Rudi seorang anak muda berumur 23 tahun, dari kota Medan.
Berbekal ijazah Diploma bertitel Ahli Madya, Dia berhasrat menantang kerasnya kota Batam.
Di kota ini, akankah dia menggapai cita, cinta dan masa depannya?
Karya ini terinspirasi dari kisah nyata seorang teman. Ditambah bumbu-bumbu imajinasi penulis.
Cerita tanpa basa-basi dan tanpa ditutup-tutupi. Hitam putihnya kehidupan anak manusia menjadi Abu-abu.
Ini bukan kisah seorang pahlawan tanpa cela dan juga bukan sholeh tanpa dosa.
Inilah realita kesalahan manusia yang diiringi sedikit kebaikan.
Selamat Membaca..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Manik Hasnan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.18 Saudaraku
"Jadi gimana bang?" tanya Doni.
"Baiklah hitung-hitung cari pengalaman. Aku akan ikut." jawab Rudi dengan pasti.
Pekerjaan yang ditawarkan Doni adalah sebagai helper atau bantu-bantu tukang rumah. Sementara tukangnya adalah Doni.
"Sejak kapan kamu bisa tukang, Don?" selidik Rudi.
"Hehe.. Di rantau ini kita mesti bisa semua pekerjaan, bang." jawab Doni sambil tersenyum.
"Lagian aku cuma bagian dinding aja bang. Cuma pasang batako saja, nanti bagian kayunya lain lagi orangnya." pungkas Doni.
Rumah yang mereka bangun adalah rumah teman yang datang bersama Doni. Dari obrolan mereka, Rudi tahu nama teman tersebut Jose. Pria asal daerah yang sama dengan Rudi tapi beda kampung. Umurnya kira-kira 30 dan sudah punya anak dua.
Lokasi rumah yang akan di bangun adalah terletak di daerah kavling Dapur XXII. Jarak antara ruli Rudi dengan lokasi Dapur XXII kira-kira 20 kilo meter.
"Kapan kita berangkat?" tanya Rudi.
"Kalau bisa, sekarang saja langsung bang." jawab Doni.
Lalu mereka pun segera berangkat dengan mengendarai sepeda motor Honda Supra butut milik Jose dengan bonceng tiga, seperti istilah sekarang terong-terongan.
Perjalanan pun tanpa hambatan walau dengan kecepatan lambat disebabkan jalanan macet dan juga beban yang ditanggung motor lebih berat.
Sekitar dua puluh menit, akhirnya mereka sampai di lokasi perumahan kavling Dapur XXII.
Setelah istirahat sekitar 10 menit sambil mendengarkan instruksi Doni tentang pekerjaan yang akan dilakukan. Pertama-tama mereka akan merakit besi beton untuk pondasi dan juga sebagai penahan batako jika dipasang nantinya agar tidak ambruk. Bagi Rudi ini adalah pengalaman pertama kalinya bekerja sebagai pembantu tukang. Sehingga dari awal Doni dengan telaten memberikan arahan pekerjaan tersebut. Sekitar setengah hari rampung lah pembuatan tulang besi beton. Setelah makan siang, pekerjaan dilanjutkan kembali. Tapi dengan pekerjaan yang berbeda, yaitu mulai pemasangan pondasi. Rudi kebagian mengaduk semen dengan pasir.
Sedangkan Doni sebagai tukang adalah mulai memasang pondasi. Yaitu dengan meletakkan besi beton yang telah dirakit tadi pada bidang atau tanah yang telah di ukur sepanjang keliling rumah. Dan selanjutnya menuang campuran semen dan pasir hingga besi beton tersebut tenggelam. Sore pun tiba, pemasangan pondasi telah selesai.
"Cepat juga ya.." ucap Jasa.
"Rumah type 36 dengan dua kamar seperti ini, targetnya memang satu hari selesai untuk pondasi." ujar Doni.
Pekerjaan akan dilanjutkan besok pagi menunggu pondasinya kering. Setelah bersih-bersih dan makan malam, Rudi dan Doni diantar Jose kembali ke Ruli.
Mereka tiba di ruli sekitar pukul 21 malam, dan langsung tidur. Mungkin karena capek atau juga terlalu sepi.
Pagi-pagi sekitar pukul tujuh, Jose sudah tiba di ruli untuk menjemput Rudi dan Doni.
Pekerjaan hari ini adalah pemasangan batako. Dengan alat seadanya seperti water pass dan benang bangunan, Doni mulai memasang dinding dengan batako. Sementara Rudi mengaduk semen dan pasir.
Waktu pun berlalu dengan cepat, sudah seminggu Rudi dan Doni bekerja membangun rumah. Akhirnya pekerjaan mereka pun rampung memasang dinding rumah. Untuk pekerjaan memasang atap dan lainnya akan dikerjakan oleh orang lain. Karena Doni belum ahli di bidang tersebut.
Setelah basa-basi seperlunya dan ditutup dengan acara makan malam. Jasa kembali mengantar Rudi dan Doni ke ruli. Dan sebelum pulang dari ruli, Jose menyerahkan sekedar uang jerih payah ke Doni sebagai kepala tukang. Jumlahnya sekitar lima ratus ribu rupiah. Nilainya memang terbilang sangat kecil tapi itu sudah kesepakatan dari awal, Doni sekedar membantu saudara yang juga kebetulan kurang dana.
"Ini bang.." ucap Doni sambil menyerahkan uang senilai tiga ratus lima puluh ribu kepada Rudi.
"Kok banyak amat, kan kamu yang tukang, aku kan cuma bantu-bantu?" tanya Rudi.
"Kita kan sama-sama kerja dan juga abang pasti butuh itu buat cari kerja nanti." jawab Doni.
Lalu Rudi menerima uang tersebut dengan perasaan yang sulit dilukiskan.
Rudi berjanji dalam hati akan menggunakan uang tersebut dengan sebaik-baiknya.
Sejak kehadiran Doni selama satu minggu tersebut, lambat laun Rudi dapat melupakan kesedihan dan kekecewaan akibat ditinggalkan Erlin.
Doni selalu cerita tentang pengalamannya di Batam ini menjelang mereka lelap. Batam adalah kota yang serba ada. Seluruh Nusantara ada di Batam. Tidak terkecuali dengan gadisnya.
Dari semua etnis di Indonesia semua ada di Batam. Rudi hanya perlu menjadi orang sukses untuk itu semua.
Mungkin inilah yang disebut saudara itu ibarat darah dan yang lain ibarat air. Dimana darah akan selalu lebih kental dari air. Di saat kamu terjatuh hanya mereka yang mengulurkan tangannya agar kamu bangkit kembali.
Dunia abu-abu memang seperti itu kadang hitam kadang putih. Entah sampai kapan tiada yang tahu.
Semangatnya kembali berkobar, rencana-rencana dan target-target mulai muncul di benaknya.
"Besok pagi aku akan ke sana." gumamnya.
Bersambung.....