas tanpa meminumnya. "Mungkin seminggu lagi aku akan pulang Indo lalu datang ke mari lagi," kata Jordan berbohong. Lebih baik dia pergi ke panti asuhan saat itu sekaligus melihat track balapan yang sudah empat tahun tidak didatangi.

Febi mengangguk, seminggu lagi dia juga akan bertemu Logan-sahabatnya. Mungkin akan mengenalkan Logan pada si kembar.

Mereka kembali ke kamar. Febi duduk di samping ranjang pasien. Dari tadi dirinya tidak tenang seakan-akan ada yang mengamatinya. Ketika Febi menoleh ke belakang dan dia terkejut tampak Jordan juga memasang tampang seperti kepergok.

Pria itu langsung menunduk dan bermain dengan ponsel dengan jantung berdebaran dan sedikit gemetar. Kini Jordan berpikir apa Febi akan berpikir aneh tentangnya.

Hari telah larut, Febi mendekati Jordan yang telah tertidur, yang mana kepala itu bersandar pada sofa. Dia duduk perlahan di samping tanpa bermaksud menganggu. "Kamu terlalu sering datang ke mari, Jo," gumamnya sambil mengamati wajah Jordan. Apa karena Jordan menyukai Adam?

Febi mendelik karena punggungnya ditarik sehingga terjatuh ke dalam dekapan hangat pria itu. Dengan ngeri dia melepaskan kehangatan yang membelenggu punggungnya, yang menyebabkan hatinya berdebar dengan tidak tenang.

Wanita itu bergidik dan menjauh. Dia mengamati pria pirang yang masih terpejam dan bersiap akan marah, tetapi setelah menunggu, lalu menarik kesimpulan kalau Jordan tidak sadar saat melakukan hal barusan.

Bergegas Febi ke kamar mandi dan membasuh wajahnya. Semua bulu halus di tangan dan tengkuk berdiri. Kehangatan dada Jordan yang kokoh masih membekas dalam ingatannya.

Sementara, Jordan membuka mata dan tertegun pada kenangan dua tangan mungil di paha. Dia bermaksud jahil tadi, tetapi tubuh ini seolah terkesima oleh sensasi yang ditimbulkan.

Energi Jordan seakan terkumpul di dalam. Akan tetapi, dia seperti terhempas dengan seiring menjauhnya langkah kaki wanita itu.

Bisa dia ingat ketidaknyamanan setiap kali Jeslyn berusaha menempel padanya. Lalu, Jordan tidak merasakan apapun meski Kikan menggenggam tangannya. Namun , hal berbeda datang dan menghangatkan hatinya.

Tanpa membuang waktu, Jordan keluar dari kamar itu. Dia bertanya-tanya mengapa setiap malam ingin selalu mendatangi anak laki-laki itu? Apa ini karena permintaan Adam atau karena hal lain .... yaitu Febi?

Setiba di apartment, Jordan menghempaskan diri di kasur empuk tanpa melepas sepatu. Langit-langit kamar dipenuhi senyuman si kembar dan mampu mengalahkan senyuman Evan. Evan yang bukan anak biologisnya, tetapi selama ini juga mencuri hatinya.

Bagaimana bisa Adam yang belum di kenalnya lama justru mengambil posisi Evan yang sudah lima tahun bersamanya?

Sementara di rumah sakit, Febi menjadi sulit tidur. Dia menebak-nebak Jordan dengan sengaja menariknya. Buktinya, saat keluar dari kamar mandi, Jordan sudah pergi. Apa maksud Jordan melakukan hal itu padanya? Dengan kesal Febi memblokir kontak Jordan.

*

"Ma, Paman Jordan mana? Mama melarang Paman Jordan datang, ya?" Tanya Adam denga wajah murung.

Febi melirik kantong darah yang tinggal 1/8 . "Paman si pernah bilang, kalau mau pulang menjenguk Evan, lalu katanya pulang lagi."

"Kalau gitu, Mama telepon Paman. Adam kangen Paman

"

"Ya besok ya, ini sudah jam sepuluh malam."

"Mama di sana kan, masih baru jam ..... "Adam menghitung dengan jari setelah melihat jam dinding. "14 jam, artinya di sana masih jam 8 pagi. Ayo, telepon Paman, Mama!"

Febi menggigit bibir bawah lantas meraih ponsel dan membuka kontak Jordan dari daftar blokir. Di teleponnya nomer Jordan, tetapi masih belum dijawab. "Tuh, Paman Jordan pasti sedang sibuk."

Ketukan terdengar dari pintu. Febi menaruh ponselnya di tempat tidur dan berjalan ke pintu. Adam meraih ponsel dan mulai mengetik dengan jari-jarinya.

-Paman kemana, kenapa tidak datang? Paman, tidak lupa dengan janji Paman, kan? Paman Jo cepat sini!-

Adam langsung menghapus pesan yang sudah terkirim ke nomer Paman Jordan agar tidak terbaca Mama. Dia mendongak dan menekuk bibir saat melihat Mama berbicara dengan seorang pria dewasa.

Anak kecil itu mengirim pesan lagi:

-Ada yang mendekati Mama, Paman tidak penasaran? Dia tinggi dan kacamatanya membuat paman itu jauh lebih tampan dari Paman Jo! Dan paman kacamata itu sedang di sini, , aku tidak suka!-

1
Paulina H. Alamsyah Asir
Luar biasa Joss... Joss... Joss.... 💪😍🙏
Paulina H. Alamsyah Asir
next Thor 🙏
Paulina H. Alamsyah Asir
Luar biasa.... Joss.... Joss.... 🙏
Agus Riyadi
penuh teka teki dan bagus
setiap kalimat mudah di pahami sukses ya kak
As Cempreng tikttok @adeas50: Alhamdulillah terima kasih bila berkenan. Sukses selalu juga untuk Kakak. Aamiin
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!