NovelToon NovelToon
AKU SEHARUSNYA MATI DI BAB INI

AKU SEHARUSNYA MATI DI BAB INI

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Isekai / Menjadi NPC / Masuk ke dalam novel / Kaya Raya
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: frj_nyt

ongoing

Tian Wei Li mahasiswi miskin yang terobsesi pada satu hal sederhana: uang dan kebebasan. Hidupnya di dunia nyata cukup keras, penuh kerja paruh waktu dan malam tanpa tidur hingga sebuah kecelakaan membangunkannya di tempat yang mustahil. Ia terbangun sebagai wanita jahat dalam sebuah novel.

Seorang tokoh yang ditakdirkan mati mengenaskan di tangan Kun A Tai, CEO dingin yang menguasai dunia gelap dan dikenal sebagai tiran kejam yang jatuh cinta pada pemeran utama wanita.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#18

Wei Li baru sadar napasnya terlalu cepat saat angka di layar berubah untuk ketiga kalinya..Ia duduk di kursi kerja, punggung sedikit membungkuk ke depan, kedua siku bertumpu di meja. Jari-jarinya bergerak pelan di atas touchpad, bukan karena ragu, tapi karena ia tidak ingin membuat kesalahan sekecil apa pun. Satu transaksi kecil. Satu pergeseran waktu.

Dan satu nama yang seharusnya tidak muncul di jalur itu. Wei Li berhenti bergerak. Ia melipat kedua tangannya, jari-jarinya saling mengunci erat, lalu menutup mata sebentar. Bukan untuk menenangkan diri tapi untuk berpikir. Ini bukan pion Shen Yu An, pikirnya. Ini… orang lain.

Udara di ruangan terasa lebih dingin, atau mungkin tubuhnya yang mulai menegang. Wei Li mengusap lengannya pelan, kebiasaan yang muncul setiap kali pikirannya bekerja terlalu keras. “Jae Hyun,” panggilnya tanpa menoleh. Jae Hyun yang berdiri di dekat pintu langsung mendekat. “Ada apa?”

Wei Li membuka mata dan menunjuk layar. “Lo lihat nama itu?”.Jae Hyun membungkuk sedikit, membaca cepat. Alisnya langsung berkerut. “Itu bukan orang kecil,” katanya pelan..Wei Li mengangguk. “Makanya masalah.” Ia bersandar ke kursi, tangan kanan mengusap wajahnya perlahan. Rasa capek tiba-tiba datang seperti ombak tidak keras, tapi berat.

“Kalau dia ikut bergerak,” lanjut Wei Li, “artinya umpan gue nyentuh lingkaran yang lebih dalam.” Jae Hyun berdiri tegak lagi. “Atau dia sengaja ngejar.”

Wei Li mengangguk pelan. “Dan itu lebih buruk.” Keheningan melanda di antara mereka. Bukan keheningan canggung lebih seperti dua orang yang sama-sama menyadari satu kesalahan kecil bisa berakibat fatal. “Gue harus tarik,” kata Wei Li akhirnya. Jae Hyun menoleh cepat. “Sekarang?”

“Sekarang lah,” jawab Wei Li. “Kalau gue lanjut, gue bukan lagi nguji. Gue nantang.” Tangannya kembali ke keyboard. Gerakannya cepat, tapi terkontrol. Ia tidak menghapus semuanya—hanya mengaburkan jalur. Mengubah sedikit pola. Cukup untuk membuat siapa pun yang mengejar kehilangan pegangan. Keringat tipis muncul di pelipisnya. Jae Hyun memperhatikan tanpa bicara. Ia tahu, satu kalimat salah bisa mengganggu fokus Wei Li.

Beberapa menit kemudian, Wei Li menarik tangannya dari keyboard. Ia menutup laptop pelan, seperti menutup sesuatu yang rapuh. “Berapa lama sebelum mereka sadar?” tanya Jae Hyun. Wei Li menghembuskan napas panjang. “Kalau dia pinter… sekarang.” Kalimat itu belum selesai menggantung saat ponsel Wei Li bergetar di meja. Satu panggilan masuk. omor tak dikenal. Wei Li menatap layar beberapa detik. Tangannya tidak langsung bergerak. Jantungnya berdetak lebih keras, tapi wajahnya tetap datar.

“anda mau jawab?” tanya Jae Hyun, suaranya rendah. Wei Li mengangguk pelan. “Kalau gue nggak jawab, itu juga jawaban.” Ia mengangkat ponsel, menempelkannya ke telinga.“Halo?” suaranya tenang, hampir santai.

Beberapa detik sunyi. Lalu suara pria terdengar. Rendah. Tenang. Terlalu tenang. “Kau bergerak cepat,” kata suara itu. Wei Li melipat kedua tangannya di pangkuan, jari-jarinya mengepal tanpa sadar. “Maaf,” jawabnya ringan. “Aku tidak ingat memberi undangan.”

Suara di seberang tertawa kecil. Bukan tawa ramah. “Kau menyentuh sesuatu yang bukan milikmu,” katanya. Wei Li bersandar ke kursi. Bahunya sedikit turun, bukan karena menyerah tapi karena ia memutuskan tidak bermain emosi. “Kalau itu bukan milikku,” katanya, “seharusnya lebih dijaga.” Ada jeda. Jae Hyun menahan napas di sampingnya. “Kau berani,” suara itu akhirnya berkata. Wei Li tersenyum tipis. “Atau ceroboh.”

“Keduanya sering berjalan bersama.” Wei Li mengangguk kecil, meski orang di seberang tidak melihat. “Aku sudah menarik.”

“Aku tahu,” jawab suara itu. “Dan itu keputusan yang tepat.” Nada itu bukan ancaman. Tapi bukan juga pujian. “Lalu?” tanya Wei Li. “Anggap ini peringatan,” katanya. “Bukan dari gadis itu.” Wei Li menegang sepersekian detik. Tangannya mengepal lebih erat. “Kalau begitu,” katanya pelan, “aku akan lebih berhati-hati.”

“Lakukan itu,” jawab suara itu. “Dunia ini tidak ramah pada orang yang terlalu ingin tahu.” Panggilan terputus. Wei Li menurunkan ponsel perlahan. Tangannya sedikit gemetar sekarang. Ia meletakkan ponsel di meja, lalu mengusap wajahnya dengan kedua tangan. “Gue hampir kebablasan,” gumamnya.

Jae Hyun menatapnya serius. “Itu bukan Shen Yu An.” Wei Li mengangguk. “Bukan.”

“Dan itu berarti apa?” Wei Li menghela napas panjang, lalu berdiri. Ia berjalan ke jendela, menatap ke luar tanpa fokus. “Berarti,” katanya pelan, “dia bukan pusatnya.” Di ruang kerja lain, Kun A Tai sedang membaca laporan saat Jae Hyun masuk membawa kabar. “Dia ditelpon langsung,” kata Jae Hyun. Kun A Tai mengangkat kepala. “Siapa?”

“Orang di balik jalur itu,” jawab Jae Hyun. “Bukan Shen Yu An.” Kun A Tai berdiri. Wajahnya mengeras. “Dan Wei Li?”

“Dia narik diri tepat waktu,” kata Jae Hyun. “Tapi tipis.” Kun A Tai terdiam beberapa detik. Ia menatap layar kosong di mejanya. “Panggil dia,” katanya. Wei Li datang ke ruang kerja Kun A Tai setengah jam kemudian. Ia berdiri di depan meja, kedua tangan terlipat di depan perut. Wajahnya tenang, tapi matanya lelah.

“kau hampir saja ketahuan,” kata Kun A Tai tanpa pembukaan. Wei Li mengangguk. “aku tau.”

“Kenapa tetap dilakuin?” Wei Li mengangkat kepala. “Karena kalau aku nggak tau batasnya di mana, aku akan mati pelan-pelan.” Kun A Tai menatapnya lama. “Dan sekarang?” Wei Li mengepalkan tangannya sebentar, lalu melepasnya. “Sekarang aku tau satu hal.”

“Apa?”

“Kalau gue bukan cuma main sama Shen Yu An,” jawab Wei Li. “Gue nyentuh sesuatu yang lebih tua. Lebih tenang. Dan lebih berbahaya.” Kun A Tai mengangguk perlahan. “Dan itu?” Wei Li menatap lurus ke arahnya. “Itu berarti langkah gue berikutnya harus lebih kecil.”

Malam itu, Wei Li kembali ke kamarnya lebih awal. Ia duduk di tepi ranjang, bahunya sedikit turun, tubuhnya akhirnya menunjukkan lelah yang ia tahan seharian. Tangannya mengusap lengan kiri kebiasaan lama yang kembali muncul. 'Gue hampir mati karena satu detail kecil' pikirnya. Ia berbaring, menatap langit-langit. “Di novel,” gumamnya pelan, “bagian kayak gini sering dilewatin.”

Ia tersenyum tipis tanpa humor. “Ternyata di sini… ini bagian paling penting.” Di tempat lain, Shen Yu An membaca laporan singkat. Ia mengernyit, lalu tersenyum kecil. “Menarik,” katanya pelan. “Dia ditarik sebelum aku sempat menyentuh.”

Ia menutup berkas itu. Permainan belum selesai. Tapi sekarang Papan catur jadi jauh lebih padat. Dan satu kesalahan lagi…Tidak akan dimaafkan.

1
Queen AL
nama sudah ke china-chinaan, eh malah keluar bahasa gue. tiba down baca novelnya
@fjr_nfs
/Determined/
@fjr_nfs
/Kiss/
X_AiQ_Softmilky
uhuyy Mangat slalu🤓💪
@fjr_nfs: /Determined/
total 1 replies
Jhulie
semangat kak
@fjr_nfs
jangan lupa tinggalkan like dan komennya yaa ☺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!