Di kota megah Aurelia City, cinta dan kebencian berjalan beriringan di balik kaca gedung tinggi dan cahaya malam yang tak pernah padam.
Lina Anastasya, gadis sederhana yang keras kepala dan penuh tekad, hanya ingin bertahan hidup di dunia kerja yang kejam. Namun, takdir mempertemukannya dengan pria paling ditakuti di dunia bisnis Ethan Arsenio, CEO muda yang dingin, perfeksionis, dan berhati beku.
Pertemuan mereka dimulai dengan kesalahpahaman konyol, berlanjut dengan kontrak kerja yang nyaris seperti hukuman. Tapi di balik tatapan tajam Ethan, tersembunyi luka masa lalu yang dalam… luka yang secara tak terduga berhubungan dengan masa lalu keluarga Lina sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 18
Pukul 07.45 pagi, Lina sudah berada di lantai 50.
Gaun safir itu sudah tersimpan rapi di dalam kotak murah di lemari apartemennya, terasa seperti sisa-sisa mimpi. Hari ini, dia kembali memakai "seragam" aslinya blus katun sederhana dan rok bahan. Kartu kredit hitam itu terasa dingin dan berat di dalam dompetnya, sebuah pengingat akan dunia lain yang ia masuki semalam.
Pukul 07.55, Ethan masuk. Dia kembali menjadi Raja Es dalam setelan charcoal grey nya yang sempurna. Tidak ada jejak pria di Maybach yang melonggarkan dasinya.
Dia berjalan melewatinya tanpa "selamat pagi" dan langsung menuju mejanya.
Lina menunggu. Dia tahu apa yang akan datang.
Benar saja, email pertama yang masuk ke inboxnya tepat pukul 08.01.
Dari: Ethan Arsenio Subjek: Kerusakan Gala
Isi: Nyonya Prawira telah menelepon ponsel pribadiku tiga kali sejak pukul 06.00 pagi. Dia juga mengirim email panjang tentang "penghinaan publik".
Aku mau kau yang tangani.
Lina menatap email itu.
Ini bukan lagi "ambilkan kopi" atau "cari arsip". Ini adalah "tangani wanita paling berpengaruh dan pendendam di lingkaran sosial Aurelia City."
Lina menarik napas dalam-dalam. Ini adalah ujian, bukan permintaan.
Dia tidak membalas email Ethan. Dia langsung bekerja. Dia tidak akan menelepon Nyonya Prawira itu sama saja dengan masuk ke sarang ular. Dia akan melakukan serangan pencegahan.
Dia membuka program desain sederhana dan menyusun surat resmi atas nama Arsenio Group. Surat itu tidak berisi permintaan maaf. Permintaan maaf adalah tanda kelemahan.
Surat itu berisi pujian.
Kepada Yth. Nyonya Prawira & Komite Wanita Hebat Aurelia, Kami ingin mengucapkan selamat atas kesuksesan Gala... sebuah acara yang luar biasa... Presdir Arsenio sangat menyesal bahwa krisis dewan yang mendadak dari London memaksanya pergi... Beliau secara pribadi terkesan dengan pidato pembukaan Anda yang kuat... Arsenio Group menantikan untuk melipatgandakan donasi kami tahun depan...
Itu adalah manuver klasik alihkan perhatian dengan pujian dan uang.
Saat Lina sedang menyusun draf akhir, sebuah buket bunga raksasa seratus mawar merah muda pucat diantar ke lantai 50 oleh seorang kurir.
Lina terkejut. Kurir itu berjalan melewatinya dan meletakkan buket mewah itu... di meja Lina.
Lina membeku. "Maaf, ini... ini pasti salah. Ini untuk Presdir Arsenio?"
"Tidak, Nona," kata kurir itu, memeriksa tabletnya. "Untuk Nona Lina Anastasya. Di sini."
Di buket itu ada kartu kecil. Dengan tangan gemetar, Lina membukanya.
Terima kasih sudah menyelamatkanku dari pesta yang mengerikan. Aku berutang padamu. ( A )
Lina langsung mengenali tulisan tangan itu. Itu bukan dari Ethan. Itu dari Tuan Budiman, pria tua ramah dari yayasan anak. Ah, Tuan Budiman. Tentu saja.
Lina tersenyum tulus untuk pertama kalinya hari itu.
"Ada masalah, Nona Anastasya?"
Suara dingin Ethan dari seberang ruangan membuat senyum Lina langsung lenyap.
Dia menoleh. Ethan sedang menatapnya. Bukan, dia sedang menatap buket mawar raksasa yang kini memenuhi meja kerja Lina.
Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi. Tapi matanya... matanya menyipit.
"Tidak, Tuan," kata Lina cepat. "Ini... salah kirim. Seharusnya untuk lobi."
Dia berbohong. Dia tidak tahu kenapa dia berbohong. Dia hanya tahu dia tidak ingin menjelaskan tentang Tuan Budiman. Dia tidak ingin Ethan tahu dia punya interaksi di luar "misi".
"Begitu," kata Ethan datar. Dia kembali menatap layarnya. "Aku masih menunggu draf untuk Nyonya Prawira."
"Sudah selesai, Tuan." Lina segera menekan tombol 'Kirim' untuk draf suratnya. Dia memindahkan buket mawar itu ke lantai di samping kakinya, menyembunyikannya di bawah meja.
Di seberang ruangan, Ethan membaca draf surat itu.
Keheningan berlangsung selama satu menit.
Telepon di meja Lina berdering. Bip.
"Ya, Tuan?"
"Cukup bagus," kata Ethan. "Tapi tambahkan satu kalimat. Katakan padanya kita akan mensponsori pameran seni barunya bulan depan. Itu akan membuatnya diam."
"Baik, Tuan."
"Dan, Anastasya."
"Ya?"
Ada jeda lagi. "Buang bunga itu," katanya. "Alergiku bisa kambuh."
Klik.
Lina menatap gagang telepon. Lalu dia melirik ke arah Ethan. Pria itu sedang bekerja dengan fokus penuh.
Lina melihat ke bawah, ke buket mawar yang indah itu. Alergi? Entah kenapa, Lina merasa itu adalah kebohongan terbesar yang pernah dia dengar.
Dia baru saja melihat retakan kecil lainnya di dinding kaca itu. Sesuatu yang hampir... seperti... kecemburuan?
Tidak. Mustahil. Dia hanya tidak suka ruang kerjanya terganggu. Itu saja.
Lina diam-diam membawa buket itu ke pantry dan meninggalkannya di sana untuk dinikmati staf kebersihan, merasa sedikit sedih. Saat ia kembali ke mejanya, ia bisa merasakan tatapan Ethan Arsenio di punggungnya.